18

694 73 50
                                    

Jika saja saat itu dia tidak mendengarnya

Dia tidak akan menyesal seperti sekarang

.

.

.

"Cepetan jalannya!" Dia Mark, berteriak pada seorang gadis-Koeun- yang kesusahan membawa tas miliknya sendiri dan milik Mark. "Lelet amat jadi orang?"

Koeun hanya menunduk dan berusaha berjalan lebih cepat. Sebenarnya tubuhnya sudah terlalu lemas, terutama kakinya. Namun, ia tetap menahan agar dapat menyenangkan Mark.

Memangnya siapa Mark? Majikannya? Tentu saja bukan. Mark Lee adalah cinta pertama Koeun. Mark menyalahgunakan perasaan gadis itu dengan semena-mena.

Sret

Bruk!

"Tangan lo normal, kan?"

Ada yang berpikir tidak ada yang peduli dengan Koeun? Semua orang peduli. Tapi Mark seperti tidak bisa dihentikan dan Koeun seperti pasrah terhadap perlakuan Mark padanya.

"Lucas, kok di lempar sih?" Koeun menatap sahabatnya. "Itu tas ada bukunya, loh. Sumber ilmu. Gak baik kamu lempar-lempar buku kayak gitu."

Dan karena Koeun sendiri selalu membalas dengan perkataan diluar topik yang berhubungan dengan Mark. Membuat orang lain diam seribu bahasa.

~

Koeun terbaring diatas ranjang dengan kateter intravena yang menancap di lengan kanannya. Matanya terpejam menikmati  sensasi yang timbul dalam proses ini.

Aku senang saat melihatnya senang

Begini saja sudah cukup bagiku

"Koeun..."

Tiga pasang mata menatapnya khawatir. Sudah berlalu delapan jam, dia masih saja tertidur dengan pulasnya.

"Udah waktunya bangun..." Napas salah satunya berubah berat. "K-kalo kamu gak bangun... Kamu gak bisa liat senyumnya Mark berhasil menang basket hari ini."

Mendengar nama Mark disebut, Koeun membuka matanya pelan. Menatap tiga sahabatnya satu persatu. Akhirnya terpaku pada Yerim yang terisak pelan.

"Yer?" Koeun berusaha untuk duduk. "Kok nangis? Jun ngerjain kamu lagi ya? Atau Lucas?" Yerim menggeleng dan menahan air matanya agar tidak terjatuh.

"Beb, ini aku bawain bubur ayam. No micin." Arin menyerahkan semangkuk bubur ke hadapan Koeun.

"Gak sama Derry?" Goda Koeun

"Gausah bahas Derry dulu, kamu makan sekarang terus kita ke GOR nonton basket." Raut wajah Arin berubah kesal dan membuat Yerim menahan tawanya.

"Ji, kamu gak capek?" Lucas yang bertanya. "Kalo kak June liat kamu kayak gini terus, dia juga gak akan suka."

"Kayak gimana maksud kamu, Cas?" Koeun memakan buburnya khidmat

"Kamu gak ngerasa ada yang salah?" Arin menyahuti. Dibalas gelengan oleh Koeun.

"Eun, kita gak minta kamu move on. Kita cuma pengen kamu jangan mau diperbudak sama Mark." Yerim menggenggam tangan Koeun yang sedang tidak memegang alat makan.

"Ji, kamu selalu kecapekan, jangan terus nurutin kemauannya Mark." Lucas menyamakan tingginya dengan Koeun. "Aku pengen liat kamu bahagia terus."

"Liat Mark bahagia, aku juga bahagia, kok. Kalo dengan cara itu Mark bisa bahagia, kenapa enggak?"

Mereka bertiga terdiam. Koeun sudah punya berjuta alasan agar tetap melakukannya.

"Eunji, aku tau banget gimana cinta kamu ke Mark. Tapi kalo kamu perjuangin cinta kamu sendirian, kamu sendiri yang bakalan sakit."

"Aku udah sakit, Cas. Seperti yang kamu liat." Koeun menyingkirkan makanan di hadapannya dan beralih memainkan pipi Lucas. "Jadi, aku udah gak bisa rasain sakit kayak yang kamu maksud."

Yerim memeluk Koeun dari samping. Dia benar-benar sudah tidak tahan dengan sifat keras kepala yang dimiliki sahabat baiknya ini.

"Iya, kamu emang gak sakit." Arin kembali bersuara. "Tapi, kita yang ngerasain sakit waktu dia ngebabu kamu."

.

.

.

.

.

.

.

To Be Continued

Chandelier [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang