13

246 59 13
                                    

Cklek...

Dengan perlahan, tangan halus itu membuka pintu ruangan pelan-pelan. Walaupun pelan, atensi orang-orang yang ada di dalam sana langsung menatap pintu yang bergerak.

"Koeun?" suara Yerim yang pertama kali terdengar saat Koeun masuk ke kelas.

"Pak, maaf saya terlambat." Koeun membungkukkan badan tersenyum menatap gurunya.

Sang guru mengisyaratkan untuknya duduk di bangkunya. Mereka semua hanya menatap Koeun bingung. Lengan baju dan rok yang di panjangkan. Mark disana hanya menatap Koeun biasa tanpa terganggu dengan itu.

~

"Eun..." Yerim memandang Koeun dengan sedih.

"Yer, kamu kok sedih aku balik?" tanya Koeun masih bisa tersenyum manis.

Yerim hanya menggeleng, tidak membenarkan ucapan Koeun. Tak hanya Yerim, disana juga ada Xiaojun dan Arin. Seperti biasa, Jun berdiri di sebelah Yerim sambil menatap Koeun yang semakin lama semakin kurus.

"Aku seneng kok bisa liat kamu lagi." Yeri mencoba tersenyum meskipun berat. "Aku sedih, gak bisa nari lagi sama kamu."

Xiaojun tersenyum tipis sambil melingarkan lengannya di sekitar pundak Yerim. Berusaha menguatkan Yerim. Setidaknya di hadapan Koeun. Karena Koeun yang seharusnya diberi kekuatan justru terlihat tidak memiliki beban apapun.

"Bukan kemauan aku juga, Yer."

"Ji," panggil Lucas baru saja datang dengan membawa sekantung jeruk di tangan kanannya. "Kamu gak mau kasih tau mereka?" Koeun terkejut. Lucas tak pernah membahas ini sebelumnya.

"Cas..." Koeun menggeleng gusar. Ia sedang tidak siap dengan permintaan tersirat Lucas. Sebaliknya, Lucas mengangguk meyakinkan Koeun.

"A-aku gak mau ngebebani kalian."

Arin memejamkan mata, guna menetralkan emosi yang tiba-tiba naik dalam dirinya. Ia kemudian duduk di samping Koeun dan memeluknya erat. Untuk pertama kalinya, Koeun melihat Arin menangis.

"Eun, aku temen kamu kan?" pertanyaan yang tiba-tiba dilontarkan Arin membuatnya tercengang. "Aku cuman mau tau kamu sakit apa. Kalo kamu bilang alasan yang selalu kamu ucapin, aku gak bisa nebak." Tangan Koeun mengelus pelan punggung Arin. Ia benar-benar merasa bersalah karena ini.

"Jangan ngerasa jadi beban kita, dong." Arin berucap masih dengan air mata yang menganak sungai.

"Maaf, Rin. Aku gak ada maksud gitu."

Wajah Arin memang terkesan lebih imut daripada Yerim ataupun Koeun, tapi dialah yang paling dewasa di antara mereka. Wajar saja jika Arin lebih jarang menumpahkan emosinya dibandingkan Yerim dan Koeun.

"Beneran deh. Kenapa Lucas sampe paksa lo ngundurin diri dari OSIS." Xiaojun ikut bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi.

Koeun hanya diam dan menatap Yerim, Jun dan Arin satu-persatu. Ia belum yakin dengan apa yang akan dikatakannya pada mereka. Matanya menerawang sambil tersenyum tipis.

Aku tidak mau Mark tau soal apa yang kualami sekarang

Aku takut mereka memberitahukan para Mark

Dan Mark akan bersikap baik padaku karena kasihan.

Aku tidak mau Mark seperti itu.

"Ji..." suara Lucas membuyarkan lamuna Koeun. Tatapan matanya seolang mengatakan dan meyakinkan Koeun untuk mengatakannya pada teman-temannya yang lain.

Tapi, Koeun tetap diam. Hanya menatapi daun pintu yang terbuka. Mark disana, dengan wajah datarnya menunggu Koeun untuk berbicara.

Mark juga ingin tau.

Lucas menyadarinya dan kemudian berbalik menghadap arah yang dilihat Koeun. Mark dengan tangan yang tersimpan di saku. Menatap datar mereka yang ada di sana. Koeun menatap Lucas. Seolah berkata...

"Aku tidak bisa mengatakannya sekarang, ada Mark."

...pada Lucas yang juga balas menatapnya.

~

Mark memejamkan matanya. Berbaring di rerumputan taman sekolah memang kebiasaan Mark. Ia merasa lebih tenang dan damai saat berada di sana. Tak banyak yang mau kesana, alasan Mark nyaman disana.

Koeun berjalan perlahan, berusaha tidak menimbulkan suara. Saat dekat dengan Mark, matanya memandangi wajah orang yang ia cintai dengan bahagia.

Tertidur saja tampan

Aku akan merindukan wajah lelapmu, Mark.

Koeun meletakan tas tangan yang sama dengan yang diberikannya pada Mark tempo hari. Isinya sama, bekal makanan kesukaan Mark. Karena Koeun baru tau, kalau Mark tidak pernah pergi untuk makan siang.

"Duduk!" Mark terbangun dan menahan tangan Koeun. "Temenin gue makan."

Anggukan pelan diterima Mark. Koeun duduk di samping Mark dan mengusahakan agar tak sedikitpun kulit pada kakinya tak tertutupi rok yang dikenakannya. Mark menatapnya dalam diam sambil memakan bekal buatan Koeun.

"Nih, makan." Mark menyodorkan sesendok daging pada Koeun.

"Aku..." Koeun menahan tangan Mark. "Aku gak bisa makan daging."

"Lah, ngapa lo masak daging kalo gitu?"

"Karna kamu suka."

.

.

.

.

.

.

.

.

Tbc

Chandelier [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang