Kaki jenjang Sowon direndam dalam kolam. Ia berkecimpung dengan air. Tak peduli ini malam dan dingin, ia tetap bermain sambil terus memikirkan apa-apa yang membuatnya gundah.
Kolam ini berada di dalam apartemen Seokjin, tepatnya di sebelah ruang makan, airnya pun hangat.
Masih sambil melamun dan tak seimbang, Sowon terjatuh ke dalam kolam. Syukur ia bisa mengimbangi dan menginjakkan dua kakinya di lantai kolam. Merasa terlanjur, akhirnya ia berenang sekejap.
"Sial." Batin Sowon yang sekarang kebasahan dengan piyamanya.
Namun tak lama, dirinya di tarik ke atas dan menemukan cahaya rembulan lagi. Tangannya otomatis memegang bahu yang menariknya karena takut tak seimbang.
"Kamu gak apa apa?" Tanya seorang lelaki yang menariknya.
Perlahan mata Sowon membuka. Seokjin masih dengan kemeja kantornya ikut basah di dalam kolam.
"Lo ngapain?"
"Saya kira kamu tenggelam, jadi saya langsung tarik—"
Belum selesai Seokjin berkata-kata, Sowon meledakkan tawanya. Ia cekikikan mendengar alasan Seokjin dan wajahnya yang terlihat seperti keledai bodoh, saat ini.
"Gue bisa berenang kok! Bisa!! Lagi pula ini cuma sedada gue," ujarnya masih dengan tawaan kecil.
Perempuan itu tak mendengar suara apapun, ia akhirnya berhenti tertawa dan menatap ke arah Seokjin. Melihat wajah lelaki itu kini tengah tersenyum kecil, sambil menatap lurus ke arahnya.
"Sowon."
"I— iya?"
"Gue udah lama pengen denger lo ketawa kayak gitu."
Sowon merengut, 'gue? lo?'
"Tadi kamu ngomong apa?" Tanya Sowon mendadak tidak fokus.
Sekarang Seokjin yang merengut, 'kamu?'
Merasa tak mendapat jawaban Sowon menjauhkan diri dari Seokjin, ia keluar dari kolam dan mengambil handuk. "Gak apa apa. — huft, padahal gue udah mandi."
"Terus kenapa kamu berenang?" Tanya Seokjin yang ikut keluar dari kolam lalu mengambil handuk.
"Gue ga sengaja jatuh tadi, pinggirnya licin."
"Ohh."
Mereka bersebelahan, Sowon sedikit melirik ke arah Seokjin. Ia menghela napas kasar, lalu menahan tangan Seokjin yang sedang mengeringkan bagian leher. Handuknya ia rebut lalu menaruhnya ke atas rambut Seokjin.
"Bakal tetep basah kalau rambutnya ngga dikeringin juga."
Seokjin tersenyum kecil. Detak jantung keduanya berpacu lebih cepat dari jarak sedekat ini. Sang perempuan berhenti mengusak rambut Seokjin dengan handuk, ia menatap tepat ke arah mata Seokjin. "Maaf."
Keheningan melanda. "Maaf karena aku sering lancang. Maaf juga soal kemarin." Sowon memalingkan wajahnya.
Lelaki itu menghela napasnya, ia tidak tega menatap istrinya seperti ini. Apalagi setelah ia mengeluarkan kalimat 'Aku dan kamu.'
"It's okay," Seokjin memegang dagu Sowon agar wajahnya kembali berhadapan, ia mengacak rambut Sowon dengan handuk. "Maaf juga, karena pulang terlalu larut."
Sowon tersenyum, pipinya bersemu menatap lelaki di depannya. "Setidaknya pulang."
Handuk yang dipakai untuk mengusak rambut Sowon diturunkan ke lehernya, kemudian Seokjin tarik mendekat. Jarak keduanya hanya beberapa senti saja. Sowon terdiam tak bisa berontak, entah apa yang terjadi pada dirinya.
"Dulu hanya bisa berandai-andai," bisik Seokjin rendah.
Sowon menatap mata Seokjin, "Tentang?"
Alih-alih menjawab pertanyaan Sowon, Seokjin malah semakin mendekatkan wajahnya. Tidak lama kemudian, bibir keduanya menyatu. Lelaki itu yang memulai semuanya. Berawal dari menempel hingga terasa lumatan-lumatan kecil di bibir Sowon, dan Sowon membalasnya.
Pertikaian antara bibir tersebut berlangsung cukup lama sampai Sowon memukul dada Seokjin berkali-kali secara perlahan. Ia kehabisan pasokan oksigen di paru-parunya. Seokjin melepasnya, mereka mengambil napas panjang.
Lelaki itu menatap sang perempuan lalu tertawa kecil. Sowon menunduk, merengut kesal, "Apa sih kok nyosor gitu! Mana ketawa lagi. Ada yang lucu ya?!"
Tangan Seokjin mengusap pelan pipi Sowon, masih dengan tawa kecilnya. "Gemas."
"Apa?"
Bibir Seokjin mengambil kesempatan untuk mengecup bibir Sowon. Perempuan itu mematung.
"Saya gemas sama kamu. Pipi kamu merah. — dan apa kamu tau apa yang selalu saya pikirkan dulu?"
Seluruh tubuh Sowon meremang, memanas, dan degub jantungnya memacu lebih cepat dari biasanya. Ia terdiam, tak dapat berkata-kata.
Seokjin memeluknya, lalu mencium lama kening Sowon. "Gimana kalau gue jadi suami Sowon setelah sukses nanti? Mungkin gue bakal jadi suami paling bahagia."
Tangan Sowon mendorong pelan bahu Seokjin tapi tidak sampai melepas pelukan, lalu menatap wajah lelaki itu. "Apa? Gue?"
"Ya. Gue. —kenapa ada yang salah hm?"
"E—enggak! — basah, aku mau mandi."
Seokjin menggendong Sowon, "Biar saya yang mandiin, sekalian, mau coba bikin Kim junior?"
Onhold.
KAMU SEDANG MEMBACA
Intertwine; Kim Seokjin
أدب الهواة"Kalau pun kamu mencoba untuk pergi jauh. Tetapi takdir menetapkan kita untuk bersama, kamu akan selalu berdampingan dengan saya."