Chap ~ 18

1.1K 239 57
                                    

Jinyoung menempelkan dahinya ke meja kantin kampus, kepalanya pening dan matanya berkunang. Semalam ia baru bisa tertidur sekitar pukul tiga pagi. Alasannya begadang bukan karena ia ingin atau menggerjakan tugas kuliah, melainkan Im Jaebum. Perkataan Jaebum tentang Nara terus berputar di kepalanya, membuat matanya sulit terpejam dan malah terus berair.

"Semakin hari, kau semakin mengenaskan saja. Apa tidak sebaiknya kau berhenti dari rumah Jaebum ajushi?"

"Youngjae benar, kau membuat kami khawatir, Jinyoung."

Bukannya menjawab, ia malah merantukan kepalanya pelan ke meja lalu menghela nafas panjang. "Aku terikat kontrak, kalian tahu, kan?"

"Berapa yang harus kau ganti, jika berhenti secara sepihak? Mungkin uang tabunganku bisa sedikit membantu."

Kepala Jinyoung terangkat, ia melihat Youngjae dengan mata berkaca-kaca. "Terima kasih, tapi aku tidak mau merepotkan kalian lagi. Selama ini, kalian berdua sudah sangat membantu."

Bambam meraih tangan Jinyoung yang berada di atas meja, ia menggenggamnya. "Maafkan aku Jinyoungie, semua salahku, kalau saja—"

Jinyoung memotong ucapan Bambam cepat dengan senyum lembut. "Bukan salahmu, Bamie. Aku malah berterima kasih sekali, berkat dirimu, sekarang kehidupan keluargaku menjadi lebih baik."

Setidaknya, Jinyoung masih tahu bersyukur karena memiliki dua sahabat yang sangat baik dan selalu membantunya. Bambam dan Youngjae tidak pernah meninggalkannya walau ia dalam kesulutan, malah mereka bersedia membantu dengan tulus.

"Semua salahku, aku yang memperumit semuanya. Seharusnya, aku mengaku saja pada Jaebum. Mungkin ia akan menendangku keluar, tetapi setidaknya, semuanya tidak berlarut-larut."

"Jika dia hanya menendangmu keluar, tidak masalah. Tapi bagaimana jika ia melaporkanmu atas tuduhan penipuan? Kau bisa masuk penjara. Tidak, aku tidak setuju dengan ide itu."

"Youngjae, mungkin Jaebum tidak akan melakukan itu." Gumam Jinyoung ragu.

"Pria patah hati bisa melakukan apa saja, Jinyoung." Sahut Bambam.

"Lalu aku harys bagaimana?" Gumam Jinyoung lirih dan putus asa.

"Sekarang masalahnya adalah Nara, kan? Jaebum mencintai Nara, dan menghilangnya Nara tidak menyelesaikan masalah apapun. Bagaimana, jika Nara muncul dan memutuskan hubungan dengan Jaebum baru menghilang? Setidaknya, Jaebum tidak berharap lebih dan bisa segera move on. Di tinggal istri saja, ia bisa move on dalam enam bulan. Jadi ditinggal Nara yang baru ia kenal beberapa bulan, hanya butuh beberapa hari mungkin untuk move on."

Mata Bambam berbinar selama mendengarkan penyataan Youngjae dan ide-ide brilliantnya.

"Aku tidak tahu, otakmu seencer itu—" Bambam lalu menatap Jinyoung dan berkata lagi. "Jinyoung, ide Youngjae sangat bagus."

"Tapi—"

"Tidak ada tapi, aku akan mengatur semuanya untukmu. Suruh dia ke bar, aku akan bilang pada Mino hyung untuk meminjamkan sebuah ruangan untuk kalian." Seru Bambam semangat.
.
.
.

Sesuai dengan rencana Bambam, Jinyoung mengirim pesan pad Jaebum bahwa ia telah kembali dan ingin bertemu dengannya. Jaebum sangat senang, tentu saja.

Sebelum berangkat ke bar, Jinyoung meminta izin Jaebum untuk membawa Hyunjin ke rumah teman untuk mengerjakan tugas kuliah. Tetapi Jaebum menolak, ia malah menyuruh Jinyoung untuk membawa temannya ke rumah. Maka Youngjae yang mengambil peran itu, agar saat Jinyoung tidak ada, Hyunjin tidak sendirian di rumah.

Bambam meminjamkan Jinyoung gaun, ia mendandani Jinyoung menjadi Nara, dan kini menunggu di ruangan yang sudah di pinjamkan Mino.

Jinyoung alias Nara, duduk manis sambil memilin ujung rok yang ia pakai. Rasa gugup juga takut menyeliputinya. Bambam sudah mengajari Jinyoung cara berbicara dengan Jaebum. Ia harus mengatakannya dengan kejam, lalu ia menggembalikan kartu kredit Jaebum. Sebelumnya, Jinyoung dan Bambam sengaja berbelanja banyak barang dengan kartu keedit itu agar Jaebum memiliki alasan untuk membenci Nara. Yang mereka beli adalah makanan, buah, susu, dan kebutuhan pokok lainnya. Semua barang itu malah Jinyoung berikan ke charity. Bambam sempat menggerutu, karena ia pikir, Jinyoung akan berbelanja untuk dirinya sendiri.
.
.
.
Jaebum sangat bahagia, ia sudah tidak sabar bertemu dengan kekasih hatinya. Tadi pagi ia mendapat pesan dari Nara lalu siang hari, ia mendapat pesan dari bank untuk transaksi kartu kredit yang ia berikan pada Nara. Akhirnya gadis manis itu bersedia memakai uang pemberiannya.

"Nara!!" Jaebum berhambur memeluk Nara erat, sangat erat. Ia menyusupkan kepalanya ke ceruk leher gadis itu dan menghirupnya lama. "Oppa merindukanmu, sayang."

"Aku juga merindukanmu, merindukan pelukanmu yang seperti ini, oppa."

Jinyoung ingin berteriak dan menangis, hatinya teremas sakit. Ia ingin sekali menghentikan waktu disini, dimana hanya ada dirinya dan Jaebum yang berpeluk mesra penuh cinta.

Jaebum memegang kedua bahu Nara, ia menatap mata gadis itu penuh damba. "Kau tahu sayang, aku hampir gila karena merindukanmu. Kau tidak pernah mengabariku lagi, aku sangat takut...aku pikir...kau tidak akan pernah kembali." Tangan besar Jaebum membelai pipinya lembut.

Sampai detik ini Nara belum mengeluarkan suara apapun, ia masih terdiam, memaku, menatap Jaebum dalam. Tidak, ia sedang merekam tatapan penuh cinta Jaebum untuknya.

Jaebum mendekatkan wajahnya dan menyatukan belahan bibir mereka, ciuman penuh kerinduan dan damba. Jaebum merengkuh pinggang ramping Nara, agar semakin menempel. Ia mencium bibir Nara rakus, melumat bibir ranum itu bergantian. Rasa panas menyeruak di dalam mulut Nara, saat Jaebum memasuki lidah ke dalam mulutnya, membelainya. Nara terbuai oleh ciuman Jaebum, ia merindukan ciuman ini lebih dari apapun.

"O-oppa—" Nara mendorong Jaebum menjauh, ia disini bukan untuk terlena dan jatuh semakin dalam melainkan untuk mengakhiri semuanya.

Sekuat tenaga, Nara menahan diri agar air matanya tidak jatuh dan suaranya tidak bergetar. "Aku memintamu kesini untuk menggembalikan kartu kreditmu, oppa. Aku sudah tidak membutuhkannya lagi!"

"Tapi kenapa sayang? Apa isinya tidak cukup? Tapi itu unlimited, sayang."

Nara menggeleng kepalanya pelan. Ia memaksa Jaebum untuk mengambilnya, tapi Jaebum tidak mau. Maka Nara melempar kartu kredit itu ke tubuh Jaebum. "Aku sudah bilang tidak membutuhkannya lagi!! Aku muak denganmu, oppa! Kita putus!!"

Tubuh Jaebum membeku, ia tertawa getir tak percaya. Dengan perlahan Jaebum hendak merengkuh Nara, namun tangannya segera di tepis. "Jangan bercanda Nara, ini tidak lucu! Apa alasannya? Bukankah kita baik-baik saja?! Aku bahkan menemukan saudara kembarmu dan menjaganya dengan baik—"

"Aku tidak perduli!! Dia dan orang tuaku sudah membuangku dan kami tidak memiliki hubungan apapun!! Aku sudah tidak tertarik berhubungan denganmu, Jaebum-ssi! Kau pikir, gadis muda sepertiku bersedia memiliki hubungan serius dengan duda beranak satu?! Jangan mimpi!!"

Jinyoung bersumpah akan menampar dirinya sendiri nanti, ia telah menyakiti Jaebum. Jinyoung melihat dengan jelas, mata terluka Jaebum dan senyum getirnya.

"Kau bilang, kau mencintaiku, Nara." Gumam Jaebum lirih dan putus asa. Jaebum memalingkan wajahnya ke samping sebentar untuk menarik nafas dalam dan membuangnya berat. Kemudian, Jaebum kembali menatap Jinyoung getir. "Aku mencintaimu, Nara...Katakan padaku, semuanya ini hanya omong kosong. Kau hanya bercanda."

Jinyoung ingin menangis, berlutut dan memohon maaf pada Jaebum. Ia tidak sanggup menyakiti Jaebum lebih jauh, hatinya sakit melihat Jaebum yang kini mengeluarkan air mata.

"Nara—"

"Maaf Jaebum-ssi, kita berakhir dan lebih baik tidak saling bertemu lagi!" Ujar Nara tegas. Ia hendak pergi dari ruangan itu. Dadanya sesak dan sulit bernafas jika berada terlalu lama disana.

"Aku tidak percaya!!" Jaebum menarik lengan Nara, ia merengkuh tubuh itu kemudian mencium Nara paksa, Jaebum menekan tubuh Nara ke dinding dan menghimpitnya. "Aku tahu, kau juga mencintaiku. Matamu tidak bisa berbohong!!" Ujar Jaebum penug amarah. Ia terus mencium Nara kasar. Nara terus berontak dan mendorong tubuh Jaebum menjauh. Nara begitu frustasi, air mata yang ia tahan sejak tadi akhirnya jatuh juga.

Akhirnya, Nara menendang selangkangan Jaebum lalu berlari pergi begitu saja. Hati Jaebum hancur berkeping-keping, sekali lagi ia di tinggalkan oleh wanita yang ia cintai.

"Nara...kenapa kau tega sekali?"


Tbc

Identity (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang