Duapuluh dua

3K 334 50
                                    

Suara samar-samar tangisan seseorang bergema ke setiap sudut ruangan yang berasal dari seorang remaja manis yang kini tengah membaringkan tubuhnya di atas tempat tidurnya, sambil menutupi wajahnya mengunakan punggung tangannya.

Krist tidak tahu harus berbuat apa sekarang, remaja itu sudah mencoba untuk bersikap seperti tidak mengetahui apapun namun tidak bisa, yang bisa di lakukan Krist daritadi hanya menangis dan terus menangis.

Haruskah nanti setelah Singto pulang, Krist mengatakan jika dia tahu segalanya?

Lalu jika seperti itu, apa yang akan terjadi. Bagaimana dengan anaknya, dan juga bagaimana dengan mereka berdua, apa mereka masih bisa tetap bersama, sepertinya tidak.

Kenapa Singto tidak jujur saja padanya daridulu, kenapa pria itu tidak mengatakan hal yang sebenarnya, dan justru menutupi segalanya, jika misalnya Krist tahu, pasti semuanya tidak berakhir seperti ini.

Tidak mungkin Krist mau berpacaran dengan Singto, dan sekarang Krist menjadi bimbang, Krist tahu ini salah, bahkan sangat salah, tetapi apa yang bisa dirinya lakukan agar semuanya bisa berakhir dengan baik, agar Krist bisa menyelesaikan ini.

Karena Krist tidak bisa jika harus berpisah dengan Singto, hanya saja bertahan di sini dan bersama dengan pria itu juga tidak mungkin.

Sekarang bagaimana dengan anaknya, bagaimana nasibnya nanti, bagaimana orang akan memandang anaknya nanti jika tahu tentang Krist dan juga Singto yang ternyata adalah saudara.

Krist tidak mau anaknya di cela, atau di cemooh orang. Haruskah dia pergi darisini dan meninggalkan Singto?

Hubungan antara sesama lelaki saja sudah berat, di tambah dirinya mengandung sekarang, namun ternyata masih ada lain yang membuat Krist merasa benar-benar tidak habis pikir sekarang, seolah-olah ingin memperingatkan bahwa dirinya dan juga Singto itu memang tidak bisa bersama, hanya Krist tidak sanggup jika harus meninggalkan pria itu, Krist sangat mencintainya, meskipun Krist tahu sekarang jika Singto itu adalah pamannya sendiri.

Tiba-tiba saja Krist mendengar derap langkah kaki seseorang yang semakin lama semakin mendekati kamarnya, dengan cepat Krist menatap ke arah jam yang terpasang di dinding. Remaja itu memosisikan dirinya sendiri untuk duduk, karena tidak sadar jika hari sudah sore, sebab sibuk menangjs daritadi. Krist mengusap air matanya yang mengalir itu dengan cepat, sambil mencoba untuk memasang senyuman manisnya ke arah pintu ketika Singto membukanya nanti.

Hanya saja ketika Singto membuka pintunya, bukan senyuman yang terukir di wajah remaja manis itu, namun air mata bodoh Krist yang mengalir dengan sendirinya tanpa bisa di cegahnya sama sekali.

Tentu saja hal itu membuat Singto yang melihatnya panik dan menghampiri Krist, tetapi Krist justru menghindarinya. Singto menatap Krist dengan bingung kenapa kekasihnya itu menghindarinya sekarang.

"Kit kenapa?"

Hanya sebuah gelengan lemah yang Krist keluarkan, saat singto bertanya padanya, karena dirinya tidak sanggup untuk menjawabnya, Krist takut jika ketika dirinya membuka mulutnya, tangisannya akan semakin kencang nantinya, dan pastinya membuat Singto khawatir padanya.

"Ada apa, Sayang?"

"Tidak apa-apa, Da ..." Krist menghentikan ucapannya, bahkan saat ini Krist tidak tahu harus memanggil Singto apa.

"Pasti ada sesuatu kan? Ada apa, sayang."

"Tidak, kit hanya lapar Daddy, tapi aku malas untuk beranjak dari sini."

"Lapar?"

"Iya, bisa Daddy belikan makanan untuk kami? Baby kita menangis karena lapar di dalam sini."

[18]. Me Et Illum [ You're Mine ] [ Krist x Singto ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang