Duduk bersama seraya berbincang-bincang hal serius hingga hal-hal tidak penting pun serasa menyenangkan jika dilakukan bersama orang-orang yang kita sayangi. Termasuk Radinka, berbicara lelucon garing seperti ini bersama Arya terasa lebih menyenangkan berkali lipat alih-alih bosan karena kegaringan candaan yang dibawakan Arya.
Ya, mereka berdua sudah berteman semenjak MOS beberapa bulan yang lalu kemudian qadarullah mereka sekelas. Arya dengan keramahannya pada gadis itu menawari pertemanan yang lama-lama berubah menjadi sebuah persahabatan.
Hingga sekarang, saat sejam sebelum istirahat yang karena gurunya tidak masuk. Mereka bercanda bersama sembari menunggu waktu istirahat.
"Hahaha ya masak ada sih yang kayak gitu, ngarang kamu tuh," sanggahnya ketika mendengar lelucon yang dilontarkan Arya.
"Emang ngarang Hahaha wle," balasnya menjulurkan lidahnya di depan wajah Radinka, "Lo tuh terlalu serius, Di."
Radinka mendengus sebal setelah meraup wajah Arya yang masih terbahak-bahak mengejeknya. Setelah puas menertawakannya Arya kembali mengajak Radinka bermain game.
"Enggak mau! ntar kamu kibulin lagi."
"Hahaha enggak deh, beneran," bujuknya meyakinkan lalu dia meraih tangan Radinka, "kita main santai aja, enggak perlu mikir, langsung jawab apa yang gue tanyain, oke?"
Meski enggan dan takut dikibuli Arya namun gadis dengan pipi bulat itu tetap menganggukkan kepalanya, "Oke, buruan!" serunya namun dia teringat sesuatu lalu matanya menatap Arya membuat yang ditatap mengangkat dagunya tanda bertanya.
"Enggak ada hukuman, kan?" tanya Radinka, tawa remeh Arya terdengar nyaring, "Adalah! hukumannya lompat kondok 50 kali." Jawabnya, langsung saja desisan sebal Radinka keluar dari bibirnya.
"Siap? Fokus, ya," aba-aba dari Arya mulai terdengar, Radinka memokuskan telinga dan pikirannya agar dia tidak dapat hukuman yang akan membuat tubuhnya capek dan keringatan. Yang benar saja lompat kodok 50 kali, jam pulang masih ada beberapa jam lagi, dia akan risih karena keringat nantinya.
"Bau kaki apa bau ketek?"
"Bau ketek."
"Dangdut apa rock?"
"Dangdut."
Arya tertawa keras sambil menunjuk-nunjuk gadis di sampingnya dengan puas, "Hahahaha ... ketawan suka dangdutan!" ujarnya masih terbahak-bahak mengundang tatapan sengit Radinka lalu rambutnya tertarik ke belakang membuatnya meringis, "Hahaha lepas, Di. Enggak lagi beneran, janji deh janji."
"Kamu tuh jahil banget sih! dan ya, aku juga enggak suka dangdut," protesnya seraya melepaskan rambut Arya yang dia tarik, "kan spontan, daripada lompat kodok. Lagian kamu yang benar aja deh, Ar. masak 50 kali, mending aku traktir kalian aja di kantin."
"Ya, enakan lompat kodok lah enggak ngeluarin duit. Gue mana ada duit kalau hukumannya traktir kalian. Lo juga, sama duit enggak ada sayang-sayangnya, nyari duit itu susah," jawab Arya dengan sedikit nasehat dia berikan pada sahabatnya itu.
"Sering gue lihat lo traktir anak-anak di kantin, bukannya gue nyuruh lo pelit. Sekali-kali boleh, jangan keseringan kayak gitu. Anak-anak tuh manfaatin lo aja."
Radinka hanya menunduk, dia memang hampir setiap hari mentraktir anak-anak kelas di kantin tetapi dia tidak menyangka jika Arya memerhatikan perbuatannya itu. Setau dirinya, Arya cuek dengan sekitar.
"Mending lo gunain buat sedekah, infaq masjid, bantuan buat saudara-saudara kita yang ada di Palestina dan yang sedang tertimpa musibah, lebih baik, lebih ada manfaatnya," Arya melirik pada gadis yang sedang menundukkan kepalanya lalu dia menyentuh bahunya, "mulai sekarang, lo ikuti gue aja. Enggak usah bareng anak-anak di kelas."
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka dalam Prasangka ✔
General Fiction[Fiksi umum-spiritual] Judul awal "I Dont Want You Know" berganti menjadi "Luka dalam Prasangka" *** Radinka Fatimah menyimpan rasa pada Arya namun rasanya itu terpaksa ia simpan karena sebuah janji yang diucapkan oleh laki-laki itu. Sebuah janji ya...