Entah aku harus merasa bersyukur atau mengeluh. Aku Naomi Saraswati, seorang wanita dewasa yang sudah berusia 29 tahu, diambang 30 tahun. Masih single, dan mempunyai toko bunga yang cantik. Aku memang orang yang romantis, karena hobiku dengan bunga...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Wahyudi Priyambodo. Pria dengan kacamata berbingkai hitam dan mempunyai tahi lalat di jidatnya. Persis di tengah pertemuan antara kedua alis Cakep kan? Matanya juga tajam kalau menatap. Membuat setiap wanita jadi klepek-klepek dan minta dipeluk.
Nah itu yang terjadi padaku dulu, saat aku masih duduk di bangku kuliah dan jatuh cinta sama sosok Wahyudi ini. Mantan terindahku. Karena bersamanya aku menjalani hampir 4 tahun masa pacaran. Aku pikir dialah jodohku, calon dari ayah anak-anakku. Bahkan udah membayangkan menua bersama sampai ubanan. Dulu malah saking romantisnya kita suka berdebat siapa yang akan meninggal terlebih dahulu. Gila kan? Yah tapi itu dulu. Sekarang ya udah gak ada rasa lagi. Kayak sayur tanpa garam.
"Nomi... nom nom. Mana pernah aku lupa. Sejak dulu juga tubuh kamu kecil terus Ya?"
Tuh kan. Aku jadi salting ini. Di tatap beberapa orang yang bersama dengan Wahyudi. Aku sedang kondangan ini ceritanya. Sama si Erin yang entah menghilang kemana saat melihat makanan. Kebetulan lagi ini teman kuliahku yang nikah jadi yah tetep ketemu ama mantan kan? Apalagi mantan yang satu ini.
"Itu artinya aku awet muda. Lha kamu makin keliatan tua."
Kutunjuk dirinya uang saat ini memang terlihat lebih tua. Kok aku dulu tergila-gila sama dia Ya?
"Ya kan aku udah dewasa nomi sayang. Kamu gimana kabar? Udah nikah?"
Aih paling males kalau ditanya tentang hal itu. Ada gak sih pertanyaan yang lain kayak kapan nikah, hamil dan punya anak? Gak sekalian tanya kapan masuk surga?
Aku paling sebel. Tapi mau menghindar sampai ke mana juga tetep aja orang nanyain itu.
"Lha kamu sendiri apa ya udah nikah?" Wahyudi berdiri dengan sombong di depanku. Jas warna merah hati yang memeluk tubuhnya yang masih tegap itu memang pas. Tapi aku bisa melihat ada uban yang mengintip di sela rambutnya. Nyempil kayak upil di hidung.
"Udah nikah dong. Dulu sih kamu gak mau aku nikahin."
Iuh banget ucapannya. Siapa yang gak mau dinikahi? Lha wong dia mau nikahin aku setelah menghamili sahabatku. Lha itu kok bilang mau nikahin... setereeeeesss ini anak.
"Kamu nikahnya sama Alya kan?"
Tapi Wahyudi menggelengkan kepalanya.
"Enggak. Dia kan udah hamil terus gak mau nikah sama Aku. Ya udah cari cewek lain lagi yang masih perawan."
Huex. Aku mau muntah. Ini orang kata-katanya sampah banget deh. Kenapa aku dulu kok cinta banget Ya? Pake nangis seminggu di kamar saat putus.
"Owh.."
Saking bingungnya mau bilang apa akhirnya aku cuma ber owh ria. Dan kuedarkan tatapanku ke seluruh ballroom hotel mewah ini. Kok Erin juga belum nunjukin kepalanya gitu. Udah males aja aku di sini.
"Adeknya.."
Waduh. Merinding ini.
Dari kerumunan orang-orang sosok Kairo tampak menonjol. Tinggi badannya dan juga wajahnya itu bisa menjadi pembeda dari yang lain.
Dia melangkah dengan tegas ke arahku lalu merangkulkan tangannya di bahuku.
"Aku cariin juga. Tadi ketemu mbak Erin di stand es krim."
Tuh ini anak, manggil Erin mbak kok ya manggil aku adek. Padahal aku ama Erin juga tuaan aku kemana-mana.
"Siapa kamu nomi?"
Suara wahyudi membuat aku mengalihkan tatapanku ke arahnya. Dia menatap Kairo lekat.
"Halo om, saya tunangannya adeknya ini."
Busyet deh. Kairo dan segala kepedeannya.
Wahyudi tampak mengernyitkan kening dan tidak suka.
"Aku bukan Om kamu, lagian aku ini temennya Nomi. Kenapa kamu panggil dia dek dan aku Om?"
Skak mat.
Tapi wajah Kairo malah terlihat santai dan kini merangkul aku lebih rapat.
"Ya kan tetep aja udah om-om. Udah sana om diliatin anaknya tuh."
Kairo menunjuk seorang anak berusia 5 tahun berlari ke arah Wahyudi. Tentu saja pria itu langsung berlari mengejar anak itu. Lalu seorang wanita muncul dan Wahyudi tampak marah. Ngomel berdua di depan anak kecil itu. Kasihan.
"Itu dosen kamu apa?"
Pertanyaan Kairo membuat aku menggelengkan kepala.
"Aku mau pulang." Aku udah males berada di sini.
"Aku anterin ya adeknya.."
*** Erin masih cekikikan di belakang mobil. Kami akhirnya pulang dengan diantar kairo. Dan selama perjalanan ini ada saja omongan Kairo yang membuat tertawa.
"Om.."
"Ya?"
Kairo kini menoleh ke arahku. Aku duduk di sebelahnya dan Erin di jok belakang.
"Kok kenal ama pengantin?"
Kairo kini tersenyum
"Mita pengantin ceweknya itu sepupu aku."
"Sepupu? Pantesan," jawabku refleks. Dan Kairo kini mengusap rambutku dengan lembut. Membuat ' cieeee' dari si Erin di belakang makin terdengar jelas.
"Hust berisik."
Aku menoleh ke arah Erin yang kini menyeringai lebar.
"Apaan sih Mi. Biarin aja gak usah malu. Lagian nih ya kamu tadi asyik ngobrol ama mantan kamu itu. Lah dulu itu cakep ya si Wahyudi kok tadi udah kayak om-om mesum gitu sih. Heran kenapa dulu kamu suka ya ama Dia?"
Koprol deh akunya. Kenapa Erin malah buka rahasia sih?
"Mantan siapa Mbak Erin?"
Waduh.
Kairo sudah menoleh ke arah belakang untuk melihat Erin. Dan tentu saja aku panik karena Kairo tidak menatap depan.
"Woiii lagi nyetir ini."
Aku menepuk bahu Kairo tapi bukannya menatap depan Kairo malah menatapku. Pipinya memerah. Dan dia mengusap bahunya yang aku tepuk.
"Ahhh adeknya nyentuh Aku? Seneng deh."
Astogeehh...
Aku kembali mencubit lengan Kairo untuk membuatnya fokus lagi ke depan. Dan akhirnya dia menghadap depan lagi serius mengendarai mobil. Tapi celetukannya membuat aku keki..
"Kalau adeknya udah mau nyentuh-nyentuh aku itu artinya kamu udah suka kan ama aku? Aih seneng nya.. "