Chap ~ 28

1.2K 196 43
                                    

"K-kekasih?"

Jinyoung mengangguk pasti, kebohongannya sangat besar. Lagi-lagi ia berbohong pada Jaebum. Mana sekarang membawa Jackson. Jinyoung gugup atas desakan jaebum, ia tidak ingin kembali ke rumah Jaebum begitu saja. Apa kabar hatinya jika ia kembali, berpura-pura baik-baik saja selama ini, mencoba untuk move on itu tidak mudah. Jinyoung tidak ingin Jaebum kembali menganggap rendah dirinya dan menganggapnya menjijikan karena masih menyimpan perasaan cinta itu.

Pernyataan Jinyoung membuat hati Jaebum hancur berserakan, secepat itu Jinyoung berpindah hati. Apa sungguh sudah tidak ada harapan apapun untuknya?

"A-apa kau mau aku yang meminta izin--"

"Tidak usah hyung! Maksudku, biar aku saja. Aku tidak mau Jackson salah paham. " Ujarnya panik.

Ia saja tidak tahu harus bagaimana mengatakan ini pada Jackson. Tidak mungkin ia berbohong pada Jaebum tanpa meminta tolong pada Jackson. Yang ada dia akan ketahuan. Setelah ini, dirinya harus menemui jackson dan menceritakan situasi ini. Semoga saja jackson mengerti dan mau membantu, batin Jinyoung.

"Baiklah. Aku harap kau menerima tawaranku. Hyunjin sangat menyayangimu dan dia mengharapkanmu kembali."

"Iya hyung. Aku akan segera memberitahukanmu."

****

Setelah pembicaraan meneggangkan itu, Jaebum pamit kembali ke kantor. Ia meminta tolong pada Jinyoung untuk menemani Hyunjin, dan jinyoung tidak menolak. Hari ini, Jackson memberinya libur, jadi ia bisa seharian bersama Hyunjin.

"Waktunya minum obat, anak manis." Jinyoung menyuapi Hyunjin obat, lalu menyuapi segelas air. Ia mengelus pipi tirus Hyunjin, menatapnya matanya penuh kehangatan. "Good boy, cepat sembuh sayang. Hyung sedih melihat Hyunjin seperti ini."

"Aku akan segera sembuh kalau hyung terus nemenin aku disini." rengek Hyunjin manja.

Jinyoung tersenyum lembut, ia masih mengelus pipi Hyunjin. "Ey~ aku harus kuliah dan bekerja jadi tidak mungkin, Hyunjin."

Rauh wajah Hyunjin berubah sedih, kenapa sulit sekali membujuk Jinyoung untuk menemaninya. "Kenapa hyung ninggalin Hyunjin seperti Eomma? Apa karena Hyunjin nakal?"

"Bukan sayang. Hyung tidak pernah meninggalkanmu, tapi ada beberapa hal yang memang membuat hyung tidak bisa menemani Hyunjin seperti dulu."

"Bukan tidak bisa tapi hyung tidak mau. Hyung menolak tawaran Daddy untuk kembali ke rumah. Kalau Hyung tidak mau bekerja merawat Hyunjin, hyung jadi Mama Hyunjin aja."

Pupil mata Jinyoung membulat, ia terkejut mendengar perkataan Hyunjin. Ia mendekat kemudian mendekap tubuh mungil itu. "Hyunjin-ah...mianhe." Ujar Jinyoung dengan suara lirih. Air mata sudah berlinang dari kedua kelopak matanya.

Hyunjin membalas pelukan Jinyoung, ia mendekap erat tubuh Pemuda itu, wajahnya ia sembunyikan di perut Junyoung, ia menangis dalam diam. Bukan— bukan cuma Hyunjin yang menangis, Jinyoung juga.

****
"Begitulah ceritanya Jackson-ssi, mau kah kau membantuku. Aku tahu aku lancang. Tidak seharusnya aku melibatkanmu dalam masalahku."

Jackson meneguk segelas air putih, kemudian ia meletakkan kembali gelas itu ke atas meja.
Ia menghela nafas, tatapan matanya beralih ke depan, menatap lembut pemuda yang sedang menangis di hadapannya..

Tenggorokan Jackson rasanya kering dan tercekat setelah mendegar cerita pemuda yang terus menangis sejak tadi. Hatinya miris dan tidak tega melihat kedua mata indah itu berlinang air mata.

"Jinyoung—"

Belum sempai ia melanjutkan ucapannya, ia telah dikagetkan oleh Jinyoung yang sudah berlutut di depannya dengan kedua telapak tangan menyatu di depan dada. "Hanya di depan Jaebum hyung. Aku mohon Jackson, aku tidak bisa kembali ke rumah itu. Pertahananku bisa hancur, aku—hikss...aku tidak bisa jatuh ke lubang yang sama lagi...hikkss...Aku tidak akan sanggup menyembunyikan perasaanku padanya. Jackson-ssi..."

Bagai ribuan jarum menghujam ulu hati Jackson, sakit tapi tidak berdarah. Mungkin ia penggambaran yang cocok. Sebesar itu cinta Jinyoung untuk lelaki itu.

"Jangan seperti ini Jinyoung. Bangunlah." Ujar Jackson lembut. Ia mendekati Jinyoung, menarik kedua lengan pemuda itu, memaksanya bangkit berdiri.

Kedua tangan Jackson terulur, ia mengusap kedua pipi Jinyoung yang basah. "Dia memintamu kembali, bukankah itu hal baik. Mungkin saja ia menyesal dan menyadari bahwa selama ini dia mencintaimu apa adanya. Tidak peduli kau adalah Nara ataupun Jinyoung—"

Jinyoung menggelengkan kepalanya cepat. "Dia mungkin memaafkanku tapi bukan berarti cintaku berbalas. Aku masih ingat jelas bagaimana wajah kecewanya saat mengetahui Nara adalah Jinyoung yang menyamar....hikkss...A-aku bahkan tidak berani berharap dalam mimpi sekalipun Jaebum hyung membalas perasaan ini...hikkss...A-aku..."

Jackson merengkuh tubuh Jinyoung ke pelukannya, memeluknya erat. "Jangan menangis, Jinyoung. Aku akan membantumu, jadi berhentilah menangis."

"Terima kasih Jackson-ssi...Terima kasih." Jinyoung menyembunyikan wajahnya ke dada bidang Jackson, kedua tanganya memeluk tubuh kekar itu erat. Ia tidak berhenti mengucapkan terima kasih kepada Jackson.

Ia merasa lega setelah bercerita tentang masa lalunya. Jinyoung bertekad dalam hati untuk jujur kepada Jackson jika ingin meminta pemuda itu membantunya.

***
"Kenapa kau melamun, Jaebum? Apa ada masalah?"

Jaebum mendongak menatap Mark yang menarik kursi lalu duduk di depannya.

"Aku tidak tahu apa ini termasuk masalah. Aku meminta Jinyoung kembali ke rumah untuk menjadi baby sister Hyunjin tetapi ia menolak."

"Masih soal Jinyoung— Jaebum, aku ingin bertanya serius padamu."

"Apa?"

"Apa kau yakin hanya ingin Jinyoung menjadi baby sister Hyunjin? Dari gelagat dan cerita tentang Jinyoung, aku menarik kesimpulan bahwa kau menginginkannya lebih dari itu."

"M-Markie."

Mark menghela nafas. "Kau mencintainya, kan? Kau mencintai Park Jinyoung tidak peduli bahwa dia Narra gadis bar itu atau Jinyoung baby sister Hyunjin..." hati Mark sakit mengakuinya tapi memang benar itu yang dirasakan Jaebum. Walau Jaebum mengelak, Mark bisa melihat tatapan mata Jaebum untuk Jinyoung berbeda. Sikap Jaebum juga sangat berbeda.

"Kau tahu, menjadi seorang gay bukan keinginan kita. Itu terjadi begitu saja Jaebum. Sama seperti aku— aku mencintaimu tanpa melihat status ataupun gender mu. Aku mencintaimu karena itu adalah dirimu. Cinta tidak pernah salah, yang salah adalah keadaan. Dunia memang memandang sebelah mata hubungan tabu itu, tapi buat apa memperdulikan itu. Apakah dunia bisa menggantikan kebahagianmu atau kesedihanmu saat ini? Sebagai seseorang yang pernah berada diposisi yang sama sepertimu, dan sebagai seorang sahabat, aku ingin memberitahu, it's okay to admit you are falling in love with him, Jaebum."

Kedua manik mata Jaebum berkaca-kaca, kata-kata Mark seperti sebuah tamparan untuknya.

"Aku tidak tahu Mark...Sulit sekali mengakuinya, harga diriku seolah menolak...Tapi hatiku sakit. Ketika dia bilang memiliki seorang kekasih— aku merasa hancur berkeping..." suara Jaebum bergetar, ia berusaha menahan rasa perih yang ia rasakan.

"Belum terlambat untuk berjuang, Jaebum. Kau tidak akan pernah tahu hasilnya jika tidak mencoba. Ia tidak akan tahu perasaanmu yang sesungguhnya jika kau tidak pernah mengungkapkannya."

Tbc

Identity (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang