5

1.6K 212 9
                                    

Author POV

Sudah seminggu Kuroko dirawat di rumah sakit. Dia masih belum sadar. Dan setiap hari pula Akashi menungguinya dirumah sakit. Akashi bahkan menyuruh orang tua Kuroko untuk pulang dan berjanji dia akan menjaga Kuroko.

Setiap hari selalu ada anggota tim basket Seirin ataupun anggota Kisedai yang menjenguknya. Walau tujuannya bukan hanya menjenguk Kuroko tapi juga menghibur Akashi.

___***___

Murasakibara POV

"Aka-chin. Kau sudah makan?" Tanyaku ketika menjenguk Kuroko. Kulihat Akashi terduduk lesu di pinggir kuroko.

"Makanlah. Aku rela membagi makanan padamu. Tadi Muro-chin memberiku banyak makanan." Aku menyodorkan roti isi padanya. Tapi tak diambil. Aka-chin tak punya minat untuk makan.

Aku mengambil inisiatif. Aku menyobek sedikit roti itu dan menyuapinya pada Aka-chin. Dia memandangku sambil melotot, dan aku siap menyuapinya lagi.

"Sini, aku bisa makan sendiri." Dia merebut roti itu dariku dan mulai memakannya perlahan.

"Bagaimana keadaan Kuro-chin? Sudah ada perkembangan?" Tanyaku. Berbarengan dengan Muro-chin memasuki kamar inap Kuro-chin.
Aka-chin hanya tersenyum, kulihat Muro-chin membawa parsel buah-buahan segar.

"Muro-chin membawa itu untukku?" Tanyaku.

"Bukan Mura. Itu untuk Kuroko. Bukankah tadi aku sudah membelikanmu banyak Maibou?" Ucapnya pelan, sambil mengusap kepalaku perlahan. Ahhhh, nyamannya.

"Kalau mau pacaran. Diluar sana." Ucap Aka-chin ketus.

"Bagaimana keadaan Kuroko, Akashi?" Tanya Muro-chin.

"Kata suster tadi pagi dia sempat siuman beberapa jam. Dan kemudian tidur lagi, aku sedang menunggunya bangun." Ucap Aka-chin dengan nada sedih.

Kami lanjutkan obrolan ringan kami. Diselangi Aka-chin yang marah karena aku mengotori ruangan ini dengan bungkus kosong Maibouku.
Dan Muro-chin yang tertawa melihatku dimarahi Aka-chin.

"Bagaimana kabar orang tuamu?" Tanyaku.

"Mereka baik. Mungkin." Jawabnya lemah.

"Kau tak ingin pulang?"

"Mereka tak mau menerimaku. Mereka tak mau menerima Kuroko. Kau tahu itu Atushi." Jawab Aka-chin. Kulihat dia menggengam tangan Kuro-chin erat.

Aku dan Muro-chin berpandangan. Kami tahu apa yang dirasakan Aka-chin. Penolakan dari keluarga, pandangan miring orang-orang, panghinaan, dan juga cemoohan. Aku dan Muro-chin juga sama. Kami saling membutuhkan satu sama lain, saling suka, saling percaya. Aku tak tahu sejak kapan mulai menyukai Muro-chin, mungkin sejak dia menamparku waktu wintercup dulu. Ketika aku hampir menyerah pada basket, dia yang menyadarkanku kalau ternyata aku sangat menyukai basket. Dan juga menyukainya. Hubungan kita semakin dekat saat itu, sampai sekarang. Kita telah saling memiliki.

Bedanya aku dengan Aka-chin. Aku masih menyembunyikan hubungan ini dari semua, termasuk orang tuaku. Sedangkan Akashi dia bersikap jujur pada orang tuanya, dia membuka lebar hubungannya dengan Kuro-chin di depan orang tuanya. Hubungan yang tentunya akan dilarang, tapi bukan Akashi kalau tidak bisa bertahan untuk orang yang dicintainya.

Dan disinilah dia sekarang. Diusir dari rumah karena mencintai seseorang, dan orang yang dicintainya itu hampir mati dibunuh orang suruhan orang tuanya. Tragis memang, tapi Aka-chin sendiri siap menerima segala konsekuesi karena menyukai Kuro-chin.

Aku tahu semua ceritanya. Aku dan Aka-chin adalah teman sejak kecil. Keluarga kami berteman, bahkan ayah kami bekerjasama dalam berbisnis. Walau perusahaan keluargaku masih di bawah Seijirou Grub. Aku melihatnya ketika orang tua Aka-chin hendak menjodohkanya dengan anak seorang kenalannya. Dan saat itu Aka-chin sudah menjalin hubungan dengan Kuro-chin.

Saat Aka-chin mengenalkan Kuro-chin kerumahnya aku juga ikut menemani. Dan aku melihat perlakuan ayah Aka-chin pada Kuro-chin. Hari itu juga Aka-chin diusir dari rumahnya. Diusir karena mencintai seseorang. Sementara waktu dia menginap dirumah Muro-chin, sambil mencari apartemen yang murah. Orang tua Aka-chin tak memberi uang, tapi mereka masih mau membayar biaya sekolahnya. Seminggu setelah diusir dari rumah, bayangan kelam itu muncul. Kejadian yang traumatik. Kejadian yang menjadikan Aka-chin dicap sebagai pembunuh dan Kuro-chin yang koma beberapa hari ini.

Kami masih diam. Aku memperhatikan Aka-cin, dia diam tanpa gerakan. Hanya tangannya yang masih setia menggenggam tangan Kuro-chin.

Entah sampai kapan seperti ini. Aku hanya berharap mereka bisa bahagia, aku tahu Aka-chin pasti bisa membahagiakan Kuro-chin. Mataku terpejam mendoakan kisah mereka, dan dikagetkan dengan Muro-chin yang mengelus tanganku pelan. Aku mengerti maksudnya, dan kami berpamitan.

Aku harap mereka mempunyai kisah yang indah. Dan aku harap kisahku nanti tak kalah indah. Aku ingin selalu bersama Muro-chin. Hanya itu.

___***___

Agak susah menjadi sudut pandang Murasakibara, karena sejauh yang aku tahu dia jarang terlihat serius...

Semoga Mura disini tidak mengecewakan..

See you next chapter..

BLUE SUNSETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang