Efrad

6 2 0
                                    

Kuapan panjang itu disambut senggolan oleh seorang pemuda berkulit sawo matang.

"Ayolah Ef, jangan istirahat dulu. Sedikit lagi kok ini," katanya sambil menepuk bahu Efrad yang agak menurun, lelah.

Melalui kacamata Efrad menatap temannya itu bingung, "Gue enggak bilang kalau mau istirahat kok," ucapnya seraya kembali memandangi hasil desainnya.

"Enggak kayak yang gue tahu ini," celetuknya lagi, sontak Tama tersindir. "Iya, iya," balas Tama mengaku.

Efrad melepas kacamatanya, "Tam, abis desain brosur festival ini kerjaan gue udah selesai, 'kan?"

"Yo'a Ef, makasih atas partisipasinya ya."

"Gue belum kelar loh Tam, lo kok udah ngucap aja?" Tama tertawa, bola matanya tampak riang.

"Festival aneka suku bangsa ini...," Tama menggantung kalimatnya hingga mencuri atensi Efrad lagi.

"Kenapa?"

"Lo ikut, 'kan?

Efrad tersenyum samar, "Mungkin," jawabnya ringan. Tama terdiam, meresapi satu kata tanpa emosi yang Efrad lontarkan, tapi hasilnya sama, Tama tak mendapatkan apa-apa.

Begitu tangannya menarik kenop pintu sesaat itu juga sinar matahari menyambar penglihatannya. Langkah Efrad berubah lambat, mata lelahnya berubah menjadi serius begitu menemukan seseorang di ujung koridor.

"Komputer bisa diprogram, bahkan gue bisa desain gambar sesuai yang gue mau. Tapi, hati gue gak bisa diprogram bahkan didesain semudah itu," batinnya mengeluh.

CeriteraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang