25. Pukulan Keras

6.3K 274 3
                                    

Rayya berjalan cepat menuju ruang Dokter Jeni. Pikirannya sudah terpacu cepat ingin segera mengetahui fakta yang sebenarnya. Dengan bermodalkan akta, ia melangkahkan kaki dengan pasti. Ia yakin akan mendapat jawabannya.

"Ray, lo yakin? Bahkan itu nggak penting lagi," ucap Teddy saat Rayya hendak mengetuk ruangan.

Rayya menghela napas berat sebelum bicara, "Mungkin bagi lo ini nggak penting, tapi bagi gue ini penting. Dan sangat penting."
Lalu mengetuk pintu dengan pelan.

"Maaf ada yang bisa kami bantu?" tanya seorang perawat yang menghampiri Rayya dan Teddy.

"Em, kami ingin bertemu dengan Dokter Jeni."

"Maaf, Dokter Jeni sedang menangani pasien. Apa sebelumnya kalian sudah mengambil nomor antrean?"

"Sudah, Dok," kali ini Teddy angkat bicara.

"Baiklah, siapa nama kalian biar nanti saya sampaikan kepada Dokter."

"Atas nama Teddy dan Rayya," jawab Teddy.

"Baiklah, kalian bisa menunggu di ruang tunggu. Nanti jika Dokter sudah selesai, akan saya panggil kalian."

"Terimakasih sus," ucap Rayya lalu tersenyum.

"Serasi sekali mereka," ucap salah satu perawat yang masih bisa didengar oleh Rayya dan Teddy.

Teddy tersenyum kearah Rayya membuat Rayya mengernyitkan dahi, "Kenapa?"

Teddy menggeleng,
"Kita tunggu disana ya."
Lalu menarik tangan Rayya. Gadis itu melirik tangan kekar Teddy yang menggenggam tangannya. Perasaan nyaman ini muncul sebagaimana tak seharusnya ada.

Selang satu jam, perawat tadi datang menghampiri Rayya,
"Apa ibu membawa kartu cek kandungan?"

Rayya sontak terkejut dan membulatkan mata ketika mendengar pertanyaan perawat itu.

Gue nggak hamil gilakk.

"Bawa, Sus," Teddy menyahut.

Teddy terpaksa berbohong karena jika tidak begitu, mereka akan susah bertemu dengan seorang dokter di rumah sakit sebesar ini.

"Baiklah, kalian ikut saya."

Deg!

"Lo apa-apaan sih pake bohong? Gue mana ada kartu begituan," bisik Rayya sembari tetap berjalan.

Teddy hanya terkekeh pelan,
"Udah deh, lo mau ketemu Dokter kandungan, 'kan?'

Rayya mengangguk cepat.

"Dok, ini pasien yang ingin bertemu dengan Dokter," ucap perawat tersebut.

Dokter Jeni menatap Teddy dan Rayya dengan kerutan di dahinya.

"Oke, kamu boleh keluar," pinta Dokter Jeni sambil menatap Rayya dan Teddy.

"Saya, Dok?" jawab keduanya bersamaan.

"Bukan. Tapi perawat kami," ujar Dokter Jeni dengan wajah seriusnya.

Perawat yang berdiri itu tersenyum, "Kalau butuh sesuatu, panggil saya ya Bu."

"Oke, bisa diatur." Lalu menatap Rayya,
"Duduklah," pinta Dokter Jeni.

Lalu Teddy dan Rayya duduk di hadapan Dokter perempuan yang sudah agak tua ini.

"Mau USG 4D, 'kan?" ujar dokter tersebut.

Rayya dan Teddy saling memandang sebelum salah satunya angkat bicara.

"Tapi nampaknya, perut kamu belum buncit. Apa ingin tes kehamilan?" pertanyaan Dokter tersebut membuat Rayya geregetan. Hingga menghela napas gusar.

Brondong Jaim (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang