Fauza(dith) 17 - Dia Kembali

21 9 0
                                    

Turn on music: Agnes Mo-Rapuh

"Kepergianmu mengajarkanku untuk menggenggam erat apa yang aku miliki sekarang."
-Lia-

***

20:00

Hembusan angin yang seakan mengelus kulit wajahku membuatku terbuai dalam suasana itu. Memperhatikan setiap kendaraan dan bangunan yang aku lewati yang seakan bergerak. Cahaya bulan dan bintang yang menjadi penerang. Aku duduk semobil dengan pria yang membuatku melakukan hal egois.

Setelah seharian menjalankan acara meet & great novel perdanaku, aku pulang dengan Fauzan. Akhir-akhir ini, aku merasa Tuhan berbaik hati denganku. Mulai dari kesuksesan novelku, lamaran Fauzan, dan yang lainnya. Aku kini telah hidup kembali. Bersama dia yang sekarang duduk bersamaku.

Benar kata pepatah.
Bahwasanya, setelah penderitaan, akan ada titik terang di mana puncak kebahagiaan kita. Dan puncak kebahagiaanku, adalah saat ini.

Diam-diam aku memperhatikan wajahnya yang sedang serius menyetir. Aku bodoh, selama ini tidak menyadari fisik Fauzan yang sangat indah. Bibir tipis, kulit putih untuk standar cowok, hidung mancung dan matanya yang sipit. Ia ganteng --dan sexy.

Astaga! Sadar Lia, jangan aneh - aneh.

"Hei, ngelamun aja. Mikirin apa sih?" dengan cepat, aku mengalihkan pandanganku ke depan sebelum Fauzan menyadari kalau aku sedang menatapnya.

Dengan gengsi yang tinggi, aku menatap luruh ke depan berusaha terlihat meyakinkan. "Ngagetin aja si lo. Gue ga mikirin apa - apa kok."

Aku menyangkal. Tidak mungkin aku mengakuh kalau aku terpesona dengannya, bisa-bisa dia kepedean.

Fauzan melirikku dari sudut matanya, kemudian kembali menatap jalan raya seraya tersenyum sinis. Apa dia sedang mengejekku, dasar curut!

"Gue tau, lo lagi mikirin gue."

Lagi-lagi Fauzan memergokiku saat mencuri pandang ke arahnya. Membuat pipihku memanas dan sepertinya sudah memerah."makanya lo pake cincin pemberian gue. Supaya ga kepikiran terus."

"Dih! kepedean banget lo, tai."

Aku mendengus kesal seraya kembali menatap jalan yang basah karena baru saja di terpah air hujan, dengan wajah cemberut dan di tekuk.

Namun, tiba-tiba tangan Fauzan terulur mengusap lembut puncak kepalaku, membuat aku kembali mendengus kesal. Ralat, bukan kesal hanya saja aku malu jika diperlakukan seperti itu.

"Ih, lucu banget si kalau lagi cemberut."

"Basi!"

Fauzan menatapku lekat-lekat. Aku yang masih menatap jalanan mulai merasa risih jika terus di perhatikan seperti itu. Mau tidak mau, aku ikut menoleh membalas tatapannya. Perlahan, satu tahannya terulur. Menyusupkannya disela-sela jariku, meninggalkan sensasi hangat.

Jantungku berdebar diatas rata-rata saat mataku dan mata Fauzan beraduh. Entah kenapa rasanya aku tidak nyaman jika terus di tatap seperti itu oleh Fauzan.

Tak ingin lebih lama Fauzan menatapku, muncul sebuah ide untuk membuat Ia berhenti menatapku.

"Ah, liat ke depan sana! Kalau nabrak gimana?"

Fauzadith #Wattys2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang