Sorotan mata semua orang kini tertuju pada seorang pria yang melangkahkan kakinya memasuki sebuah ruangan, remaja itu yang tidak lain adalah Krist itu kini berjalan ke arah ujung kelasnya lalu mendudukkan dirinya pada kursi yang berada paling belakang sendiri.
"Kenapa menatap ku seperti itu? Tidak suka? Mau aku colok mata kalian semua!"
Krist mengatakannya dengan ketus, sambil membuka buku pelajaran, remaja itu menatap ke arah Gun yang kini daritadi mengawasinya seperti seorang mata-mata. Katakanlah jika Gun memang mata-mata yang di berikan kekasihnya padanya, sungguh Krist tidak tahu kenapa bisa teman mungilnya itu bisa mengatakan keburukannya pada kekasihnya.
Singto memang tidak marah, untung saja tidak. Kerena Krist berkata jika gun berbohong, dan Singto tidak percaya hal itu begitu saja padanya, Singto mengatakan agar Krist jangan membohonginya, tapi Krist kekeuh jika dia jujur dan Gun bohong.
Harusnya Krist tidak berbuat seperti itu tetapi mau bagaimana lagi, itu sudah kebiasaan Krist sejak lama, membolos sekolah, bahkan Krist tidak tahu bagaimana dia bisa lulus dengan nilai yang bagus setiap tahunnya, padahal Krist hanya masuk sekolah untuk ujian saja.
"Kenapa kau kesini penghianat?"
"Oi, aku hanya bertanya pada paman. Kenapa kau marah."
"Aku tidak perduli!"
"Jangan marah, nanti cantikmu jadi hilang."
"Kau pikir aku anak umur 5 tahun yang bisa kau bujuk dengan kata-kata seperti itu."
"Jadi aku harus apa?"
Pertanyaan Gun membuat Krist berpikir sejenak, "Ayo, kita bertanding."
"Tidak, aku tidak membawa motor."
"Aku juga, tapi banyak di parkiran."
"Jangan bilang kau mau meminjam motor orang lain? Tidak ada kapoknya kau itu, nanti kau tertangkap razia seperti waktu itu."
"Ada Daddy yang bisa menolong ku."
"Jika tidak?"
"Aku bisa tidur disana, aku tidak perlu mencari makan ini, tidak perlu belajar dan memikirkan ujian, aku bersantai beberapa bulan atau tahun."
Gun menjitak kepala Krist, karena pemikiran Krist yang sangat sempit dan picik itu, orang lain takut di penjara Krist justru ingin di penjara.
"Sakit! Aku akan mengadukanmu pada daddy."
"Adukan saja sana. Dia itu kekasih mu atau ayahmu sih? Setiap saat kau selalu mengadu pada dia."
"Dia segalanya untukku."
"Bukannya itu judul lagu ya."
Raut wajah Krist langsung berubah, "Judul lagu apanya, dasar kau itu tidak asik."
"Sudah mengerjakan pr belum?"
Krist menggelengkan kepalanya, "Akukan tidak masuk kemarin, dan kemarinnya lagi."
"Kau rajanya membolos."
"Kerjakan prku."
"Tidak sudi aku melakukannya."
Bibir Krist mengerucut kesal, hingga tiba-tiba saja remaja manis itu mengingat sesuatu hal, Krist langsung bangkit dari tempat duduknya, dan meraih tas ranselnya sebelum berlari pergi dari dalam kelasnya.
Remaja itu berlari dengan cepat menuju ke arah belakang sekolahnya, lalu memanjat pagar sekolahnya yang sedikit lebih pendek dari pada di sekitarnya, agar bisa keluar dari tempat yang kini seolah mengepungnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
[18]. Me Et Illum [ You're Mine ] [ Krist x Singto ]
Fanfiction[ COMPLETED ] Blurb : "Sampai kapanpun, aku tidak akan pernah melepaskanmu." - Singto Prachaya. "Aku juga, karena kau milikku."- Krist Perawat. Warning!! cerita ini mengandung unsur Yaoi / BoysLove / Boyxboy.