[ambil amanat yang ada dalam cerita ini. Jangan yang humor saja. Sekali-kali kita serius.]
#justiceforaudrey
***
Pernah denger kata air beriak tanda tak dalam. Air diam menghanyutkan.
Pepatah itu bener. Bener banget.
Kegiatan seni itu udah berjalan dengan lancar. Lancar banget malah. Sampai ada banyak yang nggak dikasih makan. Hah? Ok lanjut. Drama yang awalanya yah gue ngikutinnya nggak sepenuh hati akhirnya berhasil.
Pembelajaran normal kembali dimulai. Ketemu sama Pak gunanto dan buku serta rumus-rumus lagi. Sampai mata gue berasa jebot. Sama pulpen, sama pensil, sama penghapus. Sampai rasa-rasa gue bosen lihatnya.
Yah, kita jadi seperti biasanya.
Minggu pertama. Nggak ada yang aneh. Tingkah mereka semua yang suka ngatur kita anggep udah selesai dan kita lupain. Kegiatan seni yang kita ngikutinnya nggak setengah hati kita anggep berakhir.
Kembali ke kegiatan kita terdahulu. Main laba-laba. Bercanda bareng, tawa bareng . Nginget-nginget kejadian dimana celana Suga ilang. Kepeleset tai kucing, dan akhirnya dia cuma pakek kolor.
Si Adit kembali berulah dengan gayanya. Bikin emosi kita meluap. Sampai-sampai di bikin rencana buat rumah dengan bentuk tabung dan bawahnya berbentuk kerucut. Tolol banget nggak sih.
Terus wacana Suga sama Adit yang mau bikin rumah dengan lebar satu negara. Dan seketika otak lemot gue mikir, habis berapa tuh orang kalo bikin rumah satu negara. Kan tululnya nggak ketulungan boedjank.
Lah terus, hubungannya sama pepatah diatas apa?
Gue belom selesai cerita bambank!
-_-
Ini dimulai ketika minggu kedua sehabis kegiatan seni. Saat banyak tinta dan kertas resmi datang sebagai surat ijin. Bahkan, sampai sekitar dateng empat per minggunya. Dan itu dateng atas nama wali kelas Siti Umirotun. Atas siswi bernama Adinda.
Cewek misterius yang ada di kelas kita.
Yang eksistensinya sedikit pun nggak pernah kita anggep sebagai hal penting.
Perlahan, surat tanda ijin datang kembali. Rutin bahkan jumlahnya kian menambah menjadi lima per minggunya. Alasan yang ditulis di dalam surat selalu sakit, ada urusan keluarga, sama ke rumah nenek.
Adinda yang awalnya hanya gadis tak dianggap dengan tingkat kependieman yang tinggi kini mulai mencuri atensi dari setiap pasang mata dikelas. Ketidakhadirannya yang selalu membawa tanya dari setiap guru bikin kita lama-lama ikut penasaran.
"Hoey, ada surat ijin nih!" Si Tya sebagai sekertaris dua mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Menjunjung sebuah kertas putih dan amplop.
"Duh, nggak nanya punyanya siapa? Toh, udah di ingetin berkali-kali juga tetep nggak masuk," celoteh si Risma yang tiap hari bosen ngelihat surat dari Adinda yang seolah-olah udah jadi kebiasaan.
"Bener sih! Dulu gue pikir dia ijin gegara ada ulangan. Tapi nyatanya nggak. Dia juga ijin pas waktu pelajaran biasa."
"Yah mungkin, dia sakit..." Gue selaku temen Adinda waktu SMP dulu mencoba menengahi keadaan. Yah, dikit banyak gue tahu latar belakangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kelas Archimedes
Teen Fiction11 MIPA 2. Kelas ter-bangsat yang pernah gue kenal. Kenapa gua nyebutnya Archimedes? Karena kelas ini tuh gak jelas. Kalian tahu kan 3 posisi benda dalam air yang dikemukakan Archimedes. Benda terapung, melayang, dan tenggelam. Kelas gue itu kayak b...