26. Bait Keselarasan

5.9K 282 1
                                    

Rayya berjalan gontai menuju rumah neneknya. Ia bahkan sudah mendapatkan bukti yang kuat. Dan akan menunjukkan ini pada neneknya.

"Nek, Rayya datang.."
Ucap Rayya dengan lemas. Teddy yang berjalan di belakang Rayya hanya mampu memperhatikan. Berbuat selebihnya pun Teddy tak sanggup.

"Sayang, yaampun cucu nenek."
Lalu neneknya memeluk Rayya.

Rayya tersenyum tipis.
"Nenek senang Rayya datang?"

Lalu menatap sendu ke arah neneknya.

"Ya jelas dong. Oiya nenek hari ini buat soto betawi loh kesukaan kamu."

Tetap tersenyum tipis.
"Benarkah?"

Neneknya mengangguk.
"Yuk ke dapur." Lalu menoleh ke arah Teddy. "Ayo nak Teddy."

Kemudian mereka pergi ke dapur. Di sana Rayya menemukan Ibundanya sedang disuapi oleh seorang perawat.

"Jadi nenek sudah memanggil perawat?"
Rayya bertanya dengan tetap menatap Maya. Tatapannya bukan tatapan rindu. Melainkan kekecewaan yang mendalam. Sayangnya, bundanya sudah lagi tak mengingat dirinya. Untuk apa dia meminta dijelaskan oleh orang yang sudah hilang akal sehat?

"Iya nak, nenek memanggil perawat agar pekerjaan nenek menjadi ringan. Oiya ayo silahkan makan. Aduh nak Teddy, ayo makan."
Ucap neneknya bersemangat.

"Nek apa nenek menyimpan surat golongan darah ibu?"
Pertanyaan Rayya yang tiba-tiba itu membuat neneknya mengernyit.
Lalu neneknya menggeleng.
"Kenapa bertanya seperti itu?"
"Aku bahkan tidak yakin kalau aku ini anaknya Maya."
"Rayya! Apa yang kamu katakan itu? Ayolah makan dulu."
Bentak neneknya membuat Rayya semakin jengah.

"Bukankah Maya itu anakmu? Jadi sudah pasti kau punya surat golongan darah Maya."

"Rayya, bisakah tak membicaraan ini sekarang?"
Tanya Teddy kali ini. Pria itu tak ingin ada keributan.

"Tapi maaf, sepertinya aku sudah tam berselera makan."
Lalu beranjak dari duduknya dan berjalan ke arah Maya.

"Rayya! Apa yang akan kau lakukan?!"
Teriak Neneknya ketika Rayya merebut Maya dari pegangan Perawat.

"Ikut saya ya." Ucap Rayya sembari mendorong Maya ke arah halaman belakang. Maya meronta dengan tangisan karena Rayya mendorongnya dengan cepat. Maya ketakutan.

"Pergi kamu!! Pergiiii!!! Ibu tolong!!"
Teriak Maya namun Rayya semakin tertawa. Ingin menangis tapi sudah  terlanjur kecewa. Nenekmya hanya menatap nanar ke arah Rayya.

"Sekarang katakan padaku, dimana tes DNA milik Maya?"
Ucap Rayya dengan berhenti di dekat kolam ikan. "Apa nenek ingin melihat anak kesayangan nenek di makan oleh ikan?"

Neneknya menangis dengan menggeleng.

"Cepat ambilkan!"

"Ta-tapi..."
Ucapnya terbata dan menggantung.

"Lama sekali sih nek, nenek itu tinggal ngasih tau!"

"I-iya nak."
Lalu tergopoh-gopoh menuju kamar.

Setelah kembali, nenek memberikan sebuah surat pernyataan tes DNA.

"Oke terima kasih."
Lalu mendorong Maya pada neneknya.
Lalu Rayya mengeluarkan sebuah surat pernyataan miliknya yang ia tes tadi ketika di rumah sakit.

"Ini apa nek? Kenapa DNAku tidak sama dengan Maya?"

"A-aku tidak tau."
Neneknya masih terbata-bata.

Rayya mendengus seraya berkaca-kaca.
"Apakah selama ini kalian menyembunyikan ini dariku?! Hah?! Jawab nek? Kenapa kalian tega?!"
Bentak Rayya yang sudah bersimbah air mata.

Brondong Jaim (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang