-Lia-
"Ya udah gue pulang dulu ya, Li. Gue titip Fauzan ya!"
Setelah seharian menangis dan menemani Fauzan yang tertidur. Jiska pun pamit untuk pulang. Terlihat jelas di wajahnya, memperlihatkan ekspresi seakan ia enggan meninggalkan rumah sakit. Sejenak, kembali terlintas di kepalaku; bagaimana bisa, Fauzan meninggalkan wanita sebaik dan setulus Jiska?
Apa itu karena diriku? Jika iya, maka rasa bersalah akan terus bersarang di dalam diriku. Aku mengacaukan semua. Berawal dari masalahku dan Adith, kini telah merambat dalam kehidupan orang lain.
Maafkan aku.
Aku menutup pintu perlahan, setelah mengantarkan Jiska hingga lantai utama rumah sakit. Sekarang, tinggal aku sendiri ah ... lebih tepatnya berdua bersama Fauzan. Menatap penuh rasa bersalah pada pria yang kini berbaring tak berdaya di hadapanku.
Wajahnya yang tenang dan teduh menyambutku. Saat sedang tertidur pulas seperti itu, Fauzan terlihat tenang.
Tidurlah dengan nyanyak hingga kau puas! Tapi ingat, kau harus bangun dan jangan lama-lama.
Aku duduk tepat di sebelah kanan kepala Fauzan. Memperhatikan setiap sudut di wajah teduhnya. Wajah hangat sosok yang menjagaku, menggantikan Almarhum Papa.
Perlahan tanganku beralih menggenggam tangan Fauzan, kemudian sesekali mengelusnya pelan. Menunduk sebentar, menenangkan sensasi perih di dadaku.
"Za, cepet sembuh ya. Gue kangen sama lo, tau ga? Lo ga capek apa baring terus disini. Zan, gue kangen cerita hal-hal yang gue rasain di sini. Semua, termasuk Jiska. Kita harus myelesaiin ini semua, sebelum dia sendiri yang tahu pertunangan kita. Gue gamau dia salah paham."
Brungk!
Secepat mungkin pandanganku terlepas dari Fauzan, beralih menatap pintu yang terdengar sesuatu dari baliknya. Suara bising seperti benda yang terjatuh. Aku beranjak dari tempat dudukku untuk memeriksanya.
Namun, ternyata itu hanya suara tempat sampah yang tidak sengaja di senggol oleh anak kecil.
Selepas menutup kembali pintu kamar ruang rawat Fauzan, mataku mendapati sebuah benda bersegi panjang berwarna hitam di bawah meja.
"Dompet?"
Aku berfikir sejenak.
"Oh pasti dompet jiska jatuh pas lagi nangis."
***
"Yakin gapapa disini sendirian, atau gue panggilin Max buat nemenin?"
Fauzan menggeleng pelan seraya terlihat memaksa bibirnya mengukir sedikit senyum simpul, mencoba meyakinkanku. Tentu, itu berhasil karena senyum itu ... aku memutuskan untuk mengiyakan keiinginan Fauzan.
"Em yaudah, gue berangkat dulu ya ... Cepet sembuh," ucapku sebelum mendaratkan sebuah kecupan di dahi Fauzan yang masih terbalut perban, kemudian beranjak meninggalkan ruang rawatnya untuk ke kampus.
***
Tepat setelah mobilku berhasil terparkir rapi, aku mendapati Jiska yang baru saja turun dari mobilnya dengan balutan dress putih yang sangat cocok untuk tubuhnya, ditambah dengan sepatu hitam senada yang membuatnya terlihat begitu sempurna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fauzadith #Wattys2019
Roman d'amourWaktu yang aku habiskan untuk kisah panjang ini, tidak bisa dikatakan sebentar. Tuhan membuat aku terlalu lama, dipermainkan takdir. Semua berawal disaat kisah kita berakhir. Copyright©2018 by Ufhy62