Hilang

602 78 37
                                    

================================================================================

Karena Yuri adalah segalanya bagi seorang Jessica. Maka jika saat membuka mata dan tidak menemukan sosok pemuda itu di sampingnya, Jessica akan berlari keluar kamar seperti orang kesetanan. Seperti halnya yang ia lakukan sekarang, mencari keberadaan Yuri yang tak di dapatinya ketika pertama kali bangun dari tidurnya semalam. Dari kakinya menginjak lantai kamar mandi, balkon, dan ruang utama tak ada Yuri di sana.

Sampai akhirnya langkahnya berada di area dapur Jessica bisa bernapas lega ketika menemukan Yuri tengah memegang panci di tangan kanan dan tangan lainnya memegang roti tawar yang di pandanginya secara bergantian. Jessica kembali membawa langkahnya mendekati pemuda itu kemudian menerjang tubuh itu dengan melingkarkan kedua lengannya di pinggang Yuri. Menaruh dagunya di bahu lebar milik pemuda itu. Napasnya ter-engah dan mata memejam beberapa detik. Dia sudah berpikir Yuri akan pergi lagi seperti bulan lalu, tapi nyatanya semua tak seperti asumsinya yang berpikir negatif akan trauma yang di deritanya selama ini. Di tambah setiap malam ia selalu memimpikan Yuri sudah meninggal. Tidak!  dia tidak ingin berpikir seperti itu. Buktinya Yuri ada di pelukannya sekarang.

"Aku takut. Aku selalu mimpi kamu sudah meninggal." Jessica semakin mengeratkan pelukannya membiarkan wajahnya terbenam di punggung Yuri.

Yuri tak menghiraukan. Ia lebih bingung pada dua benda di tangannya.

"Saya ingin menyiapkan sarapan untuk Nona. Tapi, bagaimana caranya saya menggunakan dua benda ini?" Yuri mengangkat panci dan roti tawarnya bersamaan.

Seolah meminta penjelasan pada Jessica. Wanita itu tersenyum simpul melepas pelukannya lalu menggeser tubuhnya menyamping persis di dekat Yuri berdiri depan kompor. Mengambil alih panci yang di pegang Yuri.

"Kemarikan." ucapnya.

Yuri mengekori pergerakan Jessica meletakkan panci tersebut di atas kompor setelah menyalakannya. Lalu mengolesi mentega di atas roti tawar kemudian menaruhnya di atas panci teflon yang di pegangnya tadi.

"Begini caranya. Kamu bisa melakukannya untukku setiap hari." sambil menoleh menatap Yuri yang fokus pada roti di atas teflon.

Sebelum tangannya terulur mengelus pipi Yuri lembut dan mengecupnya sekilas. Dia tidak bisa membayangkan hidupnya tanpa Yuri, satu detik tanpanya dia sudah seperti orang gila. Apalagi sampai kehilangan pria di depannya.

Jessica terus mengamati wajah Yuri, dari rahang lanjut ke hidung kemudian turun ke bibir. Bibir kenyal kemerahan dan lembab dengan rasa manis strawberry yang ia kecap kemarin di taman. Ah, tentu saja bukan hanya sekali dia mengecup bibir itu. Mungkin dulunya sering bahkan  tidak perduli dia melakukannya di depan umum.

Jessica sudah terlalu gila untuk mengagumi ciptaan Tuhan di depannya ini. Sampai dirinya tidak sadar jari-jari lentiknya mengelusi bibir Yuri sejak tadi. Seakan ingin mengulanginya lagi dan lagi sampai pikiran gilanya kambuh dan menarik kerah kemeja Yuri untuk mendekat.

Mendekat sampai tak ada jarak di antara tubuh yang saling menempel dan bibir yang perlahan memangkas jarak, menyatukan hasrat yang terpendam selama ini. Walau mungkin  Jessica juga tidak melihat roti di atas teflon yang perlahan berubah warna cokelat pekat sedikit menghitam dan asap yang mengepul ke udara.

Yang dia lakukan sekarang adalah mencengkram kerah kemeja Yuri kuat dengan mata memejam dan bibir yang perlahan bergerak di atas bibir pemuda itu. Menyesap, menikmati, dan melumatnya semakin dalam. Membiarkan lidahnya menerobos masuk dan bermain di dalam mulut Yuri. Seakan itu sebuah penghakiman atas kesalahan Yuri yang beberapa waktu lalu pergi meninggalkannya seorang diri. Membuat anggapan semua orang bahwa sosok itu sudah meninggal.

ROBOT? (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang