Suara adzan subuh mengalun indah diindera pendengaranku lantas kubuka mata perlahan dan bangkit dari kasur setelah kubangunkan Reana yang tidur di sampingku. Ya, Reana tinggal di rumahku dia merupakan mahasiswa perantauan dari Brebes dan aku mengajaknya untuk tinggal di rumah ini atas izin Mama yang sekarang kembali tinggal di Pagar Alam semenjak kejadian lima tahun yang lalu.
Setelah keluar dari kamar mandi aku segera meraih mukenah dan sajadah yang sengaja tergantung di belakang pintu kamar. Kulihat Reana masih tidur dengan posisi duduk, Ya Allah ...
"Re! Bangunnn woy, malah tidur dengan posisi begini lagi." Cibirku
Reana mengerjapkan matanya lalu beranjak dari kasur menuju kamar mandi.
Kami sholat berjamaah dengan aku yang menjadi imam kali ini, selesai sholat kami segera bersiap untuk memasak sarapan pagi nanti. Dan kuyakini A' Didit dan Arya pasti akan menumpang sarapan di sini.
"Sarapan apa hari ini, Di?" Reana bertanya dengan spatula yang sudah digenggamannya.
Kubuka kulkas dan menelisik isi di dalamnya, ada telur dan sosis yang menarik perhatianku kali ini lalu kujawab pertanyaan Re, "Nasi goreng aja kali ya, pake telur dan sosis."
Anggukan Reana sebagai dukungan ucapanku dan dia memulai aksinya. Belum kujelaskan ya? Reana itu koki pribadi R4 (Radit,Rafky,Radinka,Reana) dia paling suka masak dan paling suka makan pula. Makanya dia gendut seperti ini namun dia juga cantik kok, baik pula.
"Telurnya, Di." Suaranya menghentikan lamunanku dan buru-buru aku meraih dua butir telur untuk diceplok bersama bumbu nasi goreng.
"Aku bikin telur dadar juga gak, Re?"
"Gak usah, hemat dikit Di. Telur dikulkas masih 5 butir kan? Ini baru aja tanggal 17, orangtua gue sama lo juga transfer uang akhir bulan. Mau makan apa kita kalau---" Aku langsung memotong ucapan Reana sebelum ucapan itu panjang mengalahkan rel kereta api.
"Iya, Mak! Buru masaknya udah lapar ni. Bentar lagi pasti A' Didit sama Arya datang."
Reana menggelengkan kepalanya dan kembali fokus dengan masakannya
Dan
Ting nong...
"Di! Re!"
Benar saja, dua makhluk Mars panjang umur! Baru saja diomongin. Aku langsung berjalan meninggalkan dapur menuju ruang tamu dan membukakan pintu untuk kedua makhluk yang berbeda kepribadian itu.
"Ucap salam terlebih dahulu. Jangan teriak-teriak kayak apa aja." Kataku
A' Didit tersenyum mengusap puncak kepalaku yang sudah tertutup jilbab instan.
"Assalamualaikum, para gadis." Ujarnya kemudian lalu nyelonong masuk ke dalam, masih saja enggak ada tata caranya, belum juga dijawab salamnya udah nyelonong aja kubalikkan kembali badan menghadap depan--tepatnya ke arah Arya yang berdiri dibibir pintu. Baru saja berbalik dan ini lebih parah lagi ...
Dia bersedekap dada lalu masuk dengan cueknya tanpa memperdulikan sosok diriku yang berdiri di sana sebagai tuan rumah. Aku bisa apa kalau enggak mengusap dada dan istighfar?
***
Selesai sarapan bersama bagian mencuci piring kami tugaskan para laki-laki ini. Iya! Kalau kata Reana tuh "Makan udah gratis dimasakin pula, bagian nyuci piring ya kalian!" Benar apa yang dikatakan Reana dan mereka menurut saja asalkan setiap hari selalu GRATIS!
"Kita ada mata kuliah pagi semua ya hari ini, nebeng motor kita aja enggak usah bawa mobil." Kata A' Didit sambil membilas piring yang sudah dicuci Arya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka dalam Prasangka ✔
General Fiction[Fiksi umum-spiritual] Judul awal "I Dont Want You Know" berganti menjadi "Luka dalam Prasangka" *** Radinka Fatimah menyimpan rasa pada Arya namun rasanya itu terpaksa ia simpan karena sebuah janji yang diucapkan oleh laki-laki itu. Sebuah janji ya...