"Derry," panggil Arin pelan. Matanya sembab menatapi Hendery dan teman-temannya yang kini juga menatapnya heran. Hendery yang berstatus sebagai kekasihnya terkejut saat Arin kembali menangis.
"Rin, kok nangis?" Hendery menghapus air mata yang mengalir di pipi chubby Arin.
"Der, lo gak hamilin anak orang kan?" celetuk salah satu teman Hendery.
"Goblok lo kondisikan, Nyeon." Balas Hendery. "Bentar, gue ngurusin ibu negara dulu."
~
"Rin, udah dulu dong nangisnya." Hendery kebingungan dengan Arin yang tak biasanya menangis dalam waktu yang cukup lama. Arin biasanya hanya menitihkan air mata saja.
"Der..." Arin masih sesenggukan dan masih menormalkan napasnya. "Koeun sakit."
"Kamu udah tau?" Hendery mencoba tenang. "Koeun sakit apa?"
"Koeun sakit..." Arin langsung terdiam begitu melihat Mark tak jauh dari pandangannya.
Mark hanya diam menunggu Arin mengucapkan sesuatu. Kembali menunggu, selalu yang dilakukan Mark ketika teman-temannya membahas soal 'Koeun' dan 'penyakit yang di derita Koeun.
Merasa tak akan mendapat jawaban yang di inginkan, Mark pergi meninggalkan Arin dan Hendery yang hanya menatapnya dalam diam. Sudah jelas ia tak akan mendapatkan jawaban yang di inginkannya.
"Mark kayaknya kepo banget sama penyakitnya Koeun." Hendery membuka suara saat Mark meninggalkan mereka berdua dengan wajah datarnya.
"Mark itu sebenernya suka sama Koeun." Bekas-bekas air mata masih terlihat di pipi Arin. "Tapi dia cuma egois aja."
~
"Ko Eunji!" panggil Mark di ambang pintu kelas. "Tinggalin gua sama Koeun sekarang!"
"Siapa lo nyuruh-nyuruh?" Jihoon berkomentar tanpa harus bersusah payah menatap Mark. "Mau lo apain itu Koeunnya?"
"Gua cuma mau ngomong berdua sama Koeun." Mark sedang menahan diri.
"Kamu mau ngomong apa?" Koeun bertanya dengan lembut.
Mark baru menyadari sesuatu, rambut Koeun sekarang lebih pendek dari sebelumnya. Ia ingat bagaimana kecintaan Koeun, dan Arin dengan rambut panjangnya.
"Gua yakin lo gak bakalan bahas ini di depan anak kelas." Mark menatap Koeun tajam. "Alasan rambut pendek lo, alasan lo pake pakaian panjang dan muka pucet lo."
Koeun terkejut dengan itu. Tentu saja. Tapi, Koeun dapat mengendalikan dirinya dengan baik dan tersenyum manis menanggapi tiap ucapan Mark.
"Aku bosen rambut panjang." Koeun mulai mencari alasan. Tangannya tergerak untuk membuka kancing pada lengan kemejanya. "Aku alergi daging dan ini bekasnya."
"Kenapa lo pucet terus?" tanyanya lagi sambil memegang wajah Koeun dan memperhatikannya seksama. Koeun sedikit meringis sakit karena itu. Padahal Mark merasa hanya menekan sedikit disana.
"Aku, anemia akut."
Tangan Mark menjauh dari wajah Koeun dan beralih terulur menyisir pelan rambut Koeun. Merasakan rambut Koeun yang halus. Saat tangan Mark jauh dari kepala Koeun, banyak helai rambut masih tersangkut di tangan Mark.
"Eun, lo sakit apa?" tanya Mark penuh penekanan.
Bisik-bisik teman sekelas Koeun dan Mark terdengar riuh. Koeun bungkam dan Mark masih menatapnya tajam. Kali ini Koeun tak tau harus memberikan alibi apa untuk Mark dan teman-temannya yang lain.
"Kenapa lo diem?"
"Bukan urusan lo, Mark." Lucas datang menghentikan Mark bertanya lagi.
"Wow, anak IPA yang paling sering ngurusin urusan anak bahasa."
"Ini bukan soal anak IPA, IPS atau bahasa. Tapi urusan Koeun yang jadi tanggung jawab gue selama dia jauh dari jangkauan kak June."
"Cas, Mark cuma tanya." Koeun menahan Lucas. "Gak ada salahnya dia tanya, kan?"
"See? Gua cuma tanya."
"Eun, lo mimisan?" teriak Yuqi yang menyadari darah yang keluar dari hidung Koeun.
.
.
.
.
.
.
.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Chandelier [COMPLETE]
RomanceBacanya dari angka besar ke kecil ya... :))) Underneath this chandelier shall I confess Behind that wings of yours I praise In the face of the hourglass I cried that I love you ... It was all worthless