24

2.4K 291 2
                                    

Min Yoongi PoV

Langit biru yang mulai menggulung, berganti dengan kilaua warna jingga menjelang gelap; bersama terpaan semilir angin yang membawa desah napas berat senada dengan wajah sendu yang sulit disembunyikan. Aku tengah hampa. Kesepian dalam kemelut batin yang menyisakan sesak yang tak mampu diuraikan. Merelakan ternyata tak semudah yang terucap. Kemarin aku mungkin terlihat keren. Terlihat dewasa dengan segala keputusanku. Tapi nyatanya, hari ini kemelutnya baru terasa; membuatku semakin merindukan sosok itu. Sosok wanita kecintaanku, yang bukan lagi miliku.

Kuhisap sekali lagi sebatang rokok yang tinggal menyisakan setengahnya terapit dijariku. Kebiasan lama yang sudah coba kuhilangkan, namun kini tak dapat kutahan lagi candu nikotin yang telah lama kutinggalkan. Biarlah, anggap saja sebagai obat pelipur hati. Dari pada membiarkan hati terus frustasi. Aku juga masih ingin menanti hari.

Semilir angin terus membawa kenangan lalu. Teruntuk hari kemarin; hari paling menyakitkan untuk diingat, namun selalu jadi memori paling awal yang berputar dikepalaku.

Mengingat bagaimana bahu wanita itu bergetar menahan tangisnya. Bagaimana suaranya begitu lirih mengucap maaf. Dan sampai satu titik air matanya tumpah bersama raungan tangis yang membuat hatiku semakin pilu, namun menjadi pembuka hati bahwa aku tak sepatutunya egois. Egois tentang bagaimana aku mencintai dengan harus memiliki raganya. Aku terlalu serakah untuk itu. Aku ingin memiliki seutuhnya, tapi tak rela mengorbankan salah satunya. Entah itu karir atau apapun yang bisa kukorbankan. Nyatanya aku tak lebih dari seorang pengecut.

Dan hari kemarin, isak tangisnya adalah sebuah kunci. Kunci untuk ku berlapang dada melepaskan. Menyadari bahwa apa yang kukehendaki bukan sesuatu yang selalu bisa kumiliki. Dan pada akhirnya aku memilih melepaskan. Melepaskan dia yang nyatanya jelas ingin pergi. Berat, kecewa, dan kehilangan. Tapi fakta bahwa aku melepaskannya bukan karena tak lagi mencintainya; bagiku itu cukup. Karena aku akan tetap disini, ditempatku. Menjadi rumah tempatnya kembali jika kelak tak lagi punya tujuan--aku, aku yang akan tetap jadi tujuannya.

Kujejalkan puntung rokok pada asbak. Memilih kembali kekamar setelah menghabiskan waktu hampir satu jam berada di balkon. Hari ini jadwal grup cukup sedikit. Hanya rekaman untuk acara musik yang sudah terselesaikan sejak siang tadi.

"Hyung, sudah makan." Kududkan diriku diatas tempat tidur. Menatap Kim Seokjin yang tengah sibuk dengan game di ponselnya.

Tak melirik atau bersuara, Seokjin hyung hanya menggelang dengan mata yang tetap tertuju pada layar ponsel. Kebiasaanya, pecandu game. "Mau makan sesuatu, hyung? Atau minum bersamaku?" Tawarku yang kini disambut dengan tatapan anehnya. Tentu saja aneh jika aku yang menawarkan untuk minum bersama. Jauh dari aku yang mereka kenal.

Seokjin hyung meletakan ponselnya. Bangun dari pembaringan dan duduk menghadapaku, "call. Kau yang bayar." Katanya dengan satu jentikan dari jemarinya. Aku hanya menanggapi dengan sebuah anggukan. Memilih meraih ponsel dan menghubungi restoran pesan antar. Satu box ayam goreng, jajangmyeon, tangsuyuk, tiga botol bir dan tiga botol soju; perpaduan sempurna.

****

Normal PoV

Kim Seokjin nampak begitu lahap dengan sebuah paha ayam goreng yang digenggamnya. Sisi lain tangannya tengah menuang sebotol bir kedalam gelas. Jangan tanya kemana jajangmyeon dan tangsuyuk yang tadi mereka pesan; tentu sudah bersemayam di perut seorang Kim Seokjin. Sedangkan, Min Yoongi; dirinya masih menekuni semangkuk jajangmyeon yang bahkan belum tersentuh setengahnya. Hanya mengaduknya dengan sumpit. Bahkan kalau tak tahu diri mungkin Kim Seokjin akan melahapnya habis.

Yoongi kembali menuangkan soju kedalam gelas. Meski sudah menjadi botol soju ketiganya, dengan sebotol bir juga telah di tenggaknya, Min Yoongi masih tampak baik-baik saja meski kesadarannya tak seperti awal. Min Yoongi memang punya toleransi alkohol yang kuat. Tiga sampai empat botol bukanlah apa-apa untuknya.

Miracle Of Jealousy  ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang