"OMG! Jessie I miss u so much, how are you?" suara seseorang di seberang sana membuat Jessica menjauhkan ponselnya dari telinga.Dia mendesah pelan dan duduk di sofa empuk ruang utama. Sahabatnya menelponnya sejak dirinya sampai ke rumah.
Tiffany yang lima tahun lalu menempuh studynya di california sampai sekarang. Entah setan apa yang merasuki wanita itu tiba-tiba menghubunginya. Ah, selama ini Jessica juga jarang memberinya kabar begitupun sebaliknya. Mungkin dia juga tidak tahu Yuri sempat di kabarkan meninggal.
"Aku sudah di korea, pokoknya kamu harus jemput aku." lagi-lagi Jessica menjauhkan ponselnya.
Sepulangnya dari halte bus karena melihat Yuri dengan wanita lain. Jessica cukup meradang, dia tidak habis pikir Yuri begitu tega berselingkuh di belakangnya. Dia pikir ia bisa se enaknya dengan wanita lain awas saja sekembalinya pemuda itu ke rumah.
"Oh aku pikir kamu sudah meninggal." Jessica tersenyum kecut. Dia tidak terlalu suka dengan Tiffany, orangnya sangat cerewet. Dulu sahabatnya itu sangat senang mengganggunya dengan Yuri.
"Oh ayolah. Kamu tidak akan merasakan kejantanan Yuri kalau bukan karena aku." ucapnya lagi dengan bangga.
Shit! Sambil menggunakan tangan lainnya yang tidak memegang ponsel Jessica mengambil gelas yang ber-isikan wine di atas meja selagi menunggu obrolan yang memalukan itu. Lalu meneguknya perlahan dengan gerakan anggun. Seperti biasa saat menjadi direktur rumah sakit dulu. Jarang menampakkan senyum dan hanya menunjukkan aura wibawa bak direktur sombong.
"Sweety, aku tahu kamu marah. Tapi percayalah aku selalu merindukan Yul-ku. Apa kabar bocah polos itu sekarang? Pasti tiap malamnya dia membuka selangkanganmu. Tidak sia-sia aku mengajarinya dulu." Tiffany tertawa lantang di sana.
Seakan tidak merasa bersalah sedikitpun, kalau saja dia tahu sekarang bagaimana perubahan Jessica yang semakin marah. Mungkin Tiffany akan berhenti menertawainya.
Jessica mendesah kesal dan kembali membawa gelasnya menuju bibir, menyentuhkannya agar wine itu mengalir ke dalam mulut dan berakhir di lambung.
Tapi, itu tak berlangsung lama karena tatapannya sekarang menoleh pada pintu yang terbuka. Yuri berdiri di sana dengan wajah datar tanpa menunjukkan ekpresi bersalah kalau dirinya beberapa saat lalu di pergoki berselingkuh oleh Jessica.
"Jessie! Kamu dengar aku?" Jessica tak menghiraukan, matanya lebih fokus mengamati Yuri yang mendekatinya.
"Non____" Jessica mengarahkan telunjuknya untuk diam.
Yuri menurut dan berjongkok sejajar dengan lutut Jessica yang sedang duduk. Masih sama dengan tadi, sambugan telepon dari Tiffany belum juga berakhir. Wanita itu berceloteh tanpa henti seakan Jessica pendengar setia yang menerima setiap ceritanya selama menjalani kehidupan di california.
"Oke Sweety. Dalam dua jam ke depan kamu harus menjemputku di bandara. Aku menunggumu, oh jangan lupa bawa juga pangeranku yang tampan." Lalu tanpa menjawab 'iya atau tidak' Jessica mengakhiri sambungan telepon secara sepihak. Ia meletakkan ponselnya ke atas meja, tatapannya tetap menusuk dan membabibuta pemuda di hadapannya.
"Siapa dia?" kali ini tangannya bersedekap.
Yuri bungkam, tidak mengerti 'siapa dia' yang di maksud Nonanya. Padahal dari tadi dia mencari Jessica keseluruh bus yang lewat dan halte maupun di toko-toko terdekat.
"Nona."
"Siapa dia, Yul? Kamu tahu? Aku bahkan sangat marah saat Krystal menyatakan perasaanya padamu. Dan sekarang kamu bermain api di belakangku."
KAMU SEDANG MEMBACA
ROBOT? (End)
Fanfictionjangan mencintaiku karena aku tak pernah memiliki rasa. aku tidak memiliki jantung. aku tidak memiliki emosional seperti mereka. aku hanya mengikuti perintah dari tuanku untuk menjagamu. tolong lupa kan masalalu mu jangan terjebak pada orang yang...