A|n: Sorry aku buat Author notenya malah di atas. Tapi aku mau nginfo biar kalian enggak bingung sama alur cerita ini. Setiap puisi yng mereka buat itu alurnya maju ya, tapi kalau ada chapter yng brjudul nama mereka, nah itu enggak maju guys, tapi maju-mundur. Aku buat chapter yng kaya gitu supaya kalian bisa kenal karakter mereka semua, dan kalau kalian teliti kalian bisa dapetin clue kalau mereka ternyata saling memperhatikan^-^. Lalu untuk chapter yang ini dan selanjutnya nanti, itu lanjutan dari puisi(dalam artian alur maju). Okaay! Semoga kalian mengerti>.<
Pintu menuju balkon ruang sketsa terbuka lebar, tapi satupun dari kedua laki-laki itu tidak beranjak ke sana. Mata mereka sama-sama fokus pada pintu masuk berwarna cokelat gelap.
Niko menggerakkan bibir, "Lo punya nama?"
Efrad mengangkat sebelah alis, tapi dia tidak perlu repot-repot menatap ke arah Niko. "Punya."
Bibir Niko merekah, entah mengapa ia jadi bersemangat hingga mengulurkan tangan. Tenang. Niko straight. Dia hanya terkesan pada pembawaan laki-laki di sampingnya, meski terlihat cuek tapi mau saja menanggapi pertanyaan absurdnya.
Barulah laki-laki itu menoleh. "Efrad," ujarnya menyambut tangan Niko, lalu mengangguk kecil.
"Nicholas," jawabnya, tersenyum bersahabat.
Pada saat itu juga pintu berderit, seorang gadis yang kuncirannya hampir lepas masuk. Begitu dilihatnya kedua sosok laki-laki itu ia refleks mundur, bukan hanya takut, tapi panik.
"Kok bisa?"
Efrad menatap Niko, dan yang ditatap itu malah mengerjap-ngerjapkan mata sambil menaik-turunkan bahunya.
"Jadi inisial E.M itu kak Efrad Motali!?" gadis itu bertanya retoris.
"Kita satu angkatan, sepertinya. Enggak usah panggil kak."
Niko mengusap-ngusap dagu, matanya terlihat menyelidik gadis itu berulangkali, hingga si gadis bergerak serba canggung. "Kayaknya gue pernah lihat elo deh."
Gadis itu mengernyit, menelan saliva diam-diam. "Saya..., di Jurnalistik," katanya agak berat. Belum diakui sebagai anggota, cuma bantu-bantu kak Niko.
"Oh. Kenalan yuk, gue Nicholas. Lo?"
Ia balik menjabat tangan, senyum ramah Nicholas membuatnya seketika lupa kalau Nicholas ini berbahaya menurut gosip yang pernah didengarnya sih.
"Saya Arum Yeko kak Nicholas Kornelius."
Niko otomatis tertawa, "Gue terkenal banget ya sampai lo tahu nama panjang gue? Udah ah ngomongnya santai aja enggak usah takut-takut gitu. Gosip yang beredar belum tentu bener, loh."
Skakmat!
Arum merutuki dirinya. Apa dia terbaca sejelas itu? Tapi tunggu dulu! Jadi Efrad dan Niko adalah dua dari tujuh orang yang menulis di buku itu bersama-sama dengan dia? Astaga! Arum tak habis pikir.
"Tapi dari kita bertujuh enggak ada tuh yang namanya A.Y," celetuk Niko, raut laki-laki itu menunggu jawaban.
"Itu..., posisinya gue ubah."
"Pantes—"
Efrad seketika menegakkan tubuhnya, matanya refleks berkeliaran ke seluruh penjuru ke mana saja pokoknya! Asal tidak gadis itu.
Niko yang ucapannya terpotong –oleh kehadiran gadis berponi selamat datang berpita warna biru di rambut yang menjadi ciri khasnya itu–membulatkan mulut.
"Gane?! Lo ngapain ke sini? Mau bikin sketsa?"
Ganesra tersenyum tanpa membuka suara. Niko makin terperangah. "Jangan bilang lo itu G.N, bukan lo kan?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Ceritera
Historia CortaBuku tua itu mempersatukan ketujuh anak muda yang menuangkan gelora rasa dalam tulisan. Mereka mengguratkan rahasia dalam kata-kata, menjadikan ruang, buku, dan pena saksi dalam keheningan. Bahkan mungkin merentangkan rahasia terkelam. Serta setiap...