Seperti tersengat listrik sekian volt, aku masih saja terkejut mengetahui fakta tersebut. Inginku menceritakan hal tersebut kepada ibu, tapi aku takut. Takut jika itu akan membuat ibu sedih. Sesampainya di rumah, aku langsung masuk ke kamar tanpa berbicara apapun kepada ibu. Sempat ibu bertanya, tapi tak ku jawab. Pikiran masih terbayang akan ucapan kakak tiriku itu. Aku merebahkan diriku di tempat tidur sambil memejamkan mata. Sungguh, mengetahui hal ini membuat kepalaku sakit luar biasa.
Dering ponsel membuat mataku terbuka. Ada satu pesan masuk dari Siddharth. Untuk apa ia mengirimiku pesan?
'Tampaknya kau ada di pantai , tadi'
Aneh sekali. Aku abaikan saja pesan itu. Jam menunjukkan pukul 7.30 dan aku baru sadar kalau aku sudah memejamkan mata dengan pikiran ngelantur selama 30 menit dan melupakan mandi serta makan malam. Ku putuskan untuk mandi terlebih dahulu.
Saat menuju ruang makan, aku mendengar ibu berteriak histeris.
"Kau menipuku! Kau bilang kau tidak punya anak dan istri, saat kau melamarku. Tapi sekarang apa? Kau tidak hanya mengkhianatiku, tapi ke tiga anakmu dan istri pertamamu".
Ibu bertengkar dengan ayah. Yah, memang pantas ibu marah. Aku melihat ayah hanya menundukkan kepala. Ibu menangis, menangis karena kecewa.
Aku memeluk ibuku agar ia tidak berkata-kata lagi kepada ayah. Berteriak ataupun berkata kata secara berlebihan kepada suami, di larang dalam kitab suci Weda.
Ibu menangis sesenggukan saat aku peluk. Aku juga memeluk ayahku. Dan ku dengar ayah berbisik mengucapkan permohonan maaf. Aku hanya menganggukkan kepala. Tanpa berbicara lagi, aku meninggalkan mereka dan pergi ke kamar. Nafsu makanku mendadak hilang.****
Satu minggu setelah ayah mengakui kesalahannya kepada ibu, hubungan mereka masih saja renggang. Aku selalu menangis setiap malamnya. Melihat keluarga kecilku tak sehangat dulu. Ah, ya. Aku baru ingat kalau kakak tiriku itu adalah orang yang selalu menungguiku dan mengajakku mengobrol saat menunggu bajaj ketika aku kelas empat SD dulu. Dia akan selalu memberikanku satu tangkai bunga mawar dan berkata "bunga mawar melambangkan kasih sayang. Jadi kakak memberikan ini sebagai lambang kasih sayang kakak kepada kamu." Sehingga aku sangat menyukai bunga mawar, sampai saat ini.
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunanku. Di rumah sedang sepi. Ayah pergi ke kantor dan ibu pergi menjahit. Jadi selama liburan aku hanya membantu ibu membereskan rumah dengan pikiran ngelantur.
Aku membuka pintu, dan tidak mendapati siapa siapa. Saat aku hendak menutup pintu. Ada satu tangkai bunga mawar. Bunga kesukaanku. Siapa yang mengirim bunga ini? Aku pungut saja dan aku bawa masuk sambil mencium aromanya dan mataku tak sengaja melihat kertas yang tertempel disana. Ku ambil dan ku baca.
"Ku titipkan sayangku lewat bunga ini"
Melihat isi pesan tersebut, aku sudah tahu siapa pengirimannya.❤❤❤❤
Setelah satu minggu liburan penuh. Aku kembali lagi ke sekolah. Melanjutkan rutinitas di semester ke dua. Sebenarnya liburan itu sangatlah kurang. Tapi, itu sudah kebijakan sekolah, jadi mau tidak mau aku harus menerimanya.
Hal pertama yang aku lihat saat sampai di kelas adalah pemandangan yang tidak mengenakkan mata. Aku melihat Prerna, dengan wajah murung, mata sembab karena sering menangis dan kurang tidur. Ia tampak benar benar berbeda saat aku melihatnya di pantai. Kata kakak, ia melihat Prerna dan ayahnya tengah berurusan dengan lelaki jahat waktu di pantai. Sebenarnya aku juga melihatnya, tapi aku pura pura tidak tahu. Melihatnya seperti ini, aku teringat saat ia terkunci di gudang dan kamar mandi. Aku sedikit kasihan. Ingat, hanya sedikit.
Pelajaran pertama dan kedua benar benar menguras energi dan tenanga. Jadi saat jam istirahat berdering, aku langsung merapikan buku dan bergegas ke kantin. Selain karena lapar, tujuanku pergi ke kantin adalah untuk tidak melihat Prerna dengan keadaannya yang menyedihkan itu. Setiap melihatnya dengan muka sedih, aku merasa kasihan. Ah, kenapa aku kasihan kepadanya? Padahal bicara saja aku jarang. Atau mungkin karena aku terbiasa melihatnya ceria, sekarang yang tiba tiba melihatnya bermuka sedih, aku merasa kasihann. Walaupun pernah sih, aku melihatnya bermuka masam. Ck, sudahlah.
Sesampainya di kantin aku langsung memilih makanan, tetapi sial. Nampaknya semesta tidak merestui tujuan keduaku datang ke kantin. Di pojok sana aku melihat Prerna duduk sendiri dengan makanannya yang terus di aduk aduk. Biasanya dia akan bersama Avneet, tapi hari ini gadis bersuara toa itu tidak masuk karena sakit. Kembali ku perhatikan Prerna, nampaknya bukan cuma wajahnya yang makin jelek, tapi sepertinya tubuhnya juga makin jelek. Dia makin kurus. Apa dia tidak pernah makan selama seminggu ini? Atau dia sedang menjalani diet? Daripada terus bertanya, segera ku dekati dia. Semakin dekat, kulihat bulir bulir bening jatuh dari matanya. Tanpa berpikir panjang, aku langsung duduk di depannya. Sempat kulihat dia sedikit terkejut dan segera menghapus air matanya, setelahnya ia kembali mengaduk makannya.
Aku menyuap makanaku sambil melirik Prerna. Aku gemas sekali melihat ia hanya mengaduk-aduk makanannya.
"Makan!" Perintahku sambil menjejalkan roti parata ke mulutnya.
Ia terkejut dengan mulut setengah terbuka, matanya berkedip cepat.
Aku tersenyum, kemudian menyentuh dagunya agar ia mengunyah makanannya. Yah, dia mengunyah makanannya, tapi air matanya kembali mencuri keluar. Aku bingung harus melakukan apa,Ku pilih melanjutkan makanku. Selang beberapa menit akhirnya ia makan, walaupun hanya sedikit aku merasa lega. 'Heh? Kenapa aku merasa lega? Sidd, kamu ada ada saja.' Batinku.*****
Entah sudah berapa lama aku duduk di kantin. Rasanya hanya tinggal aku seorang diri disini. Aku melihat sekitar, yah memang aku sendiri disini. Tadi memang ada Siddharth yang duduk di depanku, tapi setelah menjejalkan roti parata dengan saus pedas ke mulutku hingga aku menangis, ia langsung meninggalkanku tanpa merasa bersalah. Benar benar ya Siddharth, selalu saja membuat moodku menjadi tambah rusak. Setelah membayar, aku langgsung menuju kamar mandi untuk membersihkan wajahku. Ah, biasanya aku akan ke kamar mandi dengan Avneet. Perempuan cempreng itu, shhhh.. aku benar benar merindukannya sekarang.
Air mengalir dari keran yang langsung ku tadahkan tanganku untuk menangkap cairan segar itu. Rasanya segar sekali saat air menyentuh permukaan wajahku. Tiba tiba ada orang datang dan menjabak rambutku dengan keras. Rasanya rambutku mau lepas dari kepalaku.
"Sudah ku bilang, jangan macam macan denganku. Kalau aku menyuruhmu mengembalikannya, kembalikan. Jangan kau menyalahkannya hingga sekarang ia menjadi kurus karena pikiran". Ucapnya. Karena merasa sangat sakit, aku berteriak, hingga suaraku bergema di area kamar mandi.
"Kak Nisa, apa apaan ini?". Bentak seseorang yang ternyata Siddharth. Siddharth berusaha melepaskan cengkeraman Thunisa di rambutku. Aku tidak tahu, mungkin teriakanku begitu keras sehingga Siddharth bisa masuk ke toilet perempuan. Untuk sekarang, aku menyesal karena memiliki rambut panjang, jadi siapapun akan dengan mudah mencengkeram rambutku. Sambil terus meringis aku mencakar cakar tangan Thunisa, tapi cakaranku tak berarti apa apa dimatanya. Siddharth terus mencoba hingga akhirnya datang kak Abhi. Mungkin Siddharth yang menelponnya. Satu tamparan keras mendarat dipipi Thunisa dan akhirnya tangannya terlepas dari kepalaku.
Aku memegangi kepalaku.
"Nisa, apa-apaan sih kamu? Asal ngejambak rambut orang!" Bentak Abhi.
"Kamu siapa? Mencampuri urusan saya?" Bentak Thunisa sambil menunjuk Abhi dengan telunjuknya.
Dengan kepala sedikit pening, aku bisa melihat pertengkaran hebat anatara Thunisa dan Abhi. Sempat kulihat Thunisa ingin mencakar cakarku sebelum akhirnya Siddharth menarikku dan kegelapan menimpaku.****
Dia.. dia pingsan. Pingsan dipelukanku. Apa dia pingsan atau hanya modus. Kak Abhi dan Thunisa terkejut karena Prerna tiba tiba pingsan. Untuk memastikan ia pingsan atau tidak, aku membuka matanya. Iya, terlihat dari penerimaan pupil akan cahaya, aku yakin ia pingsan. Segera ku bawa ke uks.❤❤❤❤
Ceritanya makin berantakan nih😂
Komentar dong,biar ada masukan
Salam dari meher😘