Sepanjang hari Sowon merasa bersalah. Dia tak pernah melihat Seokjin sedingin itu.
Ucapan Seokjin terulang di dalam pikiran Sowon. Seokjin benar, sekarang ia adalah suaminya dan Sowon harus menghargainya sebagai suami. Bukan memperlakukannya seperti seorang musuh.
Tapi Sowon masih membenci Seokjin, karena itu ia tidak menerima pernikahan ini.
Sowon mendengus pelan, matanya kembali pada layar laptop berusaha fokus merangka gaun untuk tugas prakteknya. "Kenapa juga gue bingung? Harusnya dia ngerti dong, kenapa gue kayak gitu sama dia."
Namun pikirannya kembali buyar karena berdebat. Ia menyingkirkan laptopnya, lalu berbaring. Merebahkan badannya sejenak. "Atau... gue minta maaf aja kali ya?"
***
Pukul 11 malam, Seokjin belum juga kembali ke apartemen. Sowon mulai merasa gelisah, pasalnya ia akan panik jika berada di suatu tempat sendirian.
Lagi dimana?
Kok belum pulang?Lima kalimat pesan berhasil dikirim. Semenit kemudian, ponsel Sowon bergetar.
Kantor. Sibuk.
Melihat balasan Seokjin, Sowon merasa gondok. Ia tidak terima balasan Seokjin yang begitu singkat dan dingin. Tapi bagaimana pun, ia harus menerimanya karena ini adalah efek dari kesalahannya.
Pulang jam berapa?
Sibuk banget ya?
Gak pulang dong?Kenapa?
Rasanya Sowon ingin mengumpat.
Gak apa apa
Cepet pulang yaa
Gue sendiriSetelah itu tak ada balasan lagi dari Seokjin. Merasa kesal, ia pun melempar ponselnya jauh-jauh. Lalu menyalakan televisi dengan suara yang lumayan besar.
***
Melihat balasan Sowon, Seokjin mendecak.
Bagaimana bisa saat sedang marah, ia merasa tidak tega pada istrinya. Dia akui, dia sedikit cemburu kemarin. Bukan karena harga dirinya, tapi karena istrinya bertemu mantan pacarnya.
"Saya harus apa ya, Joon?"
"Harus apa gimana?"
Seokjin bersender sepenuhnya pada kursi kerja. "Saya berantem sama Sowon. Kayaknya dia masih dendam sama saya gara-gara dulu."
Namjoon mengangguk, mulai mengerti, "Waktu SMA? Gara-gara satu sekolah tau dia suka sama saya?"
"Nah, iya yang itu. Padahal bukan saya yang nyebarin. Saya juga udah bilang ke dia, bukan saya yang nyebarin. Tapi dia gak percaya. Kesel kali ya gara-gara saya jailin terus," Seokjin tertawa di akhir kalimat, Namjoon menanggapi dengan senyum.
"Saya susul aja deh ke rumah, Joon." Tambah Seokjin yang langsung mengambil jasnya, lalu dipakai dengan tergesa-gesa.
Namjoon bingung, "Saya belum ngasih saran pak."
"Gak jadi Joon. Simpen aja saran kamu. Saya gak tega ngebiarin istri saya sendiri di rumah. Kamu juga pulang aja, kasian tuh Hwasa."
Namjoon mengangguk, menyetujui ucapan Seokjin.
Onhold.
KAMU SEDANG MEMBACA
Intertwine; Kim Seokjin
Fanfiction"Kalau pun kamu mencoba untuk pergi jauh. Tetapi takdir menetapkan kita untuk bersama, kamu akan selalu berdampingan dengan saya."