20

941 103 2
                                    

Murasakibara POV

Hari sabtu yang menyebalkan. Karena aku harus pulang. Iya, selama ini aku menginap di apartemen Muro-chin, kami selalu bersama. Tapi setiap hari sabtu aku harus pulang, dan kembali lagi ke apartemen Muro-chin minggu sore. Ibu sering marah jika hari minggu aku tidak dirumah.

Kami tinggal bersama sejak setahun lalu. Sejak aku kalah melawan Seirin, seharian aku tak ingin bangun dari tempat tidur Muro-chin. Aku juga enggan mendengar permohonan Ibu untuk pulang. Aku ingin disini, berada dikamar Muro-chin sangat nyaman. Apalagi jika dia tidur disampingku. Menenangkan.

Muro-chin juga pandai memasak. Aku tak pernah kelaparan jika disini. Muro-chin masak pagi, membuatkanku bento. Muro-chin juga selalu memasak makan malam. Sepulang sekolah kami berbelanja, kemudian sesampainya dirumah Muro-chin memasak dan aku menonton tv. Muro-chin tak pernah memarahiku, dia selalu tersenyum. Seperti malaikat.

Ahhh.... Aku merindukan senyumannya, merindukan pelukannya, merindukan hangat tubuhnya, merindukan bibirnya, merindukan bau tubuhnya, merindukan semuanya. Kenapa Muro-chin terlihat begitu sempurna.

"Mura. Sebaiknya kau pulang. Ini sudah ketiga kalinya Ayah dan Ibumu kesini." Ucap Muro-chin. Dia mengelus rambutku pelan. Aku berguling memunggunginya. Selimut menutupi seluruh tubuhku, kecuali kepalaku.
"Mura...." panggilannya masih pelan. Tangannya masih mengelus pucuk kepalaku pelan.

"Suruh mereka pulang. Aku mau menginap disini." Aku enggan menemui mereka. Hatiku masih kacau, seumur hidup baru kali ini aku merasa seperti ini. Perasaan ingin tinggal dan takut kehilangan. Hingga rasanya ingin bersama selamanya.

"Hhhhhhhhh...." aku mendengar Muro-chin menarik nafas panjang. Kemudian langkah kakinya menjauh. Terdengar samar dia berbicara dengan Ayah dan Ibu. Aku menarik semakin tinggi selimutku, hingga kepalaku tertutupi.

"Mereka sudah pulang Mura." Ucapnya pelan. Aku diam, terlalu malas untuk menjawab.

Tapi tarikan diselimut ini mengusikku. Muro-chin menarik lepas selimutku. Aku kaget, dan berusaha menutupi kembali tubuhku.

"Bangun. Setidaknya makan dulu. Aku akan memasak untukmu. Tapi kamu harus menungguiku. Jangan hanya tiduran disini dan bangun untuk makan." Titahnya, tanpa bantahan.

Aku berjalan pelan ke ruang tengah yang sekaligus terhubung dengan dapur. Aku enggan bicara, Muro-chin mengganggu waktuku bersama selimut. Aku marah.

Aku hanya diam memperhatikannya memasak. Muro-chin menggunakan apron berwarna biru muda, tangannya licah memotong sayuran dan daging. Badannya bergoyang kekanan dan kekiri, dia memasak sambil menyenandungkan sebuah lagu.

Aku tak tahu kenapa. Tapi mendengar gumaman pelan dari Muro-cin membuatku melangkah pelan, mendekatinya. Dan tanpa sadar aku memeluk tubuh itu dari belakang. Aku menyandarkan kepalaku yang lelah dipundaknya. Aku menghembuskan nafas lelah, seolah ingin melepaskan bebanku disana.

Muro-chin diam. Dia berhenti memasak, tangannya meraih daguku, dan berbalik. Dia kini menatapku, tatapan bingung.

"Kenapa Mura?" Tanyanya dengan alis bertaut.

"Aku tak tahu kenapa. Tapi Muro-chin terlihat enak." Ucapku. Aku melihat pipi Muro-chin memerah. "Boleh aku memakanmu?"

Tanpa menunggu jawaban aku memeluknya. Mengigiti lehernya pelan. Muro-cin berteriak pelan, memintaku untuk berhenti. Tapi bau badan Muro-chin membuatku semakin ingin memakannya.

******

Aku tersenyum kecil mengingat kejadian itu. Ahhh, aku merindukan masa-masa itu. Aku tak ingin pulang, ingin menginap disana dan bersama Muro-chin selamanya.

########

Author POV

Lelaki berperawakan besar dan berambut ungu itu tengah mengetuk pelan pintu rumahnya. Tak berapa lama kemudian seorang wanita setengah baya membukakan pintu, memeluk pemuda itu sayang, dan menariknya memasuki rumah.

Tak lama berselang rumah itu dipenuhi dengan canda dan tawa.

"Mura. Kenapa kau menginap dirumah temanmu terus? Apa kau tak tahu Ibu selalu merindukanmu?" Tanya sang kakak. Orang yang ditanya hanya diam sambil mengunyah cookiesnya.

"Iya Mura. Tinggal dirumah saja. Bersama ibu, kakakmu sudah bekerja, dan dia hanya pulang seminggu sekali. Kenapa kamu juga harus pergi?" Tanya Ibu.

Yang diberi pertanyaan masih enggan menjawab. Dan masih sibuk memasukkan cookies kemulutnya.

"Jangan merepotkan temanmu terus Mura." Titah sang ayah. Dan titan ungu itu masih tak perduli.

Suasana kembali hening.

"Bagaimana pekerjaanmu Ichi?" Tanya sang ayah.
Anggap saja nama kakak Mura adalah Ichi.

"Baik ayah."

"Apa kau tidak menemukan gadis yang baik disana." Pertanyaan dari ibunya ini membuat wajah Ichi merona. Dia menunduk malu untuk menjawab.

Sementara titan ungu itu telah menghabiskan cookies di piringnya. Semua makanan ringan telah habis, dan dia tak tahu harus makan apa lagi. Dirumahnya tak ada Maibou, ayah melarangnya memakan itu. Berbeda dengan di aparteman Himuro, Himuro bahkan membali lemari khusus untuk menyimpan Makanan ringan punya Murasakibara.

"Ayah. Aku keluar sebentar." Ucap titan itu sambil berdiri dan mengenakan mantelnya.

"Kemana?" Tanya ibunya.

"Hanya berjalan-jalan sebentar. Ke taman mungkin." Ucapnya acuh.

"Jangan pulang malam." Tanpa menjawab pernyataan ibunya, Mura pergi dari rumah. Melangkah pelan menuju supermarket dekat rumahnya. Membeli beberapa bungkus makanan ringan penuh micin, dan berjalan kearah taman.

Dibawah lampu taman itu dia duduk. Mengunyah makanan yang tadi dibelinya. Jauh didalam hatinya dia merindukan seseorang, seseorang dengan senyuman bak malaikat.

Baru kali ini Murasakibara perduli pada orang lain. Baru kali ini dia merindukan seseorang. Baru kali ini dia merasa kehadiran orang itu lebih penting dari puluhan makanan ringan disampingnya. Dan baru kali ini dia merindukan bibir yang rasanya jauh lebih manis dari coklat yang tadi dibelinya.

Dia jatuh terlalu dalam ke pelukan seorang Himuro Tatsuya. Dia terlalu ingin memiliki hingga amat sangat takut ditinggalkan. Hanya Himuro yang menerima sifat Childishnya, yang selalu meminta maaf ketika dia merajuk, yang bisa menenangkan emosinya hanya dengan sebuah pelukan atau sebuah kecupan ringan dipipinya. Yang membuatnya selalu bermimpi indah setiap kali mereka tidur dengan berpelukan.

Pemuda beriris ungu itu tengah memasukkan sebatang pocky pemulutnya. Dia duduk sendiri dibawah lampu taman. Tangan kirinya tengah memegang HP, dia menatap satu foto. Berisikan dirinya dan malaikatnya, mereka tengah tersenyum. Manis......

Dia sadar, dia jatuh cinta.

#######

Part MuraXHimu lagi...

Titan ini bisa rindu juga..
Ccciiieeeeeeeee....

Ehem...ehem...
Susah mencari sudut pandang Mura,,
Semoga ngak mengecewakan kalian... 😭😭😭

Minta Vote...

See you next chapter....

BLUE SUNSETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang