WARNING!
HANYA CERITA PENDEK YANG DI PAKSAIN JADI PANJANG!____________________
"Selamat pagi, Shafa, Deon, Angga!"
Ketiganya praktis menoleh dan mendapati sahabat kesayangan mereka, yang tengah berjalan mendekat dan langsung merangkulnya dengan sayang. Pemuda itu tampak begitu bersinar di mata Shadengga—akronim dari nama ketiga orang itu, yang sengaja disatuk
Diiringi senyum manis, yang berhasil membuat persahabatan mereka, awet hingga detik ini.
"Pagi juga, Davka!"
Davka, namanya.
Pemuda 16 tahun yang penuh keceriaan di setiap tarikan napasnya, dan selalu membawa senyuman manis di setiap langkahnya.
Mereka---Deon, Shafa, dan Angga merangkul bahu Davka di kanan dan kirinya.
"Lo kenapa gak minta jemput kita aja sih, Ka?" tanya Deon sedikit kesal, sebab sahabatnya itu, selalu menolak, untuk dijemput. Ada saja alasannya.
Davka memberikan cengirannya, "Kan, kamu bukan supir aku," jawabnya enteng.
"Aelah, Ka! Santai aja kali, lu mah kayak sama siapa aja," balas Angga.
"Tadi lu naik apa, Ka?" tanya Shafa. Gadis satu-satunya di antara ketiga cowok itu.
Davka menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Um, aku jalan kaki," ujarnya. Membuat ketiga temannya melotot. "E-ehh, jalan kaki itu sehat, tau! Kayak di luar negeri itu. Biar polusi udara berkurang, badan jadi sehat."
Ketiga sahabatnya hanya mendesah. "Lain kali, biar kita jemput aja. Kasih tau alamat lu di mana. Biar kita jemput," ujar Deon.
Davka menghela napasnya pelan, "Kata ibu aku, gak baik kalo minta jemput sama temen. Soalnya, temen itu sahabat. Bukan sopir!"
Alasan.
Ketiga sahabatnya itu geleng-geleng. Terkadang, Davka memang selalu begitu. Enggak nyambung dan kadang enggak jelas. Namun, itulah mengapa, persahabatan mereka awet hingga detik ini. Davka yang kadang terlalu polos dan menggemaskan, membuat ketiganya betah dan semakin menyayangi pemuda itu.
"Terserah lo aja deh, Ka. Kelas Kuyy!" ajak Shafa.
Gadis dengan suara cempreng itu merangkul sahabat laki-lakinya dengan santai. Seakan tak ingat jika dia adalah seorang perempuan dan pastinya terlihat kurang pantas, bukan?
Hanya saja, Shafa itu berbeda.
Gadis itu tak mudah dicap sebagai seorang perempuan. Sebab dia itu tomboy. Rambutnya saja pendek seperti potongan rambut polisi wanita. Namun, rencananya gadis itu akan memanjangkan rambutnya karena ingin. Iya, begitu. Badannya tidak terlalu tinggi, hingga membuat Angga biasanya mengatai dirinya 'pendek'.
Sayangnya, Shafa itu ganas.
Percayalah ... demi apa pun, Angga kapok mengejek Shafa, karena cubitan gadis itu mematikan.
*****
Tamparan keras ia dapatkan. Sementara pemuda itu hanya menunduk, karena merasa bersalah.
"Bukannya saya sudah bilang, belikan obat di apotek biasa! Malah cari ke tempat yang lain. Mikir apa enggak sih, kamu, hah?"
Lagi-lagi tamparan menyakitkan itu ia dapatkan.
"Maaf, Bu ...," ujarnya menyesal dengan kepala yang semakin tertunduk dalam.
"Saya nggak sudi dipanggil ibu oleh anak bodoh sepertimu!" Kata-kata wanita itu terasa sangat menyakitkan. Menancap begitu dalam di relung hatinya, dan menyisakan luka yang tak kunjung hilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔DAVKA
Teen FictionAll Right Reserved ©2018 Windarti Rahma Dani Start: 17 September 2018 Selesai: 28 November 2019 Revisi: 17 September 2020-23 September 2020