Dengan tergesa-gesa Senja menuju ruang UGD. Perasaan cemas sedari tadi menghinggapi dirinya. Air matanya sedari tadi tidak mau berhenti. Dibelakangnya Nean mengikuti dengan setengah berlari.
Saat sudah sampai di depan ruang UGD, Senja menemukan Surya yang tengah duduk di atas lantai. Wajahnya tertunduk. Senja menghampiri kakaknya ia menepuk pelan bahu Surya. merasa seseorang menepuk bahunya Surya mendongak mendapati adik kesayangannya. Surya berdiri dan merengkuh tubuh Senja ke dalam pelukannya. Tangis Senja pecah. ia tak ingin terjadi sesuatu kepada orang tuanya.
"Kamu sabar. Dokter lagi nanganin mama sama papa" ujar Surya sembari mengelus punggung Senja.
Beberapa lama mereka berpelukan, tangis Senja sudah mereda. Surya melerai pelukan tersebut. ia menuntun Senja untuk duduk di kursi yang disediakan di depan ruang UGD. Ia kembali mengelus rambut Senja. Mencoba menenangkan Senja meski dirinya sendiri khawatir. Mata Surya tak sengaja melihat Nean yang tengah duduk tak jauh dari mereka berdua. Ia tersenyum ke arah Nean.
Setengah jam berlalu, seorang dokter keluar dari ruangan tersebut.
"Dengan keluarga tuan Fikri Ramadhan dan Ibu Rani Natawiratmaja?"
Nean dan Senja langsung bangkit dari duduknya.
"Saya dok"
"Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tetapi pendarahan yang terjadi di kepala ibu Rani membuat nyawanya tidak bisa di tolong. Untuk bapak Fikri ramadhan beliau koma. Kalian berdua yang sabar ya. Saya permisi dulu" dokter tersebut pergi meninggalkan Surya dan Senja.
Surya menutup matanya memahami penjelasan dokter tersebut. perlahan air mata Surya jatuh. Sedangkan Senja membekap mulutnya. Menahan jerit tangis. Air matanya luruh semakin deras. Badannya bergetar semakin hebat. Mataharinya menghilang.
***
Jenazah Rani, ibu Senja sudah datang di rumah duka. Widya, Tasya, Lawrena, Andrew, Gerald, Bryan, Dean, dan Nean berada disana. Bagaimana mereka semua bisa berada disana? Tentu saja Nean yang memberitahu semuanya. Ia tahu Senja saat ini membutuhkan teman-temannya.
Senja menangis melihat jenazah ibunya yang tengah terbujur kaku. Orang-orang membaca ayat-ayat suci Al-quran. Surya pun sama. Teman-temannya pun ikut membacakan ayat-ayat suci tersebut. senja beranjak dari duduknya. Ia menuju kamar.
Ia menyambar handphonenya. Ia mengetik beberapa nomor yang sudah ia hafal. Nomor Raka. Iya. Senja membutuhkan Raka.
Panggilan pertama tidak diangkat. Senja mencoba kembali panggilan kedua juga sama tidak diangkat. Senja mencoba mengirim pesan untuk Raka.
Senja:
Rak, gue butuh lo. Lo dimana?
Senja menunggu pesan tersebut dibalas. Tetapi ia juga tidak mendapat balasan. Ia mencba mengirimkan lagi.
Senja:
Rak lo dimana?
Senja:
Lo bisa ke rumah gue nggak?
Senja mencoba menelfon kembali handphone Raka. Berkali-kali ia menelfon. Tetapi ia tidak mendapat jawaban.
Tok..tokk.. tok..
"Dek udah waktunya pemakaman mama"
"Iya kak. Bentar lagi gue turun"
Senja meletakkan handphonenya. Tidak ada gunanya memberi kabar Raka. Raka terlalu abu-abu.
***
Pemakaman ibu Senja berjalan dengan lancar.
"Lo yang sabar ya nja kita pergi dulu" ujar Widya. senja mengangguk. Tidak terlalu memperhatikan. Yang ia perhatikan hanya gundukan tanah yang kini berada di handapannya. Tanah yang memisahkan dirinya dengan ibunya.
"Kenapa mama tinggalin Senja? Kalau mama pergi siapa yang bakal ngurusin Senja, bang Surya, sama Papa?"
Air matanya mengalir. Ia memeluk batu nisan ibunya. Sesekali ia mencium batu nisan tersebut.
"Ayo kita pulang dek" ajak Surya.
"Abang duluan aja. senja mau disini dulu sama mama"
Surya menghela nafas panjang. Ia beranjak meninggalkan Senja. Senja butuh waktu sendiri.
***
Raka dan Sisi tengah asik-asikan bermain di dufan. Sesekali mereka menaiki wahana wahana yang disediakan di Dufan. Kini mereka berdua tengah menikmati minuman yang tadi ia ia beli. Raka menyruput minuman tersebut. sisi pun sama. Ia menikmati waktunya dengan Raka. Pacarnya. Garis bawahi. Raka pacarnya.
Buk.
Saat tengah asik-asiknya meminum minumannya tubuh Raka terhempas akibat tinjuan keras yang mengenai rahangnya. Dean. Deanlah yang melakukan hal tersebut. Dean menarik kerah baju Raka. Pukulan demi demi pukulan hinggap di wajah Raka.
"Anjing lo" Dean menendang perut Raka. Raka yang tak terima langsung menghindar dan membalas pukulan Dean. Terjadilah adu pukul diantara mereka berdua. Sisi yang menghilang tersebut hanya membekap mulutnya. Ia terlalu takut untuk memisahkan mereka berdua.
"Lo kenapa dateng-dateng mukul gue bangsat!" ujar Raka sembari mengeratkan cekalannya pada kerah baju Dean.
"Harusnya gue yang tanya lo. Lo ngapain disini? Goblok tau nggak lo!! Lo bahkan gak tau kalau nyokap Senja meninggal. Yang lo pikirin Cuma Sisi. Pacar lo yang gak tau malu itu" raka tidak mengerti arah pembicaraan Dean.
"Jangan asal kalau ngomong!!"
"Gue nggak ngasal. Coba lo cek handphone lo udah berapa notif yang masuk" ujar Dean diiringi seringaian di wajahnya yang babak belur.
Raka menghempaskan kerah baju Dean. Ia merogoh saku celananya. Matanya membulat mengetahui notifikasi yang masuk.
58 panggilan tak terjawab
42 pesan yang belum dibaca
Dengan secepat tenaga Raka pergi meninggalkan Dufan dan Sisi tentunya. Di pikirannya sekarang hanya satu. Senja membutuhkannya.
***
TBC :*
![](https://img.wattpad.com/cover/138574621-288-k402280.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SENJA (COMPLETED)
Teen Fiction(Beberapa chapter di privat! Follow dulu sebelum baca!)❤ "Bagaimana rasanya jika kalian menyukai sahabat kalian sendiri??" -Senja Adisinta Natanegara "Sahabat ya sahabat pacar ya pacar. yang namanya sahabat gak akan pernah bisa jadi pacar!" -Raka Ju...