7. Keberuntungan Yang Tak Terduga

7.5K 342 2
                                    

Jenuh, bosan dan kesal.

Tiga kata itu yang tengah menyelimuti perasaannya saat ini. Rayya melipatkan tangan ke dada sembari menaikkan kaki di atas meja kantin.
Tak ada satu pun orang yang mampu membuatnya menghadirkan kebahagiaannya lagi. Kesepian yang hakiki membuat Rayya terjebak dalam ruang kemunafikan. Rayya terlihat bahagia di depan semua orang, tapi tidak jika sedang sendirian.

Ia menatap orang yang berhilir mudik memenuhi kantin. Bercanda bersama teman, pacaran, dan mengerjakan tugas. Tapi Rayya, hanya memperhatikan mereka. Tak ada kegiatan yang membuatnya menarik. Bahkan teman-teman seperjuangan sudah wisuda semua. Tinggal dia yang harus menyelesaikan kuliah tahun ini juga. Entah apapun itu alasannya, ia pasti bisa.

"Ray," panggil seorang dengan melambaikan tangan ke arahnya.

Rayya yang duduk di ujung pun juga melambaikan tangan dan tersenyum sumringah.

"Lo apa kabar?" ucap Mega. Temannya yang nikah duluan dan sekarang baru meneruskan kuliah lagi.

"Eh kampret, lo itu yang apa kabar?!" jawab Rayya, lalu memeluk Mega.

Mega terkekeh,
"Gue baik, Ray."
Lalu melepas pelukan.

"Lo makin melebar aja," ledek Rayya di sertai tawaan.

"Lo nyinyir amat. Hahaha. Badan gue melar abis lahiran anak kedua tau."

Rayya terbelalak,
"Lah gue lulus aja belom. Nape lo udah punya dua buntut si, ya Allah."

Mega terkekeh lalu duduk di bangku,
"Makanya cepet lulus, terus nikah. Nggak bosen apa pacaran mulu?"
Lalu tertawa.

Rayya mengernyit.
"Sialan, lo! Ya pengennya nikah, tapi yang ngajak nikah nggak ada," jawabnya lalu terkekeh garing.

"Lho ... Bukannya pacar lo ada dimana-mana?" Mega tampak sangat penasaran.
Rayya tergelak tawa.
"Cuma koleksi aja. Gue nggak minat buat diseriusin."

"Eh Ray, nikah itu ibadah lho. Nggak takut dosa tuh pacaran mulu? Masalah rezeki mah udah ada yang ngatur. Gue aja nikah sama suami, dia cuma kerja jadi OB. Sekarang Alhamdulillah udah naik pangkat jauh dari sebelumnya. Itulah rahasia Allah,"
Mega pun tersenyum. Rayya terdiam, berpikir, lalu semakin kuat rasa ingin menikahnya. Tapi ... Kenapa jadi sok alim gini coba? Toh, tujuan Rayya cuma uang uang dan uang.

"Ray?"

"Ha?"

"Kok diem?"

"Hehe. Gue salut sama lo. Dulu tukang pacaran di kos-kosan sekarang jadi tukang ceramah," jawabnya lalu terkekeh.

"Haha. Ya gimana ... Hidup itu harus berani berubah. Kalau mau nakal terus, kapan benernya?"

Rayya terkekeh,
"Yaudah ... berhubung lo pasti sibuk dengan keluarga cemara lo, gue minta lo atur jadwal meet up bareng Sweet girls. Kita reunian."

"Oke, nanti gue kabarin kalo lagi senggang."


"Yaudah, gue ke kelas dulu ya," ucap Rayya di balas anggukan Mega.

Mereka saling melambaikan tangan.

Namun ada satu hal yang menggangu pikirkannya saat ini adalah, omongan
Mega atas 'Hidup itu harus berani berubah'

Bukan berubah jadi Spiderman. Tapi jadi lebih baik lagi. Rayya sadar, selama hidup, ia sangat jauh dari Tuhan (Allah).

Hingga ia bertanya-tanya.

Apa sih yang buat gue matre? Bukannya gue udah puas dengan kesenangan dunia? Lalu, kapan ya gue bisa jadi wanita alim? Punya imam baik, juga anak-anak Sholeh?

Brondong Jaim (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang