[]
***
"MIPA 2, kelas yang anak narkoba itu kan?"
"Oh yang dulu pernah bikin wali kelasnya ngamuk sampai nampar itu ya?"
"Padahal ide flashmob, bazar nya bagus loh."
"Oh, yang salah satu siswa nya terjerat narkoba? Pasti siswa-siswi nya bar-bar semua."
Gue gak pernah ngedengerin semua ocehan mereka. Bangsat, bodo amat, gapeduli. Toh, kalo mereka capek juga bakal berhenti.
Tapi ada suatu saatnya, gue peduli sama omongan mereka. Sampai akhirnya gue jadi gue yang saat ini.
"Gue rasa kita harus kembali bersinar. Kelas Archimedes, harus kembali diakui sebagai unggulan kedua. Kelas Archimedes sudah saatnya bangkit kembali."
Iya, perjuangan itu nggak selalu mulus semulus wajahnya member Twice. Juga nggak se-gampang ngerjain adek gue main bola. Perjuangan iti berat, tapi kalo lo ngelakuinnya bareng-bareng. Gue rasa apa yang awalnya berat, lama-lama ringan.
Nggak cukup satu hari semuanya berubah. Butuh banyak waktu untuk kembali bersinar seperti sedia kala. Keajaiban nggak pernah datang segampang itu. Iya, nggak.
Bulan pertama, Farah ditarik sebagai atlit lari. Dia juara 2. Tapi gelar yang diraih nya "Si atlit dari kelas narkoba."
Padahal, kita sekelas nggak pernah taju gimana narkoba itu, selain bang Firman.
Selanjutnya, Gue, Jeje, dan Risma ikut dalam keterampilan siswa. Mendapat Juara 1, dan yang kami dapat hanyalah. "Tim LKS dari kelas nggak kompak itu ya?"
Haris dan Agus, diikutkan olimpiade buku tangkis tingkat provinsi. Dan lo tahu? Mereka yang biasanya gugur di perempat final, tiba tiba menjadi runner up.
Tapi rasanya gelar kelas narkoba, kelas nggak kompak. Masih nggak lekang dari nama-nama juara kami.
"Iya sih pinter, tapi kan dari kelas MIPA 2."
Nggak ada yang salah sama MIPA 2, nggak ada. Kenapa lo terus nyalahin MIPA 2 sih?
"Oh anak MIPA 2 ya? Udahlah jauhin aja."
Lo tahu, kita kayak diboikot mati-matian.
"Nggak perlu, kita nggak perlu bersinar terang di mata mereka. Kita cuma perlu bersinar terang di hati kita masing-masing."
"Karena dibanding kita menjadikan penilaian mereka tolak ukur, mending kita buat diri kita bahagia aja."
"Senin depan kita udah UAS, jangan capek-capek deh berusaha membuat kelas kita bersinar. Mending belajar aja."
Mulai dari hari itu, kami sepakat setiap pulang sekolah menyempatkan waktu untuk belajar bareng. Memahami materi-materi yang belum kita pahami karena cuma dipameri uang dua juta sama pak Gunanto.
Kami sepakat diam kalo dicaci maki. Toh, kenyataannya bukan semua disini pecandu narkoba.
Kami sepakat menerima, karena apa yang mereka katakan nggak ada benernya.
Kita memang nggak bersinar di sekolah ini. Memang nggak, tapi rasanya selalu ada buat temen-temen kita. Selalu bantun mereka kalo susah ngerjain PR. Selalu ketawa-tiwi bareng bagi meraka. Selalu bagi contekan. Selalu timpuk-timpukan.
Itu udah cukup membuat kita bersinar di hati masing-masing.
***
Waktu berlalu cepat, terlalu cepat bahkan rasanya gue masih ingin berhenti disini.
Ingin berhenti saat Haris masih suka nyontek pake jam tangan gue yang bunyinya "tit tit tit"
Ingin berhenti saat dimana kita nangis bareng-bareng karena uang pensi.
Ingin berhenti saat dimana Adit dan gagasan aliennya membumi bikin ketawa kita meledak.
Ingin berhenti saat Agus dengan semua celotehannya yang nggak pernah hilang di memori gue.
Ingin berhenti saat dimana Budi meng-genjreng gitarnya, sambil nyanyi lagu nggak jelas. Yang bikin kita semua ikut nyanyi.
Ingin berhenti saat kita pulang sore cuma demi Flashmob terbaik.
Iya, gue nggak serela itu pergi dari Kelas ini.
Karma?
Bukan ini proses menerima, sampai-sampai gue nggak ingin pisah.
Nyesel? Iya, karena kenapa gue sadar betapa berharganya kelas ini. Betapa membentuknya kelas ini disaat waktu kita kurang dikit.
Alta Lembayung Dananta
Rata-rata 97,5
JUARA 1Dan bahkan rasanya gue ingin menukar semua ini demi kembali ke masa lalu. Supaya gue bisa menikmati keindahan kelas gue. Supaya gue bisa ketawa bareng mereka lagi. Supaya gue bisa jadi contekan yang marah sama Haris lagi.
"Mohon untuk Alta Lembayung Dananta maju ke depan, menerima penghargaan dari bapak kepala sekolah."
Gue maju.
Tapi dibanding maju, gue lebih memilih menukarnya dengan waktu yang gue buat membenci temen-temen gue dulu.
"Saya Alta, merasa sangat bahagia berada di depan teman-teman. Terutama bagi teman-teman kelas saya. Yang selalu ada entah itu mendukung ataupun untuk berkontribusi dalam prestasi saya kali ini. Tapi, saya merasa sangat-sangat bangga. Walaupun kebanyakan orang menyebut kalian kelas narkoba. Saya Alta, bangga memiliki kalian. Bangga pernah menjadi bagian dari kalian. Bangga pernah berbagi tawa dengan kalian. Dan saya, disini sangat-sangat mengucapkan terimakasih. Terima kasih atas waktunya."
Terima kasih...
Satu Tahun yang berjalan lambat, namun berkesan.
Satu Tahun yang agak bangsat tapi indah.
"Iya Alta, gue juga bangga punya lo."
Lantas, Haris menarik gue. Membawa gue ke pelukan teman-teman.
Lo tahu? Kita memang nggak bersinar di mata mereka-mereka. Tapi cukup bersinar di mata orang sekitar lo. Maka lo akan bahagia.
Setahunnya...
Terima kasih ya...
***
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Kelas Archimedes
Teen Fiction11 MIPA 2. Kelas ter-bangsat yang pernah gue kenal. Kenapa gua nyebutnya Archimedes? Karena kelas ini tuh gak jelas. Kalian tahu kan 3 posisi benda dalam air yang dikemukakan Archimedes. Benda terapung, melayang, dan tenggelam. Kelas gue itu kayak b...