Hal yang paling membahagiakan adalah hidup rukun dalam keluarga
Kata kata itu, terus terngiang dibenakku. Itu adalah pesan nenek, nenek Puji. Oh, sungguh. Aku benar benar merindukan keluarga ibuku di indonesia. Aku merindukan kasih sayangnya, tawa kakek yang giginya sudah hampir habis. Jika india dengan indonesia sejauh Mumbay dan Delhi, sudah dari dulu aku pergi kesana. Tapi apa daya, ibu bilang akan pulang setelah aku kelas sebelas dan setelah aku lancar berbahasa indonesia. Ini sulit batinku.
"Haiii Adikku yang manis." Aku memutar bola mataku, muak dengan tingkah laku dan ucapan kakak tiri yang sok berkuasa. Dia geram, karena aku tidak membalasnya. Brakkk!
"Kalau ada yang menyapa itu dibalas, bukan di abaikan seperti ini. Kamu tidak pernah diajarkan sopan santun ya?" Oke, hari ini dia murka. Habislah catatan matematikaku karena dilemparkan olehnya. Aku menatap matanya, ingin rasanya aku memukulnya sekarang. Tapi, jika aku memukulnya, dia akan mengadu dan pasti ayah akan lebih membelanya. Akhirnya, aku hanya diam dan memunguti catatanku. Aku kira setelah aku diamkan, dia juga akan berhenti. Tetapi tidak, dia menjadi lebih murka dan mengobrak-abrik semua bukuku. Dan, prang!!!! Patung dewi saraswatiku jatuh, dan pecah menjadi enam bagian. Dia berhenti sambil menutup mulut, kaget mungkin. Sekarang, kesabaranku habis. "Sudah selesai mengobrak-abrik buku saya? Sudah puas menghancurkan patung Dewi Saraswati saya?" Aku berteriak dihadapannya. Dia hanya diam. Aku tidak akan semarah ini apabila dia hanya menghancurkan buku bukuku. Tetapi, patung itu.... itu adalah patung yang aku dapatkan saat jalan jalan ke indonesia waktu kelas empat sekolah dasar. Dan sekarang, patung itu hancur.
"Ada apa ini?" Tanya ibuku. "Oh, ya dewa!! Prerna, bagaimana ini bisa pecah?"
Aku menarik nafas. "Ibu, apa kita bisa pergi dari sini? Apa kita tidak bisa menyewa rumah lain?" Tanyaku frustasi. Ibu, sedikit terkejut, tapi dia mencoba tenang dan saudariku itu pergi sambil membanting pintu.
"Tenangkan dulu dirimu, ibu akan mencari patung baru untukmu."
"Prerna, Pooja. Apa yang terjadi? Tadi aku melihat Thunisa menangis." Ayah bertanya. Thunisa memang menangis, lalu bagaimana denganku? Apa aku tertawa? Apa aku bahagia?
"Tidak apa apa ayah, hanya pertengkaran kecil."
Ayah terkejut dengan jawabanku yang mungkin terkesan sangat jujur. Dia menatapku, kemudian berpaling menatap ibu dengan raut muka yang seolah bertanya "mengapa tidak kamu lerai mereka, Pooja."
"Ibu tidak ada disini, jadi ibu tidak bisa melerai kami." Jawabku. Sekali lagi, ayah terkejut dengan jawabanku.
"Maafkan aku suamiku." Jawab ibu yang tidak dihiraukan olehnya.
Sial.
Aku punguti barang barangku sambil terisak. Ibu membantuku, sekali-kali ia memberikan senyum getir yang mungkin bermakna "sabar,sebentar lagi." Aku tak bisa lagi membendung rasa kesalku. Kujatuhkan tubuhku ke lantai. Aku tersungkur. Aku biarkan dinginnya lantai menusuk kulitku. Aku menangis sejadi-jadinya, berharap setelah aku mendongakkan kepalaku aku sudah berada di indonesia. Sepertinya ibu mengerti keadaanku, dengan hilangnya dia dari kamar ini.
Sekali lagi, aku merindukan indonesia.Aku tidak tahu, sudah berapa lama aku menangis. Aku lihat disekeliling kamarku, kosong. Rupanya Thunisa tidak ada disini. Kemana dia? Ah apa peduliku. Kerongkonganku terasa kering. Aku berdiri untuk menggambil air minum. Lewat pantulan cermin, aku melihat sosok gadis berantakan. Rambut Panjangnya dibiarkan terurai, mata sembab. Siapa dia? Hahaha, itu adalah diriku. Sepertinya aku sangat hancur sekarang.
Setelah minum segelas air, aku putuskan untuk tidur. Tapi aku tidak bisa tidur, jadi kuputuskan lagi untuk mengirim pesan kepada temanku.
Prerna_
Kau sedang apa✅
Avneetkaur
Sedang belajar.
Prerna_
Ini jam berapa sih?✅
Avneetkaur
Hahaha. Iya, sebentar lagi aku tidur.
Prerna_
Ada yang aku ingin ceritakan✅
Avneetkaur
Apa itu?