Ganesra

6 2 0
                                    

"Gane!"

Suara dari balkon menyapa pendengaran Ganesra, oh, tidak sulit baginya untuk membedakan suara Septire dengan suara riuh siswa-siswi lainnya.

Dan hal itu juga yang membuat Gane enggan teman dekatnya itu berteriak. Bagimana tidak kalau setelahnya malah dia yang jadi pusat atensi orang-orang.

Sedangkan gadis dengan seragam kebesarannya dan rambut digelung tinggi itu hanya terkekeh tak peduli.

Septi melambai-lambaikan tangan, menyuruh Gane datang ke tempatnya berada. Hal itu cukup membuat Gane mendengus, padahal dia harus buru-buru pergi ke suatu tempat sebelum bel masuk berdering.

Dan Septi tahu hal itu, tapi apa sih yang ada dipikiran temannya itu? Untungnya Gane anak yang penurut, jadi dia melangkahkan kaki ke koridor dengan gesit untuk menjumpai Septi, dan tentu saja mengomelinya setelah bertemu.

"Eh!" spontan Gane memberontak, tapi setelah dia sadar bahwa Septi yang menyeretnya Gane berubah lagi menjadi anak yang penurut.

"Apaan sih Sep?" dumel Gane begitu mereka ada di sudut bawah tangga.

"Lagi?"

"Apanya yang lagi?" tanya Gane seraya merapikan rambutnya yang agak berantakan, posisi jepit rambut pita berwarna biru dia benahi agar terlihat lebih manis. Tak lupa Gane meniup-niup poni selamat datangnya.

"Lo mau nulis lagi di sana?" ucap Septi cepat.

Gane mengangguk, "Iya, makanya cepetan bilang ada urusan apa lo manggil gue. Waktu gue udah mepet nih, kalau gue enggak jadi nulis ini semua bakal jadi salah lo Sep, mesti tanggung jawab lo mah," desak Gane, air mukanya agak mengeruh.

Kepala Septi menggeleng, matanya yang tajam menusuk Gane, "Sampai kapanpun lo enggak bakal di notice kalau nulis di sana. Atau bahkan, enggak ada gunanya lo lakuin itu."

"Sep, lo salah." Helaan nafas Gane berubah berat, binaran matanya yang lugu mengusik tatapan tajam Septi. "Bukan itu tujuan gue, lo bener-bener salah."

"Jadi apa? Apa tujuan lo?"

Riuh koridor tidak mempengaruhi Gane, baginya keadaan sekitar hanyalah keheningan, sampai suara cetus Septi menggema kuat di telinganya, menghancurkan kesenyapan itu.

Perlahan namun pasti bibir Gane membuka, "Saksi bisu. Gue menjadikan mereka saksi bisu."

"Gimana bisa bisu kalau orang-orang lain juga punya hak di kertas dan pulpen yang sama Gane? Biarpun peminatnya dikit bangettt, tapi mereka bisa baca!"

Suara jernih Gane memecah, "Tulisan itu bisa ambigu Sep. Lo cuma mampu berprasangka, dan hanya sedikit orang yang benar-benar bisa mengartikan."

CeriteraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang