"Yolooo cogan is coming~" Jooe menghela napasnya ketika mendengar teriakan yang masuk menggetarkan gendang telinganya.
Bukan menggetarkan hatinya.
"Jun! Kerjain nih, jangan ngilang melulu deh." Jooe menyerahkan laptop di hadapannya kepada Jun.
"Lah gua ngilang demi kepentingan sekolah, kepentingan lo juga neng."
"Hadeh, songong banget dah." Jooe memijat pangkal hidungnya.
"Tau tuh, orang kerjaannya dia di gibahin semua ke gua." Arin datang bersama Yerim.
"Eh, si cantik dateng." Jun menarik kursi untuk Yerim
"Udah songong, kerdus pula." Arin mengangguk menyetujui apa yang dikatakan Jooe.
Bukan hal yang tak biasa kalau Xiaojun memperlakukan Yerim seperti itu. Sudah rahasia umum kalau Jun memiliki perasaan lebih pada Yerim.
"Rin, berdiri dulu coba," pinta Hendery yang baru saja datang.
"Ngapain sih?" tolak Arin.
"Udah, berdiri aja." Hendery sedikit memaksa Arin untuk berdiri.
Saat Arin beranjak dari duduknya, Dery menarik kursi yang tadi di duduki oleh Arin. Mereka yang di sana masih mencerna apa yang akan Dery lakukan. Terutama Arin yang menatap Derry dengan wajah bingungnya yang menggemaskan.
Dery menatap Arin dengan senyuman yang sampai saat ini hanya bisa di lihat oleh teman terdekatnya. Terutama Arin, yang paling banyak mengetahui sisi lain seorang Hendery.
"Rin, bangku yang ini udah mau rusak." Masih tersenyum manis. "Aku ambilin dulu yang lebih bagus, ya?" Hendery pergi dengan sedikit berlari saat sebelumnya mencuri kecupan di pipi Arin.
Mata gadis manis terkesan imut ini berkedip cepat sambil memegangi pipi kirinya. Yerim dan Jooe membulatkan matanya sambil menutup mulut mereka yang terbuka lebar.
"Wow," kagum Xiaojun. "Aku juga mau." Jun mendekatkan wajahnya pada Yerim.
"Eit!" Yerim memundurkan wajahnya. "Deket lagi, sepatu melayang nih."
"HENDERY!!!!" teriakan murka Arin.
"Hmmm, lemotnyaaa~" ucap Jooe dan Yerim kompak.
"Mana Koeun?" Sebuah suara mengalihkn perhatian mereka.
Xiaojun mengendikan bahunya dengan santai. Jawaban yang menandakan kalau Xiaojun memang tidak tau. Yerim awalnya menatap Mark malas-
Ya itu Mark Lee yang mencari Koeun.
-beralih menatap tangan Mark yang memegang sebuah benda yang tampak familiar untuknya.
"Ngapain nyari Koeun?" Jooe menatap sinis Mark. "Mau diperbudak lagi itu anak?"
Sarkastik
Tapi Mark sudah biasa
"Gua mau balikin dompetnya. Tadi ketinggalan di ruang Osis," jelas Mark singkat.
"Gue aja yang balikin dompetnya," ucap Yerim cepat. "Ini gua mau jeng-"
"Jeng?" Mark mengulangi kata terpotong yang diucapkan Yerim.
"Udah sinihin dompetnya Koeun." Yeri mulai memaksa.
"Selesaiin omongan lo, baru gua kasih dompetnya." Mark menjauhkan dompet Koeun dari jangkauan Arin.
"Lo, bisa kasih dompet itu lusa," ucap Yerim menyerah. "Jangan pernah lo cari Koeun di luar sekolah tanpa ijin gue sama Lucas."
~
"Hey, masih sakit?" Lucas memakai pakaian serba hijau khas rumah sakit.
"Udah enggak kok, Cas." Koeun tersenyum manis dan mengusap tulang pipi Lucas yang basah. "Kok nangis?"
"Kelamaan gak kedip ini mah."
Alasan
"Dih, bisa banget bohongnya."
"Ji, aku nyesel." Lucas menggenggam tanga Koeun erat. "Nyesel ngenolehin kamu balik ke sekolah. Nyesel karna gak bisa nolong kamu waktu dia berbuat seenaknya sama kamu. Nye-"
"Udah deh. Emang sih, kita harus nyesel kalo kita buat kesalahan. Tapi ada beberapa hal yang gak harus kamu sesali. Karna kalo kamu nyesel, kamu gak akan berani hadapi masalah itu sampai selesai."
Karena, akupun gak pernah nyesel jatuh cinta sama Mark.
.
.
.
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chandelier [COMPLETE]
DragosteBacanya dari angka besar ke kecil ya... :))) Underneath this chandelier shall I confess Behind that wings of yours I praise In the face of the hourglass I cried that I love you ... It was all worthless