Chap ~ 17

1.1K 237 49
                                    

Amarah Mark semakin mengumpal, saat makan malam, Jaebum tampak begitu perhatian pada Jinyoung. Ia memotong daging dan memberikannya pada Jinyoung juga Hyunjin. Ya, walau sesekali juga memberi pada Mark. Tapi, terap saja lebih banyak ke Jinyoung.

Jaebum melontarkan gurauan lucu yang membuat Jinyoung tertawa. Hyunjin juga terus-terusan merengek manja pada keduanya, seolah mereka adalah keluarga bahagia dan Mark orang luar yang salah karena berada diantara mereka. Mark benci itu. Ia belum pernah merasa sekesal ini dengan Hyunjin.

Kehadiran Jinyoung di tengah mereka juga berkat dirinya. Lalu, apakah sekarang ia menyesal telah melakukan itu? Mark hanya ingin membantu Jaebum mencari babysister untuk anaknya, agar Jaebum tahu, ia perduli pada Hyunjin.

Ketika pulang, Mark memaksa duduk di samping Jaebum yang memegang kemudi, Jinyoung duduk bersama Hyunjin di belakang. Awalnya, Hyunjin berencana membuat Jinyoung duduk bersama Ayahnya. Mark tentu tidak akan membiarkan itu terjadi.

Dalam perjalanan pulang, Hyunjin mulai mengantuk. Ia menyandarkan kepalanya ke dada Jinyoung dengan tangan Jinyoung yang merangkul bahunya. Mata Hyunjin sudah terpejam dan tampaknya ia tertidur pulas.

Untuk menghindari rasa canggung, Jinyoung ikut memejamkan mata. Padahal ia sama sekali tidak mengantuk. Berpura-pura tidur lebih baik daripada harus berada di tengah obrolan Mark dan Jaebum.

Jinyoung tidak tahu apakah rencana Mark berjalan lancar. Ia sempat meninggalkan mereka berduaan saat menemani Hyunjin membeli eskrim. Sampai saat ini, sikap Jaebum masih tampak bisa saja. Mungkin, Jaebum sudah menerima cinta Mark. Sakit sekali hatinya saat ini, hanya membayangkan kenyataan itu, sudah membuat dirinya sesak.

"Mereka berdua tampak kelelahan."

Mark menoleh ke belakang dan melihat Jinyoung juga Hyunjin tertidur. Ia tahu, mereka yang di maksud Jaebum, ya mereka ini.

Mark menyahut. "Hyunjin sangat aktif dan bahagia. Aku belum pernah melihatnya se-agresif itu."

Mark dengan ragu kembali mengatakan, "Apa kau sadar, Hyunjin mencoba mendekatkanmu dengan Jinyoung?— Mark melihat ke Jaebum, dan Jaebum hanya meliriknya sebentar. "Kau tahu maksudku, kan? Hyunjin menarikku kesana-kesini untuk memberikan kalian berdua, waktu berduaan. Dan ia selalu dengan sengaja membuat kalian berdua melakukan beberapa skinship. Seperti yang di photobox tadi."

Hyunjin memaksa ingin berfoto bersama Jaebum dan Jinyoung, ketika Mark ingin ikut. Hyunjin berbisik pada Mark, mengatakan. "Samchon nanti saja, aku ingin berfoto bersama Daddy dan Jinyoung Hyung." Lalu saat berfoto, Hyunjin merengek agar Jaebum merangkul Jinyoung.

Jaebum tergelak pelan. "Aku mengerti maksudmu, Mark. Aku tahu, Hyunjin melakukan terlalu banyak hal yang di luar kendali hari ini. Aku akan bicara dan menjelaskan padanya. Sepertinya Hyunjin salah paham dengan situasi kami. Aku menganggap Jinyoung sebagai adik, tetapi Hyunjin mengharapkan lain, karena melihat kedekatan kami. Jangan khawatir Mark, aku akan menjelaskan secara perlahan bahwa pria dewasa dengan pria dewasa itu tidak akan mungkin menikah atau menjalin hubungan lebih. You know me right?"

Bukan hanya Mark yang menelan pil pahit, tetapi juga Jinyoung. Penjelasan Jaebum yang begitu gamblang, memporak-porandakan hati Jinyoung. Kedua tangan Jinyoung menggepal sampai buku-buku jarinya memutih. Ia berusaha agar air matanya tidak jatuh.

Ini kesekian kalinya, Jaebum menegaskan tentang perasaanya. Seharusnya Jinyoung tahu diri. Untuk sesaat, ia memang terlena dengan jkebaikan Jaebum, sampai ia lupa diri dan mengharapkan lebih.

"Sudah ada orang lain di hatiku, Mark. Aku mencintainya dengan segenap hatiku. Dia satu-satunya wanita yang bisa menggetarkan jiwaku setelah kepergian Jennie. Wanita cantik penuh kelembutan dan juga sangat unik. Dia baik hati, dan begitu tulus. Aku memberikan semua yang aku miliki, waktu, uang tetapi ia tidak pernah mau menerimanya. Ketika aku meluangkan banyak waktu untuknya, ia malah memintaku meluangkan waktu untuk Hyunjin. Ketika aku memberikan semua fasilitas dan juga hadiah-hadia mahal, aku harus memaksanya dengan susah payah, ia baru mau menerimanya. Bahkan, aku memberikannya kartu kreditku. Sampai detik ini, ia tidak pernah menggunakannya. Aku tidak menerima pesan dari penggunaan kartu kredit itu. Nara, adalah wanita sempurna, satu-satunya yang akan aku nikahi dan satu-satunya calon ibu untuk Hyunjin."

Mata Mark melebar, ia terperangah kaget juga hancur. Saat ini, ia ingin sekali melompat dari mobil Jaebum dan berlari pulang. Tanpa sadar air matanya sudah menetes jatuh.

"Jaebum, siapa Nara? Gadis penuang bir yang selalu kau temui itu?!"

"Ya. Dan berhenti memanggilnya seperti itu, aku sudah memperingatkanmu, Mark."

"Kau terlalu memujanya! Tentu saja ia harus berpura-pura baik untuk menjeratmu lalu ia akan pergi seperti Jennie! Semua wanita sama saja bukan? Kau sendiri yang bilang begitu!"

"Kenapa kau marah-marah, Mark?"

"Tidak bisakah kau melihatku, Jaebum? Aku mencintaimu dengan tulus bahkan jauh sebelum wanita bernama Jennie datang. Aku pikir, dengan membiarkanmu menikah dengan wanita yang kau cintai, kau akan hidup bahagia! Tapi kau tidak bahagia, lalu sekarang, kau mengatakan mencintai wanita yang lain?"

SREETT.

Jaebum menepikan mobilnya di bahu jalan, ia tidak mau mengambil resiko menyetir dengan Mark yang berteriak. Jaebum melihat kebelakang sebentar, memastikan Hyunjin dan Jinyoung tidak mendengar teriakan Mark yang membuat tidur mereka terganggu.

"Apa-apaan kau Mark?! Diamlah! aku akan mengantarmu pulang. Kau bisa membangunkan mereka berdua."

Mark menangis, ia tidak bisa menahan dirinya lagi. Sejak tadi pagi, ia menahan amarah, kekesalannya pada Jinyoung dan Hyunjin, lalu kini muncul orang yang lain.

"Wae?! Kau selalu di butakan oleh cinta palsu! Buka matamu, Jaebum!! Apa kau tidak bisa merasakan cintaku?!!" Teriak Mark histeris.

Hyunjin menggeliat di pelukan Jinyoung, sedangkan Jinyoung sama sekali tidak berani membuka matanya. Jinyoung berbisik pelan di telinga Hyunjin. "Hyung mohon, jangan buka matamu. Berpura-pura tidurlah dan jangan membuat daddy khawatir." Hyunjin menyembunyikan wajahnya di dada Jinyoung dan melakukannya. Sebenarnya ia kaget dan tersentak, tetapi ia tidak mau ikut campur urusan orang dewasa. Lagipula Jinyoung juga melakukan hal yang sama, pura-pura tidur.

"Dan aku sudah mengatakan padamu ratusan kali bahkan mungkin ribuan, AKU BUKAN GAY!!

Teriakan Jaebum membuat Hyunjin takut, ia menangis pelan dalam pelukan Jinyoung. Mendengar isakan Hyunjin membuat Jinyoung kesal, lagipula amarahnya juga memuncak. Kenapa mereka harus bertengkar di depan Hyunjin dan juga dirinya, parahnya mereka berada di pinggir jalan, dengan keadaan langit yang sudah gelap.

"Bisakah kalian berdua berhenti?! Kalian membuat Hyunjin ketakutan!"

Tatapan Jaebum beralih ke Jinyoung, ia menyesal telah membuat suasana menjadi begitu tidak nyaman.

"Maafkan aku.—" Jaebum kembali menggemudikan mobilnya. "Aku antar kau sampai bus stop terdekat, pulanglah sendiri, Mark. Tidak usah datang ke kantor dulu untuk sementara waktu dan tenangkan dirimu!"
.
.
.
Sesampainya di rumah, Jaebum memarkir mobilnya, lalu i melihat Hyunjin sudah tertidur lagi dipelukan Jinyoung.

"Jangan bagunkan, hyung, biar aku gendong ke kamar saja. Dia kelelahan dan tadi menangis terlalu lama." Ujar Jinyoung penuh perhatian.

"Aku saja yang menggendongnya, Jinyoung. Kau juga pasti kelelahan." Jaebum membawa Hyunjin di gendongannya. Dan membawanya ke kamar. Jinyoung juga mengikuti, ia ingin memastikan Hyunjin masih terlelap dan baik-baik saja. Setelah itu ia hendak pergi ke kamarnya juga.

"Jinyoung—" suara Jaebum menghentikan langkahnya dan berbalik.

"Maafkan aku."

"Untuk apa hyung?"

"Aku tahu kau sudah mendengarnya, pembicaraanku dengan Mark."

"Aku tidak mau ikut campur, hyung. Dan kau tidak perlu minta maaf padaku."

"Aku harus minta maaf. Pertama karena aku berbohong padamu soal aku hanya mengenal saudara kembarmu, padahal kami memiliki hubungan spesial. Aku...aku mencintai Nara—"

"Aku mengerti hyung, tidak perlu menjelaskannya." Ujar Jinyoung lirih, ia tidak sanggup untuk mendengar lebih jauh.

"Kau..tidak masalahkan?"

"Jika kalian bahagia, ya. Aku tidur dulu, hyung. Good night."



Tbc

Identity (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang