√DAVKA ~ 2

7.1K 677 12
                                    

Hal yang paling Davka suka, adalah saat-saat berkumpul dengan para sahabatnya. Ia sendiri paham. Tanpa mereka, ia bukan siapa-siapa. Shafa, Angga, dan Deon, adalah tiga orang yang sangat berharga untuk Davka. Mereka orang-orang baik yang mau berteman dengan dirinya, walaupun mereka tahu, jika hampir seluruh teman-teman sekolah membencinya.

"Ka, udah ngerti belum?" tanya Angga kepada sahabatnya itu.

Davka nyengir, sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Belum," jawabnya dengan wajah polos yang membuat siapa saja gemas ingin mencubit pipinya itu.

Omong-omong, Davka memang bukan seorang yang pintar dan bisa dibangga-banggakan, juga diingat kenangannya suatu saat nanti. Pemuda itu memang sedikit kesulitan menerima pelajaran. Otaknya hanya bisa mengingat dan menyimpan memori sedikit saja. Mungkin. Jadilah, ketiga sahabatnya itu harus mengajarinya berkali-kali.

Angga mendesah, lalu mengacak pelan puncak kepada Davka. "Ya udah, gak apa-apa. Gue ajarin lagi, ya? Perhatiin bener-bener!"

Davka mengangguk dengan wajah imutnya.

"PR yang kemarin, udah dikerjain belum?" tanya Shafa.

"Iya, udah," jawab Davka. Mata bulatnya kini fokus menatap baris demi baris rumus yang tersaji di atas buku milik Angga.

"Ga, ini gimana?" tanya Davka, sembari menunjuk bagian yang membahas tentang materi logaritma.

Angga mulai menjelaskan dengan sabar, kepada Davka. Membuat pemuda itu manggut-manggut, seolah mengerti. Walaupun ia hanya mengerti sedikit, setidaknya ia mau belajar.

"Nah, kalo soal nomer 3, lo ngerti gak?" tanya Deon kepada Davka.

Davka memperhatikan soal nomer tiga, dengan saksama. "Sedikit," jawabnya.

Ketiga sahabatnya itu terkekeh, "Gak apa-apa, tapi lu harus belajar lebih rajin, oke?"

Davka tersenyum, lantas mengangguk, "Pasti. Makasih ya, temen-temen."

*****

Bel istirahat berdering dengan nyaringnya. Membuat para siswa dan siswi bertebaran keluar kelas menuju kantin, untuk menuntaskan dahaga dan lapar mereka.

"Kantin, kuy!" ajak Deon kepada tiga temannya itu.

"Kuylah!" sahut Angga semangat.

Shafa mengangguk. "Hayuk, Ka," ajak Shafa.

Davka tersenyum, lantas menggeleng, "Enggak, deh. Aku udah sarapan di rumah," ujar Davka-berbohong. "Lagian, kata ibu gak boleh jajan sembarangan. Kata ayah juga, masakan ibu lebih sehat."

Deon mendesah, "Iya deh, anak Ibu," guraunya. "Tapi beneran, gak mau ikut? Ayolah! Gue traktir, deh!" ajak Deon.

Sebenarnya, Davka tertarik, tetapi ia tak boleh begitu. "Aku udah kenyang, Deon. Kalian bertiga aja, sana. Nanti jam istirahatnya, keburu abis."

"Ya udah, deh. Beneran nih, lo gak mau ikut?"

"Iya, aku udah kenyang."

Ketiga sahabatnya itu, akhirnya berlalu ke kantin.

Davka tersenyum pedih. Ia ingin seperti temannya, berkumpul di kantin dan menikmati santapan bersama-sama. Hanya saja, ada alasan yang membuatnya tidak bisa melakukan itu. Davka kemudian melemparkan tungkainya menuju kamar mandi. Mengunci diri di dalam sana, mendudukkan bokongnya dan bersandar di pintu kamar mandi. Mencengkeram erat perutnya, memejamkan mata dan menikmati segala rasa sakitnya.

Davka berdiri, lalu membuka salah satu keran di wastafel, membasuh wajahnya berkali-kali, lalu menghirup air ke dalam mulut dan meneguknya.

Mungkin terkesan jorok. Namun, bagaimana lagi? Perutnya terasa lapar sekali. Ia begitu munafik, bukan?

Tentu saja ia berbohong jika ia sudah sarapan. Tentu saja ia berbohong jika ibunya pernah berkata lembut seperti itu padanya. Memperingatinya agar tidak jajan sembarangan. Dia mendengar itu, saat ibunya berkata pada kedua anaknya yang lain.

Ah! Davka sudah terlalu kebal dengan semua itu.

"Muka kamu jelek. Pucat, kayak hantu." Davka memperhatikan wajahnya di cermin besar di dinding atas wastafel. Lalu ia tertawa pelan.

Ia kemudian membasahi bibirnya berkali-kali, agar bibir pucatnya tersamarkan.

"Kayaknya aku harus sering basahin bibir, biar gak pucat," katanya.

Setelahnya, pemuda itu melangkahkan kaki keluar kamar mandi dan melangkah menuju perpustakaan. Siapa tahu otaknya yang kata ibunya kosong itu, bisa terisi dengan sedikit kata-kata ajaib yang tersusun rapi dalam sebuah buku rumus matematika.

*****
TBC

Pendek kan? Emang.
Inikan cerita pendek:)

22/8/18
Revisi: 23.09.20

✔DAVKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang