Assalamualaikum ... kembali lagiiii:))
Jangan lupa vote dan komennya ya gaess!
🌹🌹🌹
Keasyikan mengobrol bersama Aidan membuatku tak menyadari kehadiran sahabatku barusan, jemari gempal Reana menepuk bahuku sekian detik yang lalu membuatku menoleh dan menyengir kuda ketika netraku menangkap mereka sudah berdiri di belakang."Asik banget kayaknya sampe enggak sadar kita di sini satu jam lebih," celetuk A' Didit
Aku masih nyengir sok polos. Lagian Aidan ternyata teman ngobrol yang asik. dirinya juga bisa mengimbangiku yang kaku dengan orang baru, laki-laki di hadapanku ini juga tampan enak dipandang. Eh Astagfirullah
"Duhhhh, kita cari meja lain aja kali ya. Dianya enggak niat nyuruh kita duduk kayak gini," giliran Reana yang mencibir menyebikkan bibirnya.
Aku terkekeh, "Terus kalian mau duduk di mana? Ini kan cuma ada 2 kursi."
Arya berdecak sebal, kentara sekali dengan wajahnya yang semakin tak bersahabat. Dia melangkah ke arah meja yang berada di seberang mejaku sekarang.
A' Didit mengekor selanjutnya Reana pun ikut mengekor dan mereka duduk di seberang sana.
"Duh ... aku jadi enggak enak sama mereka."
Kutolehkan kepala menghadap Aidan kembali, tawa garingku terdengar pelan. Kalau aku menghampiri mereka juga enggak enak, kan, sama Aidan? Jadi biarlah aku tetap disini aja. Sekali-kali aku sama orang lain, dengan harapan bisa melupakan cinta yang betah sekali dihati ini.
"Enggak, kok, mereka santai kali." Balasku
Aidan tersenyum lalu melirik fossil yang melingkar dipergelangan tangannya lalu dia menatapku dengan perasaan menyesal. Lantas kulayangkan pertanyaan, "Kenapa?"
"Jam 10, dengan sangat terpaksa aku harus pergi, kamu enggak marah, kan?" tanyanya pelan.
Ya kali aku marah, ada-ada aja deh laki-laki ini. Senyum dibibirku terbit lalu kugelengkan kepala ke kanan-kiri dan menjawab, "Ya enggaklah, Ai." Kekehku setelahnya.
"Maaf banget ya, aku harap kita bisa kayak gini lagi dilain waktu."
Aku tertegun dengan ucapannya, apakah dia berharap kami bisa dekat lebih dari teman kenal karena satu kelas?
"Inka?" dia memanggil nama panggilanku dan suaranya terdengar begitu menenangkan.
"Aku pergi dulu ya, satu pesanku, jangan banyak melamun," kekehnya lalu berucap salam setelah itu tubuhnya berjalan menjauh.
"Jangan banyak melamun." Gumamku
Mendengar kalimat itu membuatkan merindukan masa-masa sekolah. Saat dia sering mengingatkan kebiasaanku yang kadang membuatnya kesal karena terlalu banyak melamun saat dia mengajak berbincang. Di masa itupula banyak kenangan kami, dia yang hangat, dia yang perhatian namun kini dia seolah jauh padahal dekat, dia seolah menjadi asing bagiku dan dia juga sering menyakitiku dengan kata-katanya.
Andai kau tahu jika aku merindukan sikap hangatmu yang dulu, andai kau tahu aku juga merindukan perhatianmu dulu. Kenapa kau berubah? Tak mungkin karena kau tahu perasaanku, kan?
"Hihihi ditinggal ya sama bebeb?" suara Reana membuyarkan lamunanku saat aku kembali sadar entah kapan mereka sudah duduk di mejaku dan Aidan tadi dengan penambahan satu kursi yang diduduki Arya disamping Reana.
"A' Didit mana?" tanyaku.
Reana menunjuk sesuatu di belakang Arya lantas kuputar kepalaku mengikuti arah telunjuknya. Tatapanku terpaku pada objek lain yang berhasil tertangkap netraku. Hatiku bergetar rasanya ingin meneriaki dirinya akan perasaan yang sudah lama terpendam dihati ini dan sialnya tidak bisa terkikis oleh waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka dalam Prasangka ✔
General Fiction[Fiksi umum-spiritual] Judul awal "I Dont Want You Know" berganti menjadi "Luka dalam Prasangka" *** Radinka Fatimah menyimpan rasa pada Arya namun rasanya itu terpaksa ia simpan karena sebuah janji yang diucapkan oleh laki-laki itu. Sebuah janji ya...