8

8.1K 834 26
                                    

Yang masih mampir..makasih untuk vote n commentnya..typo masih bertebaran, maaf untuk feelnya kalo kurang ngena..happy reading 😊😊
****

Mela menatap jam dinding di kamar Raul.

Sudah lewat tengah malam. Dirinya pun sudah berbenah diri. Mengganti pakaian yang tadi dikenakan saat prosesi pernikahan dengan piyama berlengan dan celana panjang. Beruntung ia tak punya teman atau saudara yang usil, yang mengganti isi koper dengan lingerie ataupun pakaian seksi. Lagipula ia tak memerlukan itu semua saat ini.

Lihat saja ranjang besar berseprai hitam milik pria itu. Pria yang menikahinya siang tadi. Masih tertata rapi. Belum tersentuh oleh siapapun hari ini.

Mela bahkan tak berani naik ke atasnya tanpa seijin pemiliknya. Ia bergelung di sofa yang berada di sudut kamar. Menatap pemandangan malam dari balik jendela kaca lebar yang menampakkan suasana kota. Bahkan ia bisa melihat hilir mudik orang di jalan yang datang dan pergi dari kelab.

Begitu banyak yang ia hendak pikirkan. Apa yang akan ia lakukan setelah semua ini. Bagaimana caranya agar tujuannya cepat tercapai. Ia tak mau membuang waktu lagi. Setidaknya ia ingin tujuan pernikahan ini cepat tercapai.

Dentang jam berbunyi dua kali, saat Mela merasakan matanya berat oleh kantuk. Merasa malas berpindah tempat. Ia jatuh tertidur memeluk tubuhnya sendiri.
****

Sinar matahari pagi mencoba menerobos jendela ruang kerja Raul. Menyilaukan mata saat Icang membuka tirai hitam yang menyelubunginya. Raul mengerang dari sofa sedikit mengagetkan Icang. Ia masuk ke ruangan ini dalam keadaan gelap seperti biasa. Tak menyangka bila bosnya yang baru menikah kemarin ternyata memilih ruang kerja pribadinya sebagai tempat menghabiskan malam pertama, alih-alih mendatangi pengantin belianya yang cantik yang mungkin tengah berbaring di ranjang pengantin mereka.

"Tutup tirai sialan itu, Cang..." seru Raul dengan suara malas.

Icang baru menyadari aroma minuman yang lebih kuat dari biasanya. Bertahun-tahun ikut dengan Tuan Raul, meskipun setiap malam bos nya itu selalu minum tapi tak pernah membiarkan dirinya mabuk seperti saat ini.

"Maaf, Tuan, apa tidak sebaiknya anda pindah ke kamar. Badan anda pasti sakit bila tidur di sofa seperti ini."

Raul hanya mengibaskan tangannya, menyuruh Icang diam atau bahkan menyingkir dari hadapannya.

Kepalanya terasa berdentam saat ini. Sepeninggal Rafael semalam, ia memilih meneruskan minumnya di ruang pribadinya karena sedang malas menanggapi ocehan si kembar di tengah perasaannya yang sedang berkecamuk. Ia sempat naik ke atas. Hanya bisa menatap diam pintu kamar pribadinya. Di dalam ada Mela, istrinya yang baru ia nikahi beberapa jam lalu. Membayangkan tubuh mungil itu mungkin tengah berbaring di ranjang besarnya, membuatnya tubuhnya meneriakkan protes saat Raul akhirnya memilih berbalik dan menjauh dari kenikmatan yang didambakan seluruh raganya.

"Nyonya sudah keluar sejak tadi pagi, Tuan.." suara Icang terdengar, menyeret sisa alam sadar Raul untuk kembali.

"Maksud kamu?" tanya Raul.

"Maksud saya Nona eh Nyonya Mela, Tuan.."jawab Icang yang mungkin menganggap Raul masih mabuk hingga melupakan nama istrinya.

Raul mendengus, "Maksud saya mau kemana istri saya pergi pagi-pagi begini?"

"Saya tidak tahu, Tuan, tapi saya sudah meminta Doni untuk menemani kemanapun Nyonya pergi hari ini." pungkas Icang sebelum akhirnya benar-benar pergi dari hadapan Raul.

Raul menghela nafas. Nampaknya semua anak buahnya sudah bisa menerima gadis kecil itu menjadi Nyonya di tempat ini. Hanya tinggal dirinya sendiri yang masih mencoba menyangkal kenyataan tersebut. Membiarkan seseorang menempati posisi paling riskan dalam kehidupannya yang teramat gelap ini. Namun nampaknya hidup gadis itu juga tidak sepenuhnya nyaman seperti layaknya gadis lain.

Meraih ponsel yang tergeletak di meja, mencoba menghubungi nomor Mela. Meringis saat membaca nama kontak yang ia buat untuk istrinya itu.

"Cabepedaslvl10"

Alay memang. Raul sendiri heran pada dirinya sendiri. Mengapa nama kontak itu yang ia pikirkan saat menyimpan nomor gadis itu dulu.

"Hallo..."

Suara Mela terdengar membuyarkan lamunan Raul.

"Kamu dimana?"

"Aku... Aku sedang ada urusan sebentar. Ke rumah mama..."

Raul merasakan ada nada takut dari suara Mela.

"Mel..." panggil Raul hati-hati.

"Ya?" sahut Mela cepat.

"Kamu takut sama saya?" tanya Raul.

"Nggak, aku nggak takut..sudah dulu, ya..udah mau nyampe ini.."

Panggilan terputus. Raul menghela nafasnya. Ia merasa kehilangan Mela yang ketus penuh semangat seperti yang selama ini ia kenal.

Mela istrinya kini berubah pendiam, selalu menundukkan kepala kapanpun mereka bertemu pandang sejak gadis itu mengajukan penawaran lamaran dulu.

Raul tidak suka hal itu.
*****

Mela menatap diam layar ponselnya yang sudah berubah gelap. Ia baru saja memutuskan sepihak panggilan dari Raul, suaminya.

Suami yang bahkan tak menghampirinya sekedar mengucapkan selamat malam ataupun membangunkannya dengan ucapan selamat pagi. Suami yang bahkan belum ia lihat lagi setelah prosesi pernikahan selesai dan semua orang yang hadir berpamitan. Suami yang bahkan tidak menanyakan bagaimana keadaannya saat ini setelah menjadi istrinya. Suami yang entah tidur dimana dan dengan siapa di malam pertama mereka.

Sebagai gadis yang baru saja melepas masa remajanya, bahkan melepas masa lajangnya, ia ingin hidup bahagia seperti yang lainnya.

Hidupnya seharusnya masih dihiasi senyuman khas anak kuliahan. Romansa dengan teman sekampus atau firlting tak jelas dengan asisten dosen yang tampan.

Mungkin nasibnya sebelas-dua belas dengan Roselyn. Tak bisa merasakan bangku kuliah. Namun sahabatnya itu lebih beruntung karena bisa menikah dengan kekasihnya dan mereka saling mencintai.

"Sudah sampai, Nyonya..." suara supir yang dititahkan Icang untuk menemaninya hari ini memutuskan lamunannya. Entah siapa namanya, Mela sedang tak ingin berkenalan.

"Benar ini tempatnya, Nyonya?" Mela menengok ke arah luar jendela mobil.

"Iya, benar ini tempatnya.." jawab Mela.

Rumah mamanya terlihat megah tanpa banyak perubahan. Sudah hampir 6tahun ia tak kesini. Bisa dibilang rumah semegah ini tak menjanjikan memori membahagiakan yang pantas ia kenang dan membuatnya merindu.

Mela sedang mengumpulkan nyali sambil menepuk tas dokumen yang ia bawa, saat supirnya membukakan pintu untuknya.

Nampaknya ia tak hanya harus punya nyali untuk menghadapi sang ayah tiri. Namun juga nyali lebih untuk hidup sebagai Nyonya Raul. Entah mana saat ini yang membuatnya lebih merasa takut.
****

Horee update...sedikit nanti sambung lagi..

Makasih banyaak buat yang masih setia menunggu..

Bang Raul ama Mela pengantin baru tapi galau2an kayak yg nulis..hufft...bantu semangatin biar moodnya yg nulis balik lagi..

😅😅😅

Love u all
😘😘😘
🍪cookie🍪

31/10/18
15.00

A Love For UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang