Lelah.
Satu kata yang mendeskripsikan Seungcheol saat ini. Bukan hanya pekerjaan, tapi karena perasaannya yang terasa sesak.
Sesulit itu melupakan masa lalunya.
Tepat di depannya, Seokjin duduk. Menaruh gelas berisi kopi yang baru saja dibuat. Tangannya melipat di depan dada, matanya menatap lekat Seungcheol yang sedang memijat keningnya.
"Terima kasih?" Sindir Seungcheol.
Seokjin membersihkan tenggorokannya, "Terima kasih." Lalu meminum sedikit kopinya.
Helaan napas terdengar dari pihak Seungcheol. "Sudah? Lalu apa ada lagi yang akan Anda bicarakan?"
Kepala Seokjin mengangguk, "Sebaiknya Anda pikir kembali untuk mengambil Sowon dari posisi saya. — Anda boleh keluar."
Bukan. Bukan itu maksud Seungcheol. Dia hanya tidak bisa melupakan masa lalunya bukan ingin merebutnya.
Seungcheol berdiri, berjalan hingga depan pintu lalu berhenti, "Saya memang tidak bisa melupakan masa lalu. Tapi bukan berarti saya akan merebutnya dari Anda."
***
Sowon menaruh tasnya, menghela napasnya kasar. Ia duduk di pinggir ranjang sambil menunduk. Hari ini berjalan sangat buruk.
Pintu kamar mandi terbuka, Seokjin dengan balutan celana pendek, shirtless, dan rambutnya yang basah 'menyapa'. "Loh? Kamu kok ga bilang ke saya mau pulang? 'kan bisa saya jemput." Ujarnya sambil memakai baju. Ia perlahan mendekati Sowon.
Mereka duduk bersampingan, Seokjin mengusap pelan rambut Sowon, "Kenapa hm?"
Suaminya sangat paham dengan ekspresi sang istri.
Sowon menatap Seokjin sayu, "Desainku gak diterima. Ada yang salin kerjaanku dan baju jiplakannya selesai lebih dulu dari aku." senyum kecil paksaan tercetak jelas di bibir Sowon.
Pasti rasanya sangat menyakitkan. Perempuannya hanya menggunakan kata 'aku' ketika merasa sangat tertekan. Seokjin memeluk Sowon erat.
"Nangis, jangan ditahan. Gak bagus buat kesehatan kamu, Sowon." Bisik Seokjin pelan, lalu perlahan isakan terdengar di telinga Seokjin. Sangat mengiris hati.
Dengan tersenggal, Sowon memeluk Seokjin. "Aku— bakal di DO. — jahat."
Tangan Seokjin mengusap punggung Sowon, ia diam mendengar setiap kalimat 'jahat' yang terus keluar dari bibir Sowon. Sungguh, Seokjin berani bersumpah akan menghancurkan siapapun yang sudah membuat istrinya menangis seperti ini.
"Ada saya di sini. Lindungin kamu." Bisik Seokjin, mereka melepas pelukannya. Sowon mengusap air matanya, dan Seokjin membantu menghapus air matanya dengan ibu jari. "Saya akan berusaha supaya kamu gak dikeluarin." Tambah Seokjin.
"Ma— makasih." Ujar Sowon tersenggal, menatap Seokjin dan senyum tulus terukir di bibirnya.
Lelaki itu mendekat, mencium lama kening Sowon. Lalu kembali memeluknya erat, "Saya sayang kamu, Sojung. —Kim Sojung."
Perasaan hangat menjalar ke seluruh tubuh Sowon. Entah naluri darimana, tangannya balas memeluk Seokjin. Memendam wajahnya dipelukan yang mendamaikan jiwanya.
Onhold.
KAMU SEDANG MEMBACA
Intertwine; Kim Seokjin
Fanfiction"Kalau pun kamu mencoba untuk pergi jauh. Tetapi takdir menetapkan kita untuk bersama, kamu akan selalu berdampingan dengan saya."