15

258 62 16
                                    

Ada banyak bahan makanan yang sudah siap di atas pantry dapur. Tangan halus itu dengan cekatan mencacah daun bawang dengan rapi dan teratur. Koeun sedang menyiapkan bekal. Bukan untuknya.

Itu untuk Mark, siapa lagi?

"Gue pengen makan daging panggang habis basket, besok."- Mark

"Mau aku buatin gak Mark?"- Koeun

"Tapi lo harus masak sendiri."- Mark meremehkan Koeun.

"Pasti!" -Koeun semangat.

Pembicaraannya dengan Mark kemarin benar-benar terngiang-ngiang di kepalanya. Untuk pertama kali Mark berbicara sepanjang itu padanya. Biasanya memang panjang, tapi dengan nada sarkastik.

"Dek, kamu masak daging?" Kakak Koeun menghampiri adiknya yang berada di dapur. "Kamu gak boleh makan daging kan?"

"Bukan buat Eun kok kak," jawab Koeun dengan manis. "Buat temennya Eun, katanya hari ini mau makan steak setelah basket."

"Lucas?" tanya Junhoe- kakak Koeun.

"Bukan, temen Eun yang lain. Namanya Mark," jawab Koeun sambil sedikit menyendokkan bumbu dari pan. "Kak, cobain deh."

"Hmm... Enak. Kamu emang pinter masak." Junhoe mengusak rambut Koeun sayang.

~

Mark berdiri di pinggir lapangan sambil menatap ke arah tribune. Matanya menelisik ke setiap sudut tribune, berharap menemukan sesuatu di sana. Atau mungkin seseorang.

"Mana sih? Katanya dateng itu cewek."-inner MLi

"Mark, fokus!" teriak Lucas selaku kapten tim.

Pertandingan dimulai, Mark langsung mengambil posisi siap bermain. Dari arah tribune, terlihat Koeun baru saja datang dengan Arin. Mereka mengambil posisi duduk di depan agar dapat melihat teman-temannya bermain dengan leluasa.

Koeun mulai merasa pusing. Tetap ditahannya demi melihat Mark yang senang karena berkali-kali berhasil melakukan shooting three point dengan sempurna.

"Rin, nanti tolong kasih ini ke Mark."

"Kenapa Eun?"

"Please."

"Okay."

Permainan berjalan lancar sampai kuarter ke empat. Mark dan Lucas berkali-kali memasukan bola hingga lawan kesulitan mengejar poin yang mereka dapatkan. Koeun di sana tersenyum bahagia melihat Mark kembali berhasil memasukan bola. Tak ada yang menyadari bagaimana pucat wajah Koeun sekarang. Bahkan Arin sibuk menyemangati Hendery yang ikut bermain. Disana, Koeun hanya duduk dan menatap wajah Mark yang berkeringat namun sangat menunjukan semangat kemenangannya.

Waktu sudah menunjukan beberapa menit untuk menuju habisnya kuarter terkhir. Koeun sekuat mungkin menahan rasa pening yang sedari tadi menyerang kepalanya. Dapat dilihatnya Mark menatapnya sekilas dan mendekati area three point.

Sekali lagi, Mark berhasil memasukan bola ke dalam ring. Koeun tersenyum riang dan merasa pusingnya berkurang. Bahagia memang dapat membuat orang melupakan rasa sakitnya.

Aku bahagia karena ada kamu, Mark

Priiiit....

Bruk

"KOEUN!!!"

Teriakan Arin mengalihkan seisi stadion termasuk Lucas dan Mark di lapangan. Tanpa memerlukan ijin dari pelatih dan wasit, Lucas berlari ke atas tribun dan menghampiri Koeun dan Arin.

"Eunji, bangun!" Lucas menepuk pipi Koeun pelan. Menyadari munculnya beberapa lebam di kaki dan lengan kiri Koeun.

"Telfon ambulance!" teriak Lucas panik.

"Halah dia cuma pingsan aja sampe nelfon ambulance," ucap salah seorang di sana.

"Kalo lo gak mau bantu mending diem." Arin berucap sarkastik.

Mark yang masih di arena, hanya menatap Lucas dan Koeun dengan tatapan yang sulit di artikan. Arin menyadari itu dan mengambil tas tangan yang di bawa Koeun tadi.

Ambulance datang dan membawa Koeun dan Lucas pergi dari sana. Arin lebih memilih tetap berada di sana dan kembali untuk mencari Mark.

Disana, Mark berdiri sendirian di ruang loker. Belum berganti baju, bahkan masih berkeringat banyak. Arin masih menatapnya datar.

"Mark," panggil Arin. "Dari Koeun."

Mark menatap tas tangan yang di bawa Koeun. Jelas ia tau apa isi tas itu. Dari baunya saja sudah tercium.

"Taruh situ aja, ntar gue makan." Untuk pertama kali, Mark tidak ingin menatap Arin.

Pikirannya masih berkecamuk, entah karena apa.

"Jangan bohongin perasaan lo sendiri, Mark," ucap Arin setelah meletakan tas di bangku dekat Mark berdiri.

Hening melanda ketika Arin meninggalkan Mark sendirian di ruangan itu. Mark menutup lokernya dan duduk membuka kotak bekal dari Koeun. Daging itu sudah dipotong kecil-kecil, hingga dirinya bisa dengan mudah memakannya.

"Enak..."

.

.

.

.

.

.

.

Tbc

Chandelier [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang