Dengan pelan Krist menggedor-gedor pintu kamarnya, tetapi tetap tidak ada yang membukakan pintu itu dari kemarin, membuat Krist merebahkan dirinya di lantai kamarnya, kenapa ayahnya tega mengurungnya seperti ini, Krist hanya ingin mempertahankan janinnya apa itu salah, kenapa yang Krist lakukan selalu saja salah dan tidak pernah sekalipun terlihat benar di mata pria itu.Tiba-tiba saja Krist mendengar suara decitan pintunya di buka, dengan cepat Krist langsung memosisikan dirinya sendiri untuk duduk, dan melihat ada seorang pria yang kini tengah membawa sebuah nampan di tangannya, lalu meletakkannya pada nakas mejanya.
"Makan itu, jangan sampai kau mati nanti."
"P' bisakah aku keluar?"
"Keluar? Sampai kapanpun kau tidak akan pernah bisa keluar dari sini."
"Aku hanya ingin keluar, dan tidak akan mengatakan pada siapapun jika aku hamil. Sungguh."
"Sudahlah, lebih baik kau diam saja. Masih untung kau hanya di kurung di dalam kamar, bukan di bunuh oleh Pho. Terima nasibmu saja itu salahmu sendiri, masih kecil sudah menjadi pelacur. Pada siapa kau menjual dirimu, hah?"
"Apa maksudmu?"
"Kau pikir aku tidak tahu kau menjadi simpanan om-om? Kau itu menjijikan. Bagaimana rasanya di tiduri pria? Berapa uang yang kau dapatkan?"
"Aku tidak seperti itu."
"Lalu seperti apa? Buktinya saja sekarang sudah jelas. Kau saja bisa hamil, dan kau bahkan tidak tahu anak siapa itu, karena menjajahkan dirimu pada banyak pria kan?"
Krist menatap ke arah kakaknya tidak terima, "Aku tidak seperti itu P'. Kenapa kau berpikiran buruk seperti itu padaku."
"Jika seperti itu, katakan siapa yang membuatmu seperti itu? Kau tidak bisa menjawab kan? Karena kau memang jalang!"
Tangan Krist mengepal kuat, mencoba untuk mengabaikan apa yang kakaknya katakan itu, meskipun tidak bisa. Krist bisa saja mengatakan kepada semua orang jika ini anak Singto, hanya saja dia tidak bisa memberitahu orang lain, tidak mau pria itu terlibat masalah karena hal ini, apalagi dengan ayah dan kakaknya. Jadi lebih baik Krist diam saja sekarang.
"Cepat makan."
"Aku tidak lapar."
"Terserah kau sajalah."
Suara deringan ponsel seseorang tiba-tiba saja terdengar samar-samar di ruangan itu, membuat kakak Krist merogoh saku celananya untuk mengangkat teleponnya, melihat kakaknya yang berjalan ke dalam dan berdiri di depan jendela balkon kaca kamarnya untuk berbicara dengan seseorang yang tidak tahu siapa, Krist dengan cepat bangkit dari lantai, lalu berlari ke luar tidak lupa mengunci pintu kamarnya dari luar agar kakaknya tidak bisa keluar dari dalam sana.
Ekor mata Krist mengedarkan pandangannya dengan waspada ke setiap sudut rumahnya, dan berjalan dengan hati-hati untuk keluar, takut jika ayahnya akan tahu dan pasti Krist akan berakhir dengan di pukuli nanti.
Krist takut jika dia disini ayahnya pasti akan terus memaksanya untuk mengugurkan kandungannya sampai Krist mau melakukannya, tetapi Krist tidak akan mau itu sampai terjadi.
Karena yang harusnya di salahkan itu Krist, bukan anaknya. Dia tidak salah apapun, bahkan mau dia tumbuh di dalam perut Krist juga tidak. Ini semua karena kesalahannya sendiri, kenapa harus anaknya yang tidak berdosa apa-apa disini yang akan di korbankan.
Saat Krist hampir saja bisa keluar dari rumah itu dan membuka pintu rumahnya, Krist mengaduh kesakitan saat ada seseorang yang memukulnya punggungnya dengan sesuatu.
"Mau kabur kemana kau?"
Mendengar suara ayahnya Krist ingin berlari, hanya ayahnya memegangi lengannya dengan kencang, sebelum menyeret Krist untuk ikut bersama dengannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/162543976-288-k413474.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[18]. Me Et Illum [ You're Mine ] [ Krist x Singto ]
Fanfiction[ COMPLETED ] Blurb : "Sampai kapanpun, aku tidak akan pernah melepaskanmu." - Singto Prachaya. "Aku juga, karena kau milikku."- Krist Perawat. Warning!! cerita ini mengandung unsur Yaoi / BoysLove / Boyxboy.