*25

5.4K 769 214
                                    

"Dek... Makan malem dulu yuk." Mama Chandra menghampiri Syifa di tempat tidurnya dengan membawa piring berisi makanan. Sejak Rizky pergi terburu-buru tadi, Syifa belum juga keluar kamar, makanya ia memutuskan untuk menghampirinya.

"Aku ngga laper ma." Syifa menjawab pelan.

Mendengar jawaban Syifa, mama meletakkan piring di meja nakas samping tempat tidur Syifa. "Kamu ngga laper, tapi itu yang diperut kamu butuh asupan." Dilihatnya Syifa menangis, mama lalu mengusap lembut rambutnya.

Syifa lalu bangun dari posisi tidurnya dan langsung memeluk  Mama. "Ma......"

Mama kini mengusap punggung anak bungsunya itu. "Ada apa? Kalian kenapa?"

"Apa aku salah ma marah ngeliat suami aku pelukan dan di cium sama perempuan lain yang aku bisa liat jelas kalo perempuan itu punya rasa lebih sama suamiku?" Syifa bicara masih dalam pelukan mamanya.

Mama tersenyum sebentar ketika menyadari Syifa sedang cemburu. "Syifa, ngga salah kalo emang Rizky juga menanggapi lebih. Tapi kamu salah kalo menuduh tanpa mau dengerin penjelasan Rizky dulu nak."

Syifa semakin erat memeluk mamanya dan tangisannya semakin menjadi-jadi. "Aku takut ma. Aku takut Kak Rizky ninggalin aku."

Mama lalu melepaskan pelukan Syifa, dirapikan anak-anak rambut yang menutupi wajah cantik anak perempuannya ini. "Dengerin mama, kamu bahkan tau sendiri Rizky nunggu kamu selama itu dek. Kurang bukti apalagi kalo kamu segala-galanya buat dia?"

"Ma, Sasha itu cantik banget. Sempurna untuk perempuan. Siapapun yang ngeliat dia pasti iri dan mama tau Kak Rizky juga untuk ukuran laki-laki sangat mapan. Gimana bisa aku ngga khawatir? Mereka satu kampus dan satu jurusan ma." Syifa menatap mata mamanya. Syifa lalu menceritakan perihal telepon Sasha waktu itu. Mama serius mendengarkan sesekali mengangguk mengerti.

Setelah mendengar semua penjelasan Syifa, mama menarik nafas sebelum menanggapi cerita anaknya itu. Syifa sedang dalam masa sensitifnya. Tidak bisa salah berbicara sedikit saja. "Dek, Rizky itu laki-laki. Jelas dia marah. Dia kaya ngga ada harga dirinya kamu tuduh kaya gitu. Syifa, dia nunggu kamu selama ini karena emang cuma kamu perempuan yang dia mau nikahin. Mama Ika cerita banyak banget sama mama. Kalopun emang kamu masih ngga percaya, coba kamu tanya Ilham. Dia sahabat Rizky banget kan?"

"Aku harus ngapain ma? Aku bener-bener ngga suka Kak Rizky berhubungan sama Sasha sedikitpun." Syifa perlahan menghapus air matanya.

Belum sempat mama menjawab, Rizky masuk ke dalam kamar. "Assalamualaikum."

Syifa menatap sendu Rizky yang terlihat tidak karuan. Dia diam saja. Mama yang menjawab salam Rizky. "Waalaikumsalam."

"Maaf ganggu ma. Rizky cuma mau ambil hp." Rizky mengangkat hpnya yang memang tadi tertinggal saat dia marah meninggalkan kamar. Dia hendak keluar kamar lagi namun sebuah suara yang sangat dia ingin dengar menahannya.

"Kak... kamu mau kemana lagi?" Iya. Syifa yang memanggilnya.

Mama lalu menatap Rizky memberi kode melalui matanya untuk menghampiri Syifa. Setelahnya mama berjalan menuju pintu, dan saat melewati Rizky mama berbisik. "Kurangin ego kalian masing-masing. Mama udah coba ngomong sama Syifa. Kamu kepala keluarga, diselesain baik-baik."

Rizky tidak bereaksi. Dia masih diam berdiri sampai mama menutup pintu kamar. Dilihatnya Syifa bangkit dari tempat tidur dan berjalan menghampirinya. Syifa sangat berantakan. Anak rambutnya menempel pada wajahnya yang basah karena air mata.

Saat sampai di hadapan Rizky, Syifa langsung memeluk tubuh Rizky erat sekali dan lagi-lagi menangis. "Maafin aku kak. Jangan pergi. Aku butuh kamu."

No DistanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang