"Kita sudah saling mencintai, hal yang paling aku takutkan adalah ketika kamu menghilang begitu saja. Jika kamu punya masalah, ceritakanlah! Jangan menghilang tanpa kejelasan."
-Lia-***
Samar samar pendengaranku mulai menangkap suara nyaring yang aku duga berasal dari jam weeker. Mau tak mau, perlahan kesadaranku mulai terkumpul. Berkali kali aku mengusap kedua mataku, sembari membukanya perlahan. Sementara masih berusaha beradaptasi dengan cahaya, aku melirik jam.
Masih sangat pagi.
Sesuai rencana, aku bangun lebih awal. Tentunya itu karena hari ini, menjadi moment paling berharga bagiku sebagai seorang siswi di SMA 1 Jakarta yakni; hari kelulusan. Tidak hanya itu, hari ini juga Adith akan menjemputku untuk pertama kalinya. Memang terdengar aneh, jika hubunganku dengan Adith yang sudah berjalan dua tahun ini --Adith tidak pernah menjemputku. Tapi, semua itu ada alasannya.
Tak ingin berlama lama, lantas aku bersiap siap ke sekolah. Khusus hari ini aku sedikit berbeda. Dimana biasanya aku tidak terlalu memperhatikan penampilan, tetapi hari ini aku menghabiskan banyak waktu di depan cermin --yang kini menampakkan bayangan seorang gadis berseragam SMA, yang nantinya pasti akan aku rindukan.
Aku tersenyum kecil, terlarut dalam lamunan ku di pagi hari yang cerah itu tanpa melepas pandanganku dari pantukan diriku sendiri di depan cermin.
Tak!
Dengan sekali gerakan, mataku beralih menatap pintu. Mendengar suara hentakan pintu yang terdengar di tutup kasar dari lantai bawah.
Ada tamu?
Tapi siapa?
Ga mungkin Adith, ini masih pagi banget.
Sejenak aku terdiam. Namun, tak lama setelahnya aku memilih acuh. Mengabaikan suara tadi, kembali melanjutkan kegiatan bersiap-siapku untuk ke sekolah.
Dengan sedikit berlari kecil, aku menuruni tangga menuju dapur dan ruang makan. Menendeng tas dan beberapa buku paket sekolah yang sempat aku pinjam.
Hal pertama yang aku lakukan saat memasuki dapur adalah menyapa sosok wanita paruh baya yang kini tengah menyiapkan sarapan.
"Pagi, Mah."
Aku meletakkan tasku di atas meja makan, mengambil posisi yang pas di depan meja makan siap untuk melahap sarapan buatan Mama. Sementara Mama hanya tersenyum menanggapi sapaanku.
Dirumah aku memang hanya tinggal berdua dengan Mama, karena aku anak 'satu satunya'. Dan Papa, pria hangat itu tinggal di Bandung. Ia memutuskan untuk tinggal terpisah dengan kami, karena harus mengurus perusahaan beliau di sana. Meski begitu, beliau tidak pernah melupakan untuk pulang jika waktunya senggang.
"Oh iya, tadi ada tamu ya?" Ucapku saat Mama meletakkan beberapa piring berisi sarapan di depanku.
Mama tidak langsung menjawab. Ada jeda beberapa detik sebelum dia berkata, "tukang pos."
"Tapi ko ribut ribut tadi?"
"Ah, cepat habiskan sarapannya! Ntar kamu terlambat ke sekolah," jawab Mama, yang hanya aku balas dengan kekehan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fauzadith #Wattys2019
RomanceWaktu yang aku habiskan untuk kisah panjang ini, tidak bisa dikatakan sebentar. Tuhan membuat aku terlalu lama, dipermainkan takdir. Semua berawal disaat kisah kita berakhir. Copyright©2018 by Ufhy62