Chap ~ 24

1.2K 216 83
                                    

Sehari, dua hari, tiga hari, sampai seminggu berlalu, kondisi tubuh Hyunjin mulai membaik. Hari ini ia dinyatakan boleh pulang. Jaebum bernafas lega, seminggu sudah ia dibuat cemas setengah mati oleh kondisi Hyunjin. Belum lagi bayang-bayang Jinyoung yang masih terus menghantuinya.

Perasaan bersalah itu semakin hari semakin besar. Namun sejak kejadian di tangga minggu lalu, Jaebum belum menemui Jinyoung lagi. Ia ingin fokus dengan kondisi Hyunjin terlebih dulu baru menyelesaikan masalahnya dengan Jinyoung.

Setidaknya masalah dirinya dengan Mark sudah selesai. Dua hari yang lalu mark ke Rumah Sakit mengunjungi Hyunjin. Jaebum dan Mark bicara banyak dan tepatnya Jaebum meminta maaf atas sikapnya. Begitupun dengan Mark, ia meminta maaf karena sudah melewati batas. Dengan inti, Mark tidak mau merusak hubungan persahabatan mereka juga tidak ingin meninggalkan pekerjaanya.

Kehadiran Mark membuat Jaebum sedikit bernafas lega. Sahabat baiknya itu tidak hanya membantunya untuk menghandle perusahaan, namun ia juga sering berkunjung ke Rumah Sakit, memaksa Jaebum untuk istirahat lalu menawarkan diri menggantikan dalam merawat Hyunjin.

Kondisi kesehatan Hyunjin membaik tetapi perasaan Hyunjin masih buruk. Ia tidak mau berbicara dengan Jaebum maupun Mark. Minum obat harus dengan paksaan. Saat Guru dan teman-temannya berkunjung, Hyunjin memilih memunggungi mereka dan pura-pura tidur. Makan jika tidak dipaksa oleh Jaebum, jangan harap bubur Rumah Sakit tersentuh olehnya. Sikap Hyunjin lebih buruk dari sebelumnya ketika ia ditinggal Jennie.

Jaebum pusing juga kelabakan menghadapi mood Hyunjin yang up and down. Mark saja tidak berhasil membujuk Hyunjin, apalagi dirinya. Yang ada malah setiap hari Jaebum marah lalu tanggapan Hyunjin hanya kebisuan.

***

Patah hati itu membuat seseorang menderita, sakit, nyeri sampai ke sumsum tulang. Berlebihan? tidak, Jinyoung setuju, memang itu yang sedang ia rasakan, sakit sampai ke sendi-sendinya.

Bukan berarti dirinya berhenti melanjutkan hidup. Jinyoung tetap berkuliah seperti biasa, menjalani hari-harinya seperti dulu, sebelum ia mengenal Im Jaebum. Hanya bedanya, kini setiap malam ia pakai untuk menangis.

Jinyoung merindukan Hyunjin, ia ingin sekali bertemu dengan adik kecilnya. Perasaan Jinyoung selalu tidak tenang jika memikirkan tentang Hyunjin. Tak jarang ia menangis dalam tidur sampai dadanya sesak.

****
Hyunjin tampak dingin di luar, padahal ia hanya anak kecil rapuh yang hancur. Kepergian Jinyoung sungguh meninggalkan luka besar yang menganga.

Diam-diam, setiap malamnya, Hyunjin akan pergi ke kamar yang dulu Jinyoung tempati lalu tidur disana. Hyunjin selalu menangis dalam tidur sambil mengigau nama Jinyoung.

Bukan Jaebum tidak tahu, dua hari belakangan Jaebum menyadari kelakuan anaknya. Hati Jaebum pilu mendengar isak tangis Hyunjin yang begitu menyayat hati.

Ia hanya bisa merutuki dirinya dan kebodohannya. Memisahkan Hyunjin dan Jinyoung adalah kesalahan terbesarnya.

"Maafkan Daddy, nak...Maafkan Daddy." Ia hanya bisa mengulang kata-kata itu dalam hati.

Jaebum bingung, ia tidak tahu bagaimana caranya menggembalikan kebahagiaan Hyunjin. Bagaimana caranya membawa Jinyoung kembali? Bagaimana caranya membuat Jinyoung memaafkannya? Bagaimana caranya menyatakan pada Jinyoung bahwa ia juga mencintai pemuda itu.

Ya, Jaebum sadar dirinya telah jatuh cinta pada Jinyoung seutuhnya. Ia tidak ragu mengakui dirinya gay hanya untuk Jinyoung.

****
"Jinyoungie, pagi-pagi sudah rapi mau kemana?"

Jinyoung yang sedang mengikat tali sepatu itu menoleh ke belakang. " Aku ada interview kerja."

"Eh-- dimana? Kok aku tidak tahu?"

" Coffee shop dekat kampus, semalam aku lihat browser mencari pegawai di depan tokonya. Hari ini ada janji temu dengan Si pemilik toko."

Bambam mengangguk, ia berjalan menuju dapur sambil berkata, " Hati-hati di jalan dan good luck buat interviewnya."

Jinyoung selesai mengikat kedua talu sepatunya, ia bersiap untuk berangkat. " Bye Bamie..."

****

Jinyoung mengubur semua kesedihannya jauh di dalam relung hatinya. Tidak bisa selamanya berlarut dalam kesedihan , kan? Ia tidak ingin terus merepotkan Bambam..

Ia harus melanjutkan hidup, membayar uang kuliah bahkan membantu meringankan kesulitan ekonomi keluarganya.

Jadi tidak ada salahnya ia mencoba bekerja di Coffee shop itu.

Jinyoung menarik nafas dalam lalu membuangnya dengan sekali hembus, ia masuk ke dalam dengan perasaan gugup.

"Welcome to Happiness Cafe." sapa para karyawan disana sopan.

Jinyoung menghampiri salah satu karyawan bernametag Miyu. "Permisi, saya ingin bertemu dengan bos pemilik cafe ini. Saya Park Jinyoung, yang semalam datang menanyakan lowongan pekerjaan yang kalian tempel di luar."

"Oh, annyounghaseo. Bos sudah menunggu anda di dalam. Mari saya antar." ucap Miyu sopan sambil menunjukan jalan dan mengarahkan Jinyoung untuk mengikuti langkahnya.

Miyu berjlan di depan den diikuti langkah Jinyoung  sampai ke sebuah ruangan. Gadis berperawakan mungil itu mengetuk pintu dua kali lalu membuka knop pintunya.

"Bos, pemuda yang hendak interview sudah datang."

"Suruh dia masuk Miyu."

Miyu menoleh ke Jinyoung, mengisyaratkan Jinyoung dengan anggukan kepala.

Jinyoung melangkah masuk dengan gugup sambil memainkan jari-jarinya. Miyu langsung undur diri untuk kembali melanjutkan pekerjaannya.

Jinyoung membungkuk sopan, me perkenalkan dirinya. "Annyounghaseo, perkenalkan nama saya Park Jinyoung."

"Duduklah disini Jinyoung, santai saja, jangan gugup."

Bagaimana Jinyoung tidak gugup, bos baru -- maksudnya calon bosnya adalah pemuda tampan dengan tubuh atletis, Jinyoung perkirakan umurnya hanya beda beberapa tahun dengan dirinya.

Pemuda itu tertawa pelan saat melihat Jinyoung yang kini duduk tegak dihadapannya dengan wajah serius dan peluh dingin di pelipisnya.

"Apa wajahku menyeramkan sampai kau tegang begitu?" Canda Sang pemuda.

Jinyoung menggeleng pelan sebagai jawaban. Melihat wajah tampan dengan rahang tegas dan kedua mata bulat besar yang indah itu membuatnya semakin gugup. Belum lagi suara berat husky yang terdengar seksi bagi telinga siapapun.

"Namaku Wang Jackson, kau bisa memanggilku Jackson atau Gaga. Apa kau bisa membuat kopi, Jinyoung?"

Jinyoung mengangguk, sedetik kemudian ia menggeleng. Dirinya merutuki dalam hati karena bersikap bodoh. Mana bisa ia membawa pengalamannya membuat kopi di rumah Jaebum dengan meracik kopi di cafe. Walau Jaebum mengatakan kopi buatan Jinyoung adalah yang terbaik, bahkan lebih nikmat dari cafe manapun. Hhh....lagi-lagi Jaebum, disaat seperti ini bisa-bisanya ia memikirkan pria itu.

Jackson kembali tertawa melihat tingkah Jinyoung mengangguk juga menggeleng diwaktu bersamaan menurutnya lucu.

Tawa Jackson membuat Jinyoung bingung juga malu, sikapnya pasti sangat menjengkelkan.

"Maaf bos, saya tidak bisa meracik kopi, tetapi saya pastikan akan giat belajar sampai saya bisa. Jika anda bersedia menerima saya bekerja disini, saya akan melakukan yang terbaik. Saya juga tidk masalah bekerja lembur jika diperlukan." Ucapnya penuh semangat.

Jackson semakin tergelak, ia pikir Jinyoung orang yang kaku ternyata cerewet juga.

Dahi Jinyoung menggernyit, wajahnya berubah serius, ia menegur Jackson dengan suara melengking yang khas "Kenapa anda tertawa? Apa yang lucu? Saya datang kesini untuk melamar pekerjaan bukan stand up komedi yang menghibur anda!"

"Eh?" Jackson membelalak kaget mendengar suara melengking dengan wajah cemberut.

Bagaimana ada orang marah tapi wajahnya malah terlihat semakin manis juga menggemaskan. Ya Tuhan, begini saja jantungku berdebar cepat.

Tbc

Identity (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang