21

867 104 6
                                    

Kise POV

"Besok kutunggu kau distasiun. Aku ingin membeli sepatu. Jangan telat, aku akan ada disana pukul 11."

Aku membuka kembali pesan itu. Pesan dari Aomine-cchi. Kita janjian untuk bertemu besok. Membeli sepatu katanya. Tapi, apakah dia tak tahu kalau ajakannya menghabiskan hari minggu bersama, sama saja dengan kencan?

"Hhhhhhhhhhh......" entah kenapa aku merasa lelah. Perasaan ini menyebalkan. Kenapa dia harus datang lagi, bukankah kemarin dia menolakku? Dia tak menjawab pernyataanku, dia juga menghindariku beberapa hari, bahkan kemarin waktu pesta dirumah Akashi dia tak menanggapiku sama sekali.

"Apa dia tak tahu kalau aku sudah menyerah?"

Ya, aku menyerah. Menyerah dengan rasa yang semakin mencekik leherku, hingga susah menarik nafas. Menyerah dengan luka yang semakin menganga didalam hatiku, entah dengan apa bisa kusembuhkan. Menyerah dengan tatapan itu, tatapan mata yang enggan menatapku ada. Mata yang selalu menghindari kehadiranku. Cukup, aku menyerah dengan rasa sakit ini.

Dan ketika hatiku mulai tenang. Dia datang dengan tidak sopannya. Mengetuk lagi hati yang sudah kukunci. Membuka lagi luka yang baru saja kusembunyikan.

Dengan tidak sopannya dia mengobrak-abrik perasaan yang dengan susah payah ku tata. Hanya dengan sebuah pesan singkat, dia menghancurkan seminggu kerja kerasku untuk melupakannya.

"Hhhhhhhhhhhhh......." aku sungguh ingin menyerah.

****

Aku bangun pagi. Jam masih menunjukkan pukul 8. Aku bangun, membersihkan diri, memanggang roti untuk sarapan. Memilih baju yang akan kugunakan hari ini. Aku tak mempersiapkan apapun.

"Kise. Apakah kau punya acara hari ini?" Sebuah pesan singkat mengagetkanku. Dari Kasamatsu senpai.

"Hari ini aku berjanji untuk mengantar Aomine beli sepatu, senpai. Ada apa?"  Balasku.

"Tak apa. Hanya bertanya. Semoga harimu menyenangkan." Senpai membalasnya. Dan entah kenapa aku memikirkannya.

Memikirkan seorang Kasamatsu senpai. Aku mengaguminya. Sosok yang pemberani, pantang menyerah, tukang marah-marah, kadang menyebalkan, jahat, suka menendangku, suka melempariku bola basket, dan selalu tersenyum manis ketika aku berhasil mencetak angka.

Kenapa? Aku sering memikirkannya sekarang. Aku sering terbayang senyumannya, teringat tendangannya, mendengar teriakannya. Padahal dia tak berada didekatku. Seperti, aku merindukannya.

"Hahhhhhhhhh...." aku lelah. Perasaan ini membuatku bimbang. Sudahlah, aku harus bersiap dan menemui Aomine. Aku tak ingin terlambat dan mendapatkan amukan darinya.

########

Author POV

Seorang bersurai keemasan merapatkan kembali jaketnya. Padahal ini sudah jam 11 siang. Tapi hawa disekitar masih terasa dingin.

"Akan terasa nyaman jika aku berada dibalik selimutku dihari sedingin ini-ssu." Gumam pemuda itu sambil meniup telapak tangannya pelan.

"Jadi kau tak ikhlas menemaniku beli sepatu, Kise Teme?" Suara bariton yang berasal dari pemuda dekil itu mengagetkannya.

"Aomine-cchi." Ucapnya kaget. "Sejak kapan kau ada disitu."

"Belum lama. Tapi cukup lama untuk mendengarkan penyesalanmu." Ucap pemuda berkulit gelap itu acuh.

"Hahahahahahahaha... aku hanya bercanda Aomine-cchi. Aku bahkan menunggu hari ini. Hari dimana aku akan menghabiskan waktu denganmu. Kita kencan-ssu." Ucap pemuda bersurai kuning, tak tahu diri.

BLUE SUNSETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang