Sudah terhitung hari kelima, Mark tidak terlihat lagi di rumah sakit. Dan kemarin Koeun sadar dari komanya. Dokter Seo mengatakan jika keadaan Koeun semakin membaik. Jelas, betapa bahagianya mereka saat mengetahuinya.
Mark sedang duduk di pinggir danau tak jauh dari rumahnya. Tempat yang membuatnya tenang dan merasa bisa berpikir jernih. Menenangkan pikiran dan hatinya, sedang mempersiapkan diri untuk teriakan yang akan diucapkan teman-temannya.
"Mark." Tepat dugaannya. Ada Arin yang berdiri tak jauh di belakangnya sedang menatapnya... Er... Entahlah, sulit untuk dijelaskan.
"Lo harus baca ini." Arin memberikan sebuah buku yang jelas dikenali Mark.
"Eun's Last Days?"
Tanpa membukanya, Mark sudah tau apa yang ingin dikatakan Arin padanya. Soal perasaan Koeun, penyakit Koeun, keegoisannya, dan juga perasaannya.
"Gue udah boleh ketemu sama Koeun?" tanya Mark sambil memandanhi foto Koeun di sampul buku itu.
"Lo..." Arin mendadak bingung dengan pertanyaan Mark. "Lo udah tau semuanya?"
"Gue udah bilang, kan?" Mark terkekeh sambil membuka gembok kecil yang mengunci buku ? milik Koeun. "Gue bisa cari tau sendiri soal apapun yang gue pengenin."
"Kenapa lo gak nemuin Koeun kalo udah tau?"
"Dan bikin drama di rumah sakit?" Mark menatap Koeun santai. "Sorry. Dengan gitu, kak June gak bakalan pernah ngijinin gue buat ketemu Koeun lagi."
Kini, Arin menyadari jika kesalahan tak semuanya berasal dari Mark. Mereka juga melakukan kesalahan dengan menyetujui permintaan Koeun agar Mark tidak menemuinya.
"Gue tiap hari pasti dateng ke rumah sakit. Ninggalin rapat, bolos, dan selalu dateng tiap bang Johnny nelfon." Mark berbicara sambil membaca satu-persatu halaman buku diary Koeun.
Mata Mark berkaca-kaca kala membaca salah satu halaman yang menunjukan soal kecewanya dia saat Mark batal memberikan buku catatannya pada Koeun. Ia tak menduga kalau penolakannya saat itu, membuat Koeun semakin berpikir kalau Mark benar-benar menyukai Arin.
'Lebih baik Mark bahagia sama Arin daripada bersamaku akan menjadi beban dalam hidupnya.' tulis Koeun pada akhir dari hari yang ditulisnya hari itu.
'Selamat pagi dunia, aku bersyukur karena masih bisa melihat matahari pagi lagi,' kalimat yang Koeun tulis pertama kali saat menulis diarynya.
"Mark, lo nangis?" tanya Arin menyadari air mata yang menetes di buku itu.
"Hahaha, iya gue nangis, Rin." Mark menghapus air matanya dengan ibu jarinya. "Gue tau Koeun orangnya kuat. Tapi gak nyangka dia bakalan sekuat ini."
"Dia lebih dari yang kita kira."
"Nulis penyakitnya aja segampang ini. Gue yakin, dia nulis kaya gini sambil ketawa sendiri." Mark membacanya dengan tertawa. Benar, dia tertawa. Tapi matanya sudah sangat basah dengan air mata.
"Mark, lo jangan nangis sambil ketawa, dong." Arin memukul Mark main-main. "Gue jadi makin kasihan sama lo, anjir."
"Der, cewek lo ikutan nangis nih."
Hendery, Xiaojun, Lucas, Yerim dan Jooe memang sedari tadi mengamati dari jauh. Berjaga-jaga jika sesuatu terjadi, katanya. Mereka mendekat bersama-sama meluk erat. Menguatkan Mark dan diri mereka sendiri.
"Makasih, kalian jaga Koeun dari gue."
Mereka yang bersahabat, kembali lagi seperti semula. Koeun pernah memecah mereka karena salah langkah yang dilakukan Mark. Kini, Koeun pula yang berhasil menyatukan mereka kembali dengan uraian air mata bersama candaan-candaan pengembali persatuan mereka.
"Gue pengen kasih kejutan buat Koeun." Mark berucap kembali. "Ultahnya udah lewat, sih. Tapi gue pengen bayar semuanya."
.
.
.
.
.
.
.
Tbc

KAMU SEDANG MEMBACA
Chandelier [COMPLETE]
RomansaBacanya dari angka besar ke kecil ya... :))) Underneath this chandelier shall I confess Behind that wings of yours I praise In the face of the hourglass I cried that I love you ... It was all worthless