1

4.2K 282 12
                                    

Author POV

Pagi itu jalan terasa lenggang. Hanya ada satu orang yang berjalan ke arah SMA paling bergengsi itu. Pria dengan surai merah, tatapan mata yang tajam, dan senyum yang mematikan. Dialah Akashi Seijiro. Anak dari seorang pengusaha tersukses di Jepang. Sebagai anak tunggal tentu saja Akashi dididik dengan amat sangat baik dan ketat oleh keluarganya, dan hasilnya dia menorehkan segudang prestasi disekolah. Selalu tampil sebagai juara umum setiap tahunnya, menjadi ketua tim basket dan berhasil membawa timnya menjadi pemenang di kejuaraan nasional, memenangkan kejuaraan shogi tingkat nasional, dan masih banyak lagi. Percayalah, akan sangat lama jika aku babarkan prestasi Akashi.

Lalu kenapa seorang Akashi Seijiro jalan kaki ke sekolah?

Karena dia melakukan kesalahan yang membuatnya diusir secara tidak hormat dari rumahnya.

Dan sekarang seperti inilah. Seorang yang absolut seperti Akashi harus rela tidur dikontrakan yang sederhana dan melakukan segalanya dengan sederhana pula. Orang tuanya bukannya tak mau tanggung jawab dengan kehidupan Akashi, mereka hanya membatasi uang yang mereka kirimkan untuk anaknya itu. Tapi bukan Akashi jika dia menyerah dengan keadaan seperti itu, asal kalian tahu saja. Tak ada satu hal pun yang tak bisa Akashi lakukan di dunia ini, ingat dia Absolut.

____***____

Akashi POV

Suasana kelas masih sama saja. Aku duduk di depan meja guru, tempat paling nyaman dikelas ini. Tapi bisik-bisik di belakangku terdengar semakin jelas saja sekarang.

"Eeeeeeee, apa..??? Dia diusir dari rumah?"

"Iya, kudengar dia diusir secara tidak hormat oleh keluarganya."

"Lalu bagaimana dia bisa hidup sekarang?"

"Orang tuanya masih mau membayar biaya sekolahnya. Tapi uang untuk kebutuhan sehari-harinya dibatasi."

"Tegas sekali orang tuanya."

"Tapi dia salah apa sampai diusir seperti itu."

"Aku juga kurang tahu. Tapi ada yang bilang dia berkelahi hingga lawanya masuk rumah sakit dan meninggal."

"Waaaaa... tapi dia tidak dipenjara?"

"Orang tuanya itu orang terkaya di Jepang. Apa yang tidak bisa dia lakukan. Dia bisa berdamai dengan keluarga korban, uang itu segalanya kau tahu."

"Hmmmmmmm.... Aku jadi ragu untuk berteman dengannya."

"Urungkan niatmu menjadi temannya. Dia tak akan mau berteman dengan kita, bukan levelnya."

"Hahahahahahahaha... kamu yakin? Setelah keadaannya yang lebih buruk daripadaku itu, dia masih pilih-pilih teman?"

Arrrggghhhh. Aku bosan menjadi topik pembicaraan. Seminggu ini mereka bebas berbicara tentangku, dan aku mendengar semua cemoohan mereka. Entah kenapa ruangan ini tak senyaman dulu.

Dulu, semua tunduk terhadapku. Tak ada yang berani menyanggah apa yang dititahkan seorang Akashi Seijiro. Aku fikir dulu mereka berteman denganku, mereka menemaniku ke kantin, mereka selalu mengekor di belakangku, mereka selalu memujiku. Dan sekarang? Mereka jelas-jelas menghinaku.

Semakin hari, semakin panas saja kuping ini mendengarkan ocehan semua teman sekelasku. Aku berdiri dari bangku, berjalan pelan menuju pintu kelas. Sebentar lagi pelajaran ketiga akan dimulai, tapi aku ingin keluar dari neraka kecil ini. Ketika aku sampai pintu suasana kelas berubah hening, aku menatap gerombolan perempuan yang tadi menggosipkanku. Kutatap saja, mereka menundukkan wajah. Aku berjalan sepanjang koridor, guru matematika melewatiku menanyakan kenapa aku tak masuk kelas. Aku hanya menatapnya dan dia menunduk diam. Sepertinya pesonaku belum hilang.

Aku bersandar di tempat penyimpanan air yang ada di atap sekolah. Aku ingin tenang melewati semuanya. Aku benci ada di kelas, dan walaupun aku tak mengikuti pelajaran aku yakin nilaiku tak akan turun. Aku terdiam menatap langit biru di depanku. Cerah, hanya ada sedikit awan. Aku memejamkan mataku.

"Akashi-kun. Bagaimana kabar hari ini?"

"Akashi-chin. Mana janjimu? Mana maibou-ku?"

"Akashi, bagaimana kalau latihan minggu depan di Rakuzan saja. Disana banyak gadis dengan oppai besar."

"Jaga bicaramu-nanodayo. Kalau mau latihan jangan lihat yang lain."

"Hei.. hei.. Akashicchi, minggu depan boleh tak ikut latihan? Aku ada pemotretan-osu."

Aku merindukan suara-suara itu. Mereka selalu berisik setiap hari. Mereka selalu mengacau, selalu berkelahi bahkan untuk hal kecil sekalipun, mereka kekanak-kanakkan. Tapi mereka tim terbaik yang pernah kubuat. Entah kenapa aku selalu tersenyum saat mengingat mereka. "Kita ini teman Akashi-kun."

Aku masih terdiam memandangi langit didepanku. Pikiranku melayang entah kemana. Bayangan teman setimku berkelebat bergantian di langit biru itu. Aku merindukan mereka, mungkin.

"Jangan Akashi-kun."

"Apa yang kau lakukan Akashi-teme. Dia pingsankah?"

"Dia tak berdenyut nanodayo."

"Apa yang kau lakukan Akashi-chin."

"Akashichii..."

Arrrggghhhhhhh. Kenapa ingatan itu muncul kembali. Aku masih ingat tatapan teman-temanku, tatapan takut. Hanya saat itu aku melihat tatapan takut mereka, tatapan takut yang bilang padaku untuk tidak mendekat. Hanya seorang yang menatapku sendu. Orang itu hanya menatapku dengan air mata yang mengalir deras. Tanpa berkata apapun dia berlari menyusul tiga temanku yang lain, menggotong mayat itu.

Aku benci kenangan ini. Aku ingin hilang ingatan saja. Entah sampai kapan aku bisa bertahan dengan semua ini. Aku jengah.

Aku ingin tidur. Aku mencoba memejamkan mata. Tapi bayangannya selalu ada di setiap tarikan nafas. Bayangannya sedang menyesap Vanilla milkshake, sedang tersenyum, sedang menjahili Aomine. Aku merindukannya sungguh.

"Tetsu..." aku bergumam pelan. Sangat pelan.

___***___

Membuka cerita baru. Sudah sejak lama ingin membuat cerita tentang Kiseki No Sedai. Kangen banget sama kuroko dkk.

Semoga ada juga yang suka dengan cerita ini nantinya. Karena saya seorang fujo. Mungkin cerita ini akan ada yaoinya.. hahahahahahahaha....

Selamat menikmati, jangan lupa vote dan coment. Jangan jadi sider lah.. hahahahahaha....

See you next chapter...

BLUE SUNSETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang