Ceritera 2

6 1 0
                                    

"Apa ini makna kiasan atau sebenarnya, gue enggak tahu." Niko menggeleng pasrah, badannya ia telentangkan di rerumputan. Tentu saja Niko tidak akan sudi merebahkan badan di tempat yang kotor. Rumput jepang di sayap kanan sekolah bagian depan bersihnya luar biasa.

Siapa dulu ketua tim ketua kebersihan? Nicholas Kornelius!

"Lagian puisi gue selalu paling polos dari kalian," curhatnya pada Gane yang melingkari beberapa kata di puisi Jose.

Niko membuka mulutnya lagi, "Ini sengaja?"

"Apanya?"

Buru-buru Niko bangun dari posisi baringnya, telunjuk ramping itu menumpu pada satu kata yang dilingkari tebal. "Kenapa hujan?"

Mata Gane menerawang jauh, "Gue cuma membayangkan. Kemarin sewaktu gue baca puisi ini di rumah, kata hujan ini yang paling ngena di hati gue, kalau lo?"

Melihat ekspresi Niko dan bagaimana mulut laki-laki itu membentuk huruf 'O' Gane langsung sadar, kalau Niko belum mencoba apa yang seharusnya laki-laki itu lakukan untuk memecahkan kasus ini.

Gane mengambil tangan Niko, membalikkan punggung tangannya dan meletakkan kertas buku tulis itu mantap. "Enggak cukup baca dalam hati Nik, terkadang lo harus ucapkan lewat mulut supaya bisa dapetin poin itu."

Satu tangan Niko fungsikan sebagai bantal, satu lagi dia gunakan untuk memegang kertas puisi Jose. Dia membaca dengan posisi berbaring, dan Gane tidak kontra dengan cara Niko itu.

Selagi menunggu Niko selesai membaca Gane bangkit berdiri kemudian berjalan mondar-mandir, mengekspresikan betapa ia sedang berusaha memecahkan maksud puisi atau bisa juga disebut petunjuk keberadaan Jose.

Suara Niko yang jelas namun tenang bagaikan tempo yang menentukan setiap pijakan yang Gane ambil.

Niko mengusap matanya yang sedikit gatal, karna itu pula dia menyempatkan diri menatap langit alih-alih lanjut membaca. Niko beranjak dari posisi tidurannya spontan!

"Kenapa Nik?" tanya Gane penuh harap.

Niko tersenyum senang memperlihatkan giginya. "Gue dapet!!" Cepat-cepat Gane mengambil pensil dari permukaan rumput jepang, digarisinya kata-kata yang sesuai dengan permintaan Niko.

"Sekarang lo bisa jelaskan?"

Kepala Niko mengangguk mantap, wajahnya serius dan tegas. "Firasat gue nih kata terbuka sama kala itu langit akan selalu menyorot itu berkaitan. Gini aja deh," ucapan Niko berjalan selaras dengan tangannya yang menarik Gane ke tempat ia tadi tiduran.

"Sekarang lo baring, tapi jangan tutup mata. Pandang ke atas, dan coba selami apa yang gue maksudkan tadi." Tanpa berceloteh Gane menurut.

Kedua alis Niko terangkat kala Gane bangun dari posisi rebahan. Dan sebelum Niko bertanya Gane lebih dulu mendesis, "Yeah, I got it."

"Penjelasan yang dibuat Jose ternyata terperinci, tapi biarpun di sini kita bisa lihat momen yang mirip sama puisinya Gan, tapi kita enggak bisa melantangkan kerinduan berbalut luka di tempat ini, 'kan?"

"Gimana kalau kalimat itu hanya sekedar kiasan?" Gane berucap masih dengan menunduk menatap rumput-rumput yang dipijak sepatunya.

Niko mengedikkan bahu, "Setidaknya kita bisa dapat interpretasinya dikit." Begitu Niko menyelesaikan perkataannya Ganesra mendongak tiba-tiba, "Ini udah jam berapa, Nik? Kita harus cepat temuin yang lain!"

"Ganesra!"

Arum setengah berlari ketika kedua orang yang dicarinya dia temukan. "Ayo cepat ngumpul, tinggal kalian berdua yang belum datang," tutur Arum cepat.

CeriteraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang