Sebuah pesan mengharuskan Sojung bangun dari waktu istirahatnya. Ia lembur semalam untuk mengerjakan sebuah proyek. Menyebalkan, tapi harus ia ladeni. Bagaimanapun, Sojung ingin tetap berada di fakultas yang sedang dia jalani.
Dua hari yang lalu, Sojung menolak dengan keras pernikahan ini kepada kedua orangtuanya. Alhasil ayahnya marah atas kelabilan yang diutarakan Sojung. Penarikan biaya kuliah menjadi ancaman berbahaya bagi Sojung yang sebentar lagi akan lulus.
"Permisi, saya mau—"
Resepsionis langsung memotong ucapan Sojung, "Sowon?"
Sojung terdiam, berusaha mengingat wajah di depannya hingga ia tersenyum cerah. "Nayoung? Loh? Lo kerja di sini?"
"Iyaa, ya ampun. Mau ngapain lo ke sini? Ketemu kak Joon yaa??" Tebak Nayoung, dengan ukiran senyum penuh arti di wajahnya.
"Enggak kok, enggak! Mau ketemu Jin, eh— pak Seokjin."
Senyum Nayoung makin lebar, "Benci jadi cinta beneran, So?"
"Apaan sih, Nay. Engga—"
Ucapan Sowon terinterupsi oleh suara berat dari sampingnya, "Sowon? Ditungguin tuh sama Jin. Malah asik ngobrol di sini."
"Eh? Kak Joon?"
Nayoung menangkap interaksi canggung dari keduanya. "Cieeeee, jadi Sowon pilih pak Namjoon atau pak Seokjin?"
Bibirnya bagai terkunci rapat. Untuk mengeluarkan sepatah katapun ia tidak bisa. Bernapaspun sepertinya sangat sulit.
"Won? Yuk, saya anter ke pak Seokjin."
***
Mata Seokjin menatap tajam kedua orang yang baru saja hadir di ruangannya. Alisnya terangkat sebelah, tangannya melipat di dada. Gerak-geriknya seakan bertanya apa yang telah mereka lakukan. Tidak lupa senyum miring yang tercetak di bibirnya.
"Kok lama?" Tanya Seokjin penuh arti.
"Tadi dia mengobrol dulu dengan Nayoung," jawab Namjoon apa adanya. Dia kembali duduk di bangku sebelah Seokjin.
Merasa aura yang tak enak, Sojung membersihkan tenggorokannya, "Ini, lo minta bawain ini kan?" Tanya Sojung, sambil menaruh bekal makanan di atas meja Seokjin. "Udah? Kalau gitu gue permisi."
"Mana ada saya nyuruh kamu pergi?" Tegur Seokjin saat melihat Sojung memutar tubuhnya dan melangkahkan kakinya. Otomatis Sojung berhenti, lalu kembali berbalik. "Memang ada lagi yang harus saya kerjakan?"
"Ada."
"Apa?"
"Temenin saya makan siang di sini."
Sojung menghela napas kala Seokjin mengucapkan kalimat terakhirnya. Ia sedikit melirik Namjoon, lalu melipat kedua tangan di dadanya, "Kenapa sama gue? 'Kan bisa sama pak Namjoon."
Kepala Seokjin menggeleng pelan, "Saya maunya sama kamu. Memang kamu mau kalau saya entar jadi nikahnya sama Namjoon?"
"Hah?" Namjoon terkejut mendengar pertanyaan asal yang dilontarkan Seokjin.
"Mau gue aminin emangnya?" Tanya Sowon dengan nada serius.
Namjoon menggerakan telapak tangannya berisyarat tidak, "Jangan. Nanti istri saya kasian."
Senyum kecil tercetak di bibir Seokjin, "Oh, Anda sudah punya istri pak Namjoon?"
"Iya, istri dan anak saya menunggu di rumah."
Seokjin melirik Sojung yang terdiam, kemudian ia pura-pura terkejut mendengar ucapan Namjoon, "Wah~? Bahkan anak? Astaga pak Namjoon. Saya rasa Anda tidak punya ruang kosong untuk ditempati. Saya kira bapak masih single."
Tatapan tajam dilontarkan Sojung tatkala Seokjin akan mengucapkan sebuah kalimat lagi. Seokjin tertawa kecil, mendekati Sojung, lalu mengacak rambutnya. Bibir Seokjin mendekat ke telinga Sojung, "Ternyata dia ga single, Won. Kamu memang ditakdirkan sama saya."
Onhold.

KAMU SEDANG MEMBACA
Intertwine; Kim Seokjin
Fanfiction"Kalau pun kamu mencoba untuk pergi jauh. Tetapi takdir menetapkan kita untuk bersama, kamu akan selalu berdampingan dengan saya."