Koeun tak bisa menyembunyikan senyum cerahnya hari itu. Walaupun sebenarnya hari itu sedang hujan. Mendengar Mark yang ternyata juga menyukainya, membuat semangat hidupnya kembali berapi-api.
Walaupun di hatinya masih tertancap sebuah fakta menyakitkan.
Hujan seolah turut berbahagia bersama Koeun. Lucas hanya bisa tersenyum riang melihat sahabatnya kembali ceria. Dengan kamera tahan air, ia menyusul Koeun yang bermain hujan di bawah payung.
Ckrek
(Abaikan tanggal)
"Koeun benar-benar cantik."
"Cas, ayo berteduh." Koeun menarik tangan Lucas kembali berteduh. "Kenapa hujan-hujan, nanti kamu sakit."
Aku tau aku juga sakit, tapi aku tidak mau orang lain juga sakit.
"Aku cuma pengen punya banyak foto kamu, Ji." Lucas merapikan anak rambut Koeun yang menutupi wajahnya. "Kamu pake make up?"
Anggukan pasti telah didapat Lucas. Koeun senang Lucas menyadarinya. Ia tidak akan terlihat seperti orang sakit lagi sekarang.
~
"Eun, kakak lo kemana?" tanya salah seorang teman sekelas Koeun yang datang ke rumah Koeun untuk mengerjakan tugas kelompok.
Ada Mark juga disana.
"Kak June kalo jam segini biasanya lagi kuliah sih, Ci." Namanya Cici, memang menyukai kakak Koeun sedari pertama melihat June yang mengantar Koeun saat pindah sekolah tahun lalu.
Mark hanya diam menghadap laptop sambil mendengarkan celotehan teman-temannya. Sesekali mencuri pandang pada Koeun yang memang terlihat segar, tidak seperti beberapa hari lalu yang begitu pucat dan terlihat sangat sakit. Meskipun pakaian panjangnya masih melekat pada dirinya.
"Eun, colokan dimana?" Mark baru membuka suara saat laptopnya menunjukan pemberitahuan baterai lemah.
"Eh? Ada di balik pintu. Pake kabel roll aja, Mark." Koeun duduk memandangi Mark sambil menjawab. "Aku ambilin dulu kabelnya."
"Gausah, kerjain bagian lo. Gua cari sendiri."
"Di kamarku ada Mark, kamu ambil itu aja."
"Gue boleh masuk kamar lo?" Mark mengernyitkan dahinya mendengar pernyataan Koeun.
"Ya makanya aku aja yang ambil, Mark." Koeun bangkit sambil tertawa kecil melihat ekspresi Mark yang menurutnya lucu.
"Gue ikut."
Koeun yang mendengarnya terkejut. Begitu juga dengan teman-temannya yang lain. Ada yang aneh dengan Mark menurut mereka. Tapi tidak bagi Koeun, jelas kemarin ia mengetahui fakta menarik dari ucapan Mark.
"Mork, mau ngapain lo ngikut Koeun?" tanya Woojin sambil berseringai jahil pada Mark.
Mark hanya memutar mata tidak memperdulikan godaan woojin terhadapnya. Sementara Koeun hanya tersenyum dan menggelengkan kepala melihat teman sekelasnya. Ia berjalan meninggalkan mereka menuju kamarnya. Mark mengikutinya di belakang.
"Ada yang ngerasa aneh sama Mark gak sih?" tanya Riyu dengan wajah polosnya.
"Emang Mark aneh kali, yang," jawab Renjun sambil terus membolak-balik bukunya.
"Gak usah pacaran dulu deh lo pada." Woojin menengahi. "Tapi kalo soal Mark aneh, gue setuju. Waktu Koeun gak masuk, ngegas banget dia nanyain Koeun ke gue."
Sementara itu, Mark hanya melihat Koeun yang berjalan di depannya. Entah hanya perasaannya saja atau memang Koeun bertambah kurus?
"Mau masuk atau nunggu di luar, Mark?" Koeun bertanya saat membuka pintu kamarnya.
"Boleh?" Koeun mengangguk sebagai jawaban membuat Mark meyakinkan diri untuk ikut Koeun masuk ke dalam kamarnya. "Kenapa lo ngijinin gue masuk kamar lo?
"Gak tau juga sih," jawab Koeun enteng. "Kamu sendiri kenapa mau ikut?"
"Emangnya gak boleh?"
"Kalo aku gak ngebolehin, kamu pasti sekarang masih ada di bawah sama yang lain."
"Bener juga, sih."
Mark mengamati isi kamar Koeun yang sangat rapi. Semua benda seperti tertata di tempat yang seharusnya. Mulai dari buku, sepatu, pakaian, aksesoris, semua berada di tempatnya masing-masing. Benar-benar membuatnya kagum.
"Ini semua, lo sendiri yang desain?" Mark bertanya dan iseng mengambil buku yang ada di meja belajar Koeun.
"Iya..." Koeun tiba-tiba terpaku melihat buku yang sedang dipegang Mark.
"Kenapa diary lo, lo namain 'Eun's Last Days'?"
.
.
.
.
.
.
.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Chandelier [COMPLETE]
RomanceBacanya dari angka besar ke kecil ya... :))) Underneath this chandelier shall I confess Behind that wings of yours I praise In the face of the hourglass I cried that I love you ... It was all worthless