Neal berbaring nyalang pada pagi senin. Ia tidak bisa menganalisis perasaan yang ada sekarang; gugup, takut, atau bersemangat. Selama akhir pekan ia melakukan apa yang di suruh oleh Miss Vaugh, menonton film itu terus berulang-ulang yang membuat stok tissue nya menipis. Sudah lupa berapa kali ia memutar, harusnya ia sudah lelah. tapi pada suatu waktu ia menganggap wanita dalam film itu Miss Vaugh dan sang pria adalah dirinya, dan kemudian tubuhnya seperti mendapat asupan tenaga baru. membayangkan itu terjadi membuatnya gugup sekaligus malu. Pikiranmu sangat kotor Neal.
Dan pagi ini ia tidak tau harus melakukan apa. setiap kali ia menatap kotak VCD itu membuat hawa panas meningkat. Tubuhnya gemetaran teringat adegan dalam film dengan Miss Vaugh sebagai pemainnya membuatnya harus masuk ke dalam toilet lagi.
Duduk di ruangan, Neal mengamati sekitarnya dan merasa pengecut belum mendatangi Miss Vaugh. Ia masih belum siap menghadapi wanita itu dengan segala pemikiran nya yang campur aduk saat ini.
Telepon di meja nya berbunyi, Neal cepat-cepat mengangkatnya. "Ale menunggumu diruangan sekarang" pesan Julie – sekretaris Miss Vaugh. Neal menelan ludahnya, mengamati sekitar seperti orang yang melakukan kesalahan. Menarik nafas ia bangun dan menuju departemen Editing.
"kau harus bisa, Neal! Harus!" Neal menarik nafas panjang sebelum masuk ke ruangan Miss Vaugh. Ia terlalu gugup, tangannya berkeringat sehingga ia harus mengelapnya ke celana Jins yang dikenakan sebelum memutar knop pintu.
Miss Vaugh terlihat seperti dewi di sana, dalam rok pensil warna emas yang dipadukan bersama thanktop hitam, jas di sampirkan di kursi. Seberkas cahaya matahari menembus jendela, menyinari rambutnya laksana emas mengilat.
"Mi-Miss Vaugh..." Neal menelan ludahnya. Ale berbalik, tengah berbicara dengan seseorang di ponsel.
"ya... kirimkan foto itu padaku, kita tak ingin membuatnya menunggu... okay.... Aku mengandalkanmu, Gerrald. Sampai jumpa nanti malam..." dan Ale memutus teleponnya.
"kau tidak mendatangiku pagi ini, kenapa?" tanya Ale menatap Neal, dengan senyum merekah yang menyihir Neal menjadi patung.
"Neal??" Ale menaikan satu alisnya. "ah... itu..."
Ale tersenyum, lesung pipitnya terlihat menggemaskan. "apa kau sudah menontonnya?" tanya Ale berjalan menuju kursinya. "su-sudah Mam" jawab Neal gugup. "benarkah?" Ale menyilangkan kedua kakinya. "i-iya Mam..."
"dan?"
"itu... sangat.... Menggelorakan" jawab Neal. "benarkah?" Ale menyeringai. Neal mengangguk.
"mau menceritakannya?"
"itu..."
"ah... jangan sekarang, aku ingin cerita lengkap ketika makan siang. Kau tidak ada janji bukan?"
"ti-tidak ada Mam."
"bagus," Ale tersenyum lebar, lalu menarik portofolio di belakangnya dan mengambil pensil untuk menandai.
"Mam..."
"ya? Kau masih disini?"
"ummm... apa aku boleh bertanya sesuatu?"
"tentu, silahkan" jawab Ale meneruskan pekerjaannya. Neal maju selangkah, menimbang kata-kata yang pas.
"itu.... apakah... anda jadi pergi malam itu?" tanya Neal pelan. Ale menghentikan pekerjaannya dan mendongak. "tidak, aku tidak jadi pergi."
Neal tersenyum namun cepat-cepat ia hapus lalu menundukkan kepalanya. "apa ada pertanyaan lagi?" tanya Ale. Neal menggeleng, "ma-maksud saya ti-tidak ada lagi, Mam."
Ale mengendikkan bahunya, "jangan lupa makan siang nanti temui aku disini."
"i-iya Mam." Neal mengangguk dan berbalik sembari senyum lebar menghiasi wajahnya ketika keluar ruangan.

KAMU SEDANG MEMBACA
If You're Mine
RomansaAlessa Vaugh editor majalah fashion terkemuka selalu menutup diri dengan yang namanya cinta. Seks dan sepatu dua hal yang tidak bisa ia lepaskan begitu saja. Di lain pihak, Neal Andrews berusaha membuktikan dirinya bahwa ia bisa terbebas dari bayang...