Chap ~ 20

1.6K 259 146
                                    

Pagi hari, Jaebum terbangun dalam keadaan kaget, sampai rahangnya serasa mau jatuh. Ia tidak percaya bahwa dirinya terbangun di kamar Jinyoung dalam keadaan tanpa busana. Kepala Jaebum menoleh ragu ke samping, ia merapalkan doa agar apa yang ia takutkan tidak terjadi.

Kepalanya terasa pening, dunianya seakan runtuh. Jaebum mengusap wajahnya kasar beberapa kali, ia berusaha menggembalikan kewarasannya. Mungkin saja ia sedang bermimpi buruk.

Tubuh mungil itu merenggang dan bergeliat kecil. Posisi tidurnya yang terlungkup, kini berubah menjadi baring terlentang.

"Shitt!" Pekik Jaebum geram. Tubuh mungil itu tampak penuh dengan kissmark.

"Apa yang sudah aku lakukan??!" Jaebum bangun, ia mengutip pakaiannya dan memakainya cepat.

"J-jaebum hyung—" suara serak khas bangun tidur itu memanggilnya dengan takut-takut.

Jaebum berdiri, ia menyisir rambutnya kasar lalu membuang nafas berat.

"Jinyoung, i'm sorry, okay. Aku tidak tahu apa yang terjadi di antara kita dan apa yang aku lakukan semalam, sampai berakhir kita seperti ini. Tapi aku harap kau melupakannya! Ini kesalahan, dan— dan aku tidak sengaja, shit!" Jaebum menjambak rambutnya frustasi. "Aku akan membayarmu— maksudku, jangan sampai ada yang tahu tentang ini! Mengerti?!"

Jaebum meracau seperti yang frustasi yang lingkung tanpa memperdulikan perasaan Jinyoung yang hancur.

Jangan menangis sekarang Jinyoung, jangan menangis sekarang.

"Keluar dari kamarku, hyung." Ujar Jinyoung lirih. Ia memalingkan wajah, tidak ingin melihat Jaebum sama sekali.

"Jinyoung, jangan bersikap seperti ini... aku tahu, aku melakukan kesalahan— aku maksud kita. Aku pria dan kau juga, tidak ada yang perlu dipertanggung jawabkan disi—"

"Aku mengerti hyung, tolong tinggalkan aku. Semalam tidak terjadi apapun, aku akan melupakannya!!" Tegas namun terdengar lirih. Ia susah payah berbicara dengan normal tanpa terdengar seperti menahan tangis.

"O-okay." Jaebum mengancing kemejanya lalu ia keluar dari kamar Jinyoung.

Pergi seperti seorang brengset yang tidak punya perasaan. Seharusnya mereka impas, kan? Jaebum juga menghancurkan hatinya bahkan ia merenggut sesuatu yang paling berharga untuknya.

Jinyoung bangun, ia berjalan terseok-seok ke kamar mandi. Ia berdiri di bawah air shower yang mengalir, membiarkan air matanya berlinang deras.

Penolakan Jaebum, kata-kata Jaebum, seharusnya ia tahu Jaebum akan bersikap seperti itu tapi tetap saja hatinya sakit. Ketika ia mengambil keputusan untuk menikmati dan memberikan Jaebum semuanya, seharusnya ia sudah tahu resikonya. Namun, mendengar langsung dari mulut pria yang paling ia cinta ternyata jauh lebih menyakitkan.

Kakinya menggigil lemas, bagian bawahnya sangat sakit. Semalam Jaebum terlalu kasar, ia bahkan mengeluarkan darah.

Tangis Jinyoung begitu pilu, keputusannya beberapa bulan lalu untuk bekerja demi biaya kuliah dan membantu kedua orangtuanya membawa petaka dalam hidupnya.

Apa seorang pria seperti dirinya tidak pantas dicintai? Apa dia tidak pantas mendapat sebuah pertanggung jawaban. Tidak— Jinyoung tidak mengharapkan Jaebum bertanggung jawab seperti itu. Tapi setidaknya Jaebum bisa bicara baik-baik dan meminta maaf dengan lembut. Bukan marah seperti itu, atau bilang akan membayarnya.

"Hiksss...Apa aku semurahan itu dimatamu, hyung? Hiksss...Tidakkah kau tahu Nara itu aku!! Hikss..."
.
.
.
"Good morning, Daddy." Hyunjin menyapa Jaebum dengan riang. Ia sudah berpakaian seragam sekolah dengan rapi dan menggendong tas sekolahnya.

Identity (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang